Aku menceritakan apa yang terjadi pada Raisha, seperti biasa.
"Yah! Kok kamu nyerah gitu aja sih, say?" ujar Raisha padaku setelah kuceritakan kejadian hari kemarin.
"Males gue kalo cowok yang selama ini gue incer ternyata udah punya target lebih dulu. Kan
jadinya bertepuk sebelah pundak!"
"Tangan kali!"
"Yaa apapun itu lah!"kataku sambil menyeruput jus alpukat yang kupesan di kafetaria.
Yang namanya pejuang cinta itu, kamu harus rela melakukan apapun demi mendapatkan cinta yang kamu targetkan. Padahal sejauh ini progres kamu keren loh! Apalagi dia sampai ngajak kamu untuk nemenin dia jalan. Keep it up!" katanya menyemangatiku. Kata-kata Raisha memang seperti air yang sedang disiramkan pada tanaman yang layu kemarin sore."Ah percuma aja, toh dia nganggap gue kaya adiknya, bukan perempuan dewasa yang udah siap nikah! Gue mau cari yang lain aja!" ternyata air milik Raisha tidak mempan untuk menyirami hatiku yang sudah layu dan membusuk.
"Terserah kamu deh! Menurut aku ya, Rin, kamu tinggal ungkapin isi hati kamu sama Rendy.
Mungkin selama ini sih dia nganggap kamu masih kaya anak kecil. Nah, pas kamu ungkapin isi hati, dia pasti mikir-mikir, 'oohh...ternyata selama ini ada cewek yang perhatian sama aku...' dan bisa aja dengan itu dia malah berbalik hati 180 derajat sama kamu. Gimana tuh?'Perkataan Raisha memang masuk akal. Kesempatan itu masih terbuka sebelum janur kuning melengkung. Tetapi... ARRGH!!
"Oke, saran lo masuk akal, Sha! Tapi, itu lho tipe cewek idaman Rendy itu 180 derajat beda banget sama diri gueee....! Dan itu yang sekarang bikin gue minder. Gue emang masih bocah, kekanak-kanakan, ngurusin diri sendiri aja belom bener apalagi nanti ngurus anak orang, suami maksudnya!" rambutku berantakan karena ternyata tanganku sejak tadi terus mengacak-acak rambut yang baru saja dikeramas.
Raisha menggeleng-geleng, dari mulutnya terdengar bunyi kibasan ekor cicak di dinding.
"Jadi, pertanyaan aku sekarang buat kamu adalah... Apa kamu udah siap nikah atau belum, kalau kamu sendiri ngelihat diri kamu kayak gitu? Jawab jujur ya Rin!"
GLEK. Iya ya, apa aku sudah benar-benar siap? Atau ini hanya ambisiku saja? Niat aku buat menikah apa sih? Bukannya menikah itu niatnya harus didasari untuk beribadah? WAW!
"Hehehe...kayanya gue harus pikir ulang rencana gue ini" jawabku tersipu-sipu.
Raisha kembali menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku jadi malu sendiri ketika mengingat pertanyaan Raisha tadi. Aku harus banyak merenungkan semua target untuk masa depanku.
"Sha, udah jam dua nih, gue harus ke perpus buat bimbingan!"
"Huff...ya udah deh! Aku juga ada kelas bentar lagi. Good luck ya, Rin!"
"Yo thanks, lo juga! Bye..." pamitku.
Sepanjang koridor menuju perpustakaan fakultas begitu sepi. Padahal biasanya hari Senin akan menjadi hari yang padat bagi mahasiswa. Aku berjalan masuk menuju ruang perpustakaan dan menyimpan barang-barangku di dalam brankas penitipan, kecuali map yang berisi kertas-kertas draft skripsi hasil analisisku.
"Permisi, Pak! Apakah Bu Widya sudah ada di dalam?" tanyaku pada bapak petugas perpustakaan di depan ruangan.
"Ooh, sepertinya tadi beliau sudah masuk!"
"Makasih, Pak!"Aku bergegas masuk kembali ke dalam perpustakaan dan berjalan menuju sastra corner, dimana biasanya aku melaksanakan bimbingan skripsi dengan Bu Widya.
Kulihat sosok wanita muda berkerudung dengan perut besarnya sedang duduk di salah satu kursi di dalam ruangan yang berisi buku-buku sastra. Ia memang tengah mengandung anak keduanya, dan aku berharap aku bisa menyelesaikan bimbingan dengannya sebelum anaknya lahir.
"Assalamu'alaikum, Bu!"
"Hey, wa'alaikumsalam. Ayo silakan duduk, Karin!"
"Terima kasih, Bu!"Bunyi kursi berdecit memekakkan telinga. Kulihat wajah Bu Widya mengernyit persis dengan ekspresi wajahku. Aku pun duduk di hadapannya.
"Bagaimana perkembangan skripsi kamu sekarang?"
"Saya sudah menambah beberapa halaman untuk bab empat, mulai menulis bab lima, dan merevisi bab dua seperti yang Ibu perintahkan," jawabku tenang.
"Coba saya lihat!"Bu Widya memeriksa kertas-kertas hasil analisisyang kubuat seminggu sebelum pertemuan ini. Kemudian ia mengambil pulpen miliknya dan mulai mencoret-coret kata demi kata yang kuketikkan. Disamping coretan itu ia menambahkan beberapa tulisan yang tak bisa aku baca dengan posisi berlawanan dengan arah mataku.
"Sudah bagus untuk bab 2. Kamu tinggal menerapkan teori bagian akhir ini untuk karya sastra yang kamu bahas. Hanya saja, sebagai perbaikan, beberapa tulisanmu yang saya coret, kamu mesti eksplorasi lagi kata-kata yang kamu pakai agar tidak terkesan baku, meskipun sebenarnya sudah memuat inti teori yang kamu akan pakai."
"Baik, Bu!" jawabku singkat tanpa banyak tanya.
Bimbingan kali ini bisa dibilang cukup singkat dan jelas. Setelah Bu Widya memeriksa draft Bab 2, 4, dan 5 serta berdiskusi singkat,kami pun keluar dari perpustakaan. Ada hal yang membuatku gembira setelah bimbingan. Bu Widya mengatakan bahwa aku bisa maju untuk melaksanakan sidang akhir jika semua draft skripsiku ini tuntas dan
mendapat persetujuan darinya dalam waktu dua minggu lagi. Ini artinya bulan depan aku bisa mengikuti ujian sidang akhir perkuliahan dan tahun ini aku bisa mengikuti wisuda akhir tahun di bulan November.Betapa senangnya hatiku, sebentar lagi aku akan mengikuti ujian sidang dan mengikuti wisuda. Orangtuaku pun pasti ikut gembira, mengingat selama ini mereka selalu mendesakku untuk segera menyelesaikan perkuliahan tahun ini.
Huff! Mungkin perhatianku harus aku fokuskan dulu untuk masalah kuliahku ini. Kesempatan memang tidak datang dua kali. Akan tetapi kesempatanku untuk lulus di tahun ini pun tak akan kubiarkan lewat begitu saja. Aku sangat tahu diriku ini. Ketika aku mulai jatuh cinta, akan sulit bagiku untuk fokus mengerjakan hal lain.
Aku pun mulai menyadari sesuatu, mungkin aku tidak menganggap Rendy sebagai pria yang bisa kutitipkan hatiku ini padanya. Namun, aku menganggap dirinya sebagai seorang teman dan tidak lebih. Aku tahu, aku sangat menyukai kepribadiannya, sikapnya, ketampanannya, tetapi hanya sebatas itu. Mungkin hatiku ini juga belum mau membukakan pintunya pada lelaki yang masih diragukan. Biarlah waktu berjalan sebagaimana mestinya, dan biarlah takdir yang akan menjawab keinginanku.
Aku tahu aku sedikit kecewa karena aku tak bisa mendapatkan apa yang aku kejar. Akan tetapi aku pun bisa meraih sesuatu yang lain yang juga aku kejar, yaitu kelulusanku. Maaf, rencanaku untuk menikah mungkin harus tertunda entah sampai kapan. Namun,aku tak akan berhenti berlari mengejar cinta yang kuimpikan, aku hanya sedang mengejar impianku yang lain.
Ya Allah aku berdoa padaMu, semoga Engkau mempertemukan dengan jodohku segera setelah aku lulus. Semoga Engkau mengabulkan permintaanku ini. Aamiin...
Tunggu aku di pelaminan yaaa...! Siapa pun itu! Hahahaha :D
***
Bersambung ... jangan lupa untuk vote dan comment
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] An Ending Overcast
Spiritual|| FOLLOW DULU SEBELUM BACA || PART LENGKAP Ini tentang pencarian cinta. . Awan kelabu menggantung di atas langit. Mendung itu bukanlah sebuah kepastian. Mungkin sang hujan akan turun, tetapi mungkin saja ia hanya akan berdiam diri ketika angin ber...