18. Bayi

1.8K 193 34
                                    

"Mark bangun kau Mark sini!!"

Jaehyun berteriak dari dapurnya, memanggil Mark yang tak kunjung bangun. Entahlah Jaehyun tidak tahu apa yang Mark lakukan malam tadi setelah pernikahannya selesai hingga Mark belum bangun juga meskipun hari ini Mark libur karena hari minggu.

Mark menggosok matanya ketika keluar dari kamarnya. Ia keluar dengan pakaian yang cukup berantakan dengan banyak tanda kemerahan di lehernya.

"Nah nah! ngapain kau itu semalam? Mentang mentang libur sekolah pun bukannya bangun cepet malah enak enak, mandi sana kau, abistu kau belikan bubur di tempat Donghae, mangkal depan sana dia nanti,"

"Gaada, Donghae gak mangkal hari ini,"

Doyoung datang setelah selesai berbelanja di pasar, tas belanjanya diletakkan di meja.

"Eh kok tau mami?"

"Semalem mami nanya di wasap, kata Donghae gitu, dia lagi berangkat ke maluku," Doyoung melepas jaketnya, ia duduk di samping Jaehyun.

"Ish kok mami main wasap sama dia?" Jaehyun menatap Doyoung kesal, bagaimana bisa Doyoung jujur jika dirinya menghubungi Donghae.

"Yatuhan gitu aja cemburu, dengerin ya, mami wasap Donghae cuma nanyain itu aja, udah gaada mesra mesraan," Doyoung merotasikan bola matanya malas mendengar ucapan Jaehyun. "Lagian apasih, laki gue juga udah ganteng banget kali,"

"Ah mami, jadi malu aku,"

"Apasih gajelas,"

"Nah jadi fungsi aku disini itu apa? paok betul ah,"

Jaehyun dan Doyoung saling bertatapan canggung ketika menyadari Mark sejak tadi berdiri menyimak obrolan mereka.

"Oh iya, mandi sana, mami masakin sarapan aja nanti,"

"Okelah siap,"

.
.
.
.
.
.
.
.

Sarapan telah siap, Mark sudah selesai dengan mandinya begitu pula Jaehyun yang sudah selesai mencuci mobil mobilnya. Doyoung membiarkan Haechan untuk tetap beristirahat, ia tak akan menuntut ini itu pada Haechan karena Haechan sedang hamil muda.

Jeno berjalan menuruni tangga dengan santainya, ia menatap sarapan telah tertata rapi di meja. Doyoung yang sedang mencuci tangannya bersama Jaehyun.

"Eh tuan muda udah bangun, sarapannya sudah siap tuan muda," ucap Doyoung dengan nada yang dibuat buat.

"Hehe..."

"Selamat pagi tuan muda..." Jaehyun ikut menimpali ucapan Doyoung kemudian tersenyum pada Jeno.

"Ngapain aja jam segini baru bangun? ga solat subuh kan pasti? dibilang jangan begadang juga, begadang doang belajar enggak, liat tuh Shotaro anaknya pak rt, dapet juara karate membanggakan orang tuanya, kamu mah rebahan aja terus," Doyoung berucap panjang lebar secara tak sadar membandingkan Jeno dan anak tetangga.

"Liat tuh bu susi lulus smp jadi mentri, mami mah apa," Jeno menampilkan cengirannya pada Doyoung setelah selesai mencuci wajahnya.

Doyoung meletakkan garpunya ke meja dengan keras kemudian menatap Jeno tajam.

"Ya mami jadi mentri kalo bapakmu ini gak mesum otaknya, abis lulus ya percuma aja terus sibuk ngurus abangmu yang nakalnya ngalahin fizi,"

"Kok papa sih??" Jaehyun menatap Doyoung terkejut, tiba tiba saja Doyoung membawa bawa dirinya.

"Ya apa? bapaknya Jeno siapa? lu kan?"

"Kan Dong-"

Tiga pasang mata itu langsung melirik Mark yang baru saja kembali dari kamarnya untuk mengantar sarapan Haechan.

"Nak pung-"

"Mark diem Mark." Doyoung menatap Mark tajam setelah melihat raut wajah Jeno. Anak itu menggigit bibirnya menahan tangis.

"Sariawan kau Jen? bibirmu ke gigit iya?" tanya Jaehyun pada Jeno, ia melihat raut tidak nyaman dari Jeno.

Benar saja, Jeno langsung pergi ke kamarnya dan tak jadi memakan nasi goreng yang sudah ia letakkan ke piringnya.

"Kau habiskan dulu lah ini sarapanmu baru ke kamar lagi,"

Mark terdiam, sungguh, ia hanya bercanda, ia tak memiliki pikiran jika Jeno akan sedih mendengarnya.

"Jen aku-"

"Dah, sarapan aja kamu sama papa, mami aja yang ngurusin," Doyoung mengelus rambut Mark, ia membawa piring serta sendok makan untuk Jeno dan pergi ke kamarnya.

.
.
.
.
.
.
.
.

"Jen..."

Doyoung membuka pintu kamar Jeno yang tak dikunci, ia meletakkan piring makan Jeno ke meja belajar Jeno kemudian menghampiri Jeno yang duduk menekuk lututnya di samping kasur. Yang Doyoung lihat memang Jeno tidak menangis, Jeno tampak seperti menahan tangisnya dan melamun.

"Kenapa?"

"Gapapa kok mi,"

"Gak usah dengerin abangmu, bercanda dia," Doyoung duduk di sebelah Jeno, ia merangkul pundak Jeno dan mengelus pundaknya.

"Iya tau, tapi sakit aja dengernya,"

Doyoung menarik Jeno dalam pelukannya, Jeno menempelkan wajahnya pada ceruk leher Doyoung. Bahu Doyoung terasa basah ketika ia mendekap Jeno. Ia mengelus punggung Jeno, membiarkannya menangis sampai terasa lega. Mata Doyoung terasa berair ketika merasakan punggung Jeno yang bergetar kecil.

"Kan mami udah bilang, gak peduli mau Jeno anak siapapun mami tetep sayang sama Jeno, mami gak pernah bedain kamu sama abangmu kan? yaa maaf kalo mami sering marah marah, wajar namanya orang tua kalo anaknya bandel ya gitu," Doyoung berbicara dengan lembut, nada bicara yang memang jarang Doyoung tunjukkan kecuali saat menasihati anak anaknya.
"Sarapannya udah diambil, harus dimakan, mau mami suapin?"

"Udah gede,"

Jeno melepaskan pelukan Doyoung, ia mengusap wajahnya yang basah menggunakan kaosnya sendiri kemudian berjalan ke meja belajarnya untuk makan.

"Mau kamu udah keriput kaya mami juga tetep mami anggep bayi,"

Jeno dengan lahap memakan nasi goreng buatan Doyoung meskipun hidungnya agak sulit untuk bernafas karena baru saja menangis.

"Jadi inget waktu dulu kamu baru lahir dipasrahin ke mami buat ngerawat, apalagi dulu abangmu juga belum genap setahun, gak tega mau kasih kamu susu formula, yaa jadi nenennya barengan kanan kiri,"

Pipi Jeno bersemu merah mendengar cerita Doyoung, sama dengan Doyoung yang terkikik geli mengingatnya.

"Udah gitu kalo satu nangis ya nangis semua, pernah hari itu abangmu flu trus kamu juga, malemnya demam pas papamu lagi sibuk di rumah sakit, terus mami baw-"

"Mi dicariin papa,"

Mark berdiri di ambang pintu menatap Doyoung yang duduk di kasur Jeno serta Jeno yang sedang sarapan di meja belajarnya.

"Hadeh ganggu aja itu orang tua,"

Doyoung pergi dari kamar Jeno. Tersisa Mark dan Jeno yang saling diam di kamar Jeno.

"Apa?"

"Sori lah soal tadi,"

"Hm, lu sayang gak sih sama gue?" Jeno meletakkan sendoknya di atas piring ketika makanannya telah habis.

"Ya sayang lah, gimana sih?"

"Ouh,"

"Gak marah kau kan sama aku?"

"Sedikit,"







TBC
ada yang masih baca??:)

HARD FOR ME - JAEDO Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang