Pengakuan Raisha

57 6 0
                                    

Hari Jumat tiba. Matahari pagi bersinar terang meski awan-awan mendung itu masih tetap menghalanginya. Aku tengah siap-siap menyelesaikan desain untuk kebaya yang akan kupakai pada saat wisuda nanti. Aku memang lebih senang untuk mendesainnya sendiri dibandingkan membeli yang sudah jadi. Lagipula, penjahit langganan keluargaku tahu benar seleraku dalam fashion.

"Ma, ini gambar desainnya udah selesai. Tolong ya, Ma!" kataku pada Mama yang bentar lagi akan berangkat menuju tempat jahit langganan kami.

"Iya, iya, sini tolong masukan ke dalam tas Mama. Nanti jangan lupa beresin halaman belakang ya. Mama pulang sore soalnya," kata Mama yang sibuk memeriksa daftar belanjaannya.

"Siap!" kataku sambil mengangkat tanganku di atas alisku.

Hari ini hanya akan ada aku saja di dalam rumah. Aku tidak akan berpergian kemana-mana. Aku sudah berjanji pada Mama untuk membereskan halaman belakang yang berantakan karena daun-daun pohon mangga dan jambu berserakan di atasnya. Setelah itu rencananya, aku akan mulai menulis fiksiku yang tertunda beberapa tahun. Entahlah apakah aku akan menuliskan ide cerita yang baru atau justru melanjutkan cerita yang sudah lama.
Ahh...aku senang sekali bisa kembali menulis fiksi setelah sekian lama tidak mengerjakannya, karena tugas-tugas dan skripsi kuliahku dulu membuatku sibuk dan memang lebih membutuhkan fokus utama.

***

Pekerjaanku di halaman belakang sudah selesai kukerjakan. Ternyata tidak butuh waktu terlalu lama untuk membereskannya. Padahal biasanya aku akan menolak pekerjaan ini jika Mama menyuruhku. Aku lebih sering mengalihtugaskan pekerjaan ini pada Dimas. Akan tetapi setelah melakukannya hari ini, ternyata tidak terlalu sulit apalagi ketika ditemani oleh musik yang membuat badanku bergoyang semua. Haha.

Aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diriku yang dekil dan bau ini. Akan tetapi, sebelum masuk ke dalam
kamar mandi, kudengar nada ponsel milikku berdering. Kuperhatikan nama yang tertera di layar ponsel. Itu dari Raisha. Ada apa ya?

"Kenapa Sha?"

"Rin, kamu ke kampus enggak?"

"Enggak, Sha. Emang kenapa?"

"Boleh enggak aku ke rumah kamu aja? Ada hal yang mesti aku certain sama kamu," nada suaranya terdengar berbeda dari biasanya. Ia terdengar merengek dan sepertinya ada sesuatu yang juga harus aku
ketahui.

"Boleh, kesini aja, Sha! Kebetulan Mama juga lagi enggak ada di rumah kok," kataku lembut.

"Thanks banget ya Rin! Bentar lagi aku berangkat nih! Bye..."

"Bye..."

Hmm...ada sesuatu yang mencurigakan dari dirinya. Mungkin ini saatnya juga bagiku memastikan padanya tentang sesuatu yang selalu membuat pikiranku berkecamuk. Aku tak bisa selamanya menyimpan prasangka yang belum pasti ini. Raisha adalah sahabatku. Kami selalu terbuka satu sama lain. Kami juga sering melakukan kesalahan dan saling meminta maaf. Aku harus menceritakan apa yang menjadi prasangkaku selama ini dan meminta maaf
padanya.

***
Ting tong.
Ting tong.

Bel rumahku berbunyi beberapa kali. Aku masih merapikan pakaianku. Setelah itu, aku segera berlari menuju ruang depan untuk membuka pintu. Itu pasti Raisha.

"Ya tunggu....!" teriakku sambil membukakan kunci pintu.

"Hey, sorry ya lama?" sapaku ketika melihat wajah Raisha yang terlihat tidak seperti Raisha biasanya.

"Enggak apa-apa kok," jawabnya tersenyum.

"Ayo, masuk!" ajakku.

Raisha duduk di atas sofa ruang tamu. Wajahnya terlihat kecut meski ia tetap cantik. Ia membuka ponselnya, kemudian memasukannya lagi. Benar-benar bukan Raisha yang biasa.

[END] An Ending OvercastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang