Raisha telah pulang setelah mengerjakan shalat dzuhur. Aku kembali menyendiri di dalam rumahku. Hal ini membuat pikiranku melayang pada masa beberapa jam yang lalu. Aku merenung dan ternyata aku tak sanggup menahan tangis ini lebih lama.
Di dalam kamarku, aku menatap jendela, memandangi langit kelabu di siang hari. Air mataku terus mengalir, berharap bisa menyembuhkan luka yang ada di dalam hatiku. Hujan perlahan turun. Langit sangat tahu akan isi hatiku, sehingga ia pun tak tega membiarkan diriku menangis seorang diri.
Begitu dingin yang kurasa. Mengapa harapan yang baru saja kubangun ini membuatku terjatuh dan sakit? Mengapa jatuh cinta itu menyakitkan? Mengapa aku tak seberuntung mereka yang cintanya berbalas? Mengapa aku begitu bodoh bisa terlalu cepat untuk jatuh cinta? Mengapa, mengapa, mengapa? Kubiarkan derasan air mata mengalir beriringan dengan suara hujan di luar sana.
Pintu kamar terbuka. Aku terkejut. Sejak kapan Mama pulang ke rumah? Ia pun terkejut melihatku yang sedang bersimbah air mata.
"Kamu kenapa, Sayang? Kenapa kamu nangis?"
Seketika itu aku memeluk tubuhnya erat, merasakan rasa hangat akan kasih sayangnya. Tetapi aku diam seribu bahasa, hanya ada air mata yang terus mengalir.
"Karin, kamu kenapa? Cerita sama Mama, Sayang!"
"Ma? Apakah salah ketika aku terlalu berharap pada seseorang?"
Mama mengelus lembut rambutku.
"Berharap itu boleh, Sayang! Tapi jangan taruh harapanmu pada seseorang yang belum bisa memberikan kepastian sama sekali. Taruh harapanmu itu pada sesuatu yang menggenggam seluruh hidupmu. Sandarkan harapanmu hanya pada Allah saja, Sayang!"
Seolah-olah ada sebuah kilatan cahaya yang masuk ke dalam hatiku, aku menyadari kesalahan utamaku. Mengapa Mama bisa sangat tahu jawaban apa yang aku butuhkan? Meskipun aku belum bercerita satu kata pun padanya.
Aku melepaskan diri dari pelukan Mama, kemudian memandangi matanya yang terlihat lesu. Kerudung yang menutupi kepalanya terlihat basah. Mama kehujanan. Mama mengusap air mataku dengan tangannya yang terasa kasar tetapi begitu penuh dengan kasih sayangnya.
"Karin, kamu itu sudah dewasa, nak! Kalau ada apa-apa cerita saja sama Mama. Mama siap mendengarkannya. Jangan pendam apa yang ada di dalam perasaanmu. Ini akan semakin membuatmu terganggu. Dan jangan pernah lupa untuk juga meminta pada-Nya. Ketika kamu berharap sesuatu, mintalah yang terbaik dari-Nya, karena semua hal itu datang dari Allah. Ketika kamu kecewa, biarkan Allah membimbingmu. Mama juga pernah kecewa. Tapi Mama minta Allah untuk membimbing Mama, alhamdulillah rasa kecewa Mama bisa sembuh dengan segera. Ingat nak, Allah itu tidak akan pernah membuat kita kecewa, karena semua yang datang dari-Nya adalah yang terbaik. Mungkin justru kita yang membuat Allah kecewa dengan kelakuan kita. Minta ampunan pada-Nya. Insha Allah semuanya akan baik-baik saja."
Mama tersenyum hangat. Aku mulai merasakan ketenangan dari kata-kata Mama. Ya benar, mungkin aku telah banyak membuat Allah kecewa. Harapanku yang selangit tidak aku sandarkan pada-Nya, hingga inilah yang kudapat kekecewaan karena mengejar cinta manusia. Ah, aku harus banyak meminta ampunan. Aku sudah terlalu jauh berlari dari sisi-Nya. Hingga aku pun hampir melupakan-Nya. Astaghfirullah ....
"Karin, Mama enggak tau dengan apa yang terjadi dengan kamu, Nak! Tapi Mama berharap kamu bisa memetik banyak hal dari apa yang sudah terjadi. Jika ada apa-apa, jangan sungkan untuk cerita sama Mama, Papa ya? Mama mau ganti baju dulu."
Mama mencium dahiku lembut. Aku hanya tersenyum.
Aku kembali termenung memikirkan kata-kata Mama. Aku tahu aku terluka dan kecewa, tapi aku harus segera bangkit. Persoalan ini hanyalah persoalan kecil, tapi aku bisa belajar banyak dari peristiwa ini. Ya Allah bimbinglah aku di jalan-Mu!
***
Malam begitu senyap, sunyi, dan dingin. Hatiku terlalu gelisah untuk bisa tertidur dengan lelap. Air mataku terus mengalir sejak semalam. Aku terperanjat dari tidurku. Berharap apa yang dikatakan oleh Raisha tadi pagi hanyalah mimpi. Namun, itu bukanlah mimpi. Kuantarkan tubuh ini ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu'. Sudah lama sekali aku tak pernah bersujud di malam gelap seperti ini untuk bersimpuh di hadapan Allah. Ya Allah, ampuni hamba-Mu yang lemah ini.
Dinginnya air terasa sangat menusuk masuk ke dalam pori-pori kulit, membuat semua tubuhku ikut terbangun segar. Aku menghamparkan sajadah di hadapanku. Kupakai mukena putih yang dibelikan mama lebaran tahun lalu.
Bismillahirrahmaanirrahiim...
Kucoba menyerahkan seluruh kekacauan yang ada di dalam diriku ini, kupasrahkan segalanya pada-Nya. Air mataku tidak berhenti mengalir, bahkan semakin menjadi. Bukan hanya karena hatiku terluka, terlebih lagi karena dosa-dosaku yang tak terlihat sudah setinggi apa. Aku tak pernah mengetahuinya. Kesalahan, kelalaian, dan kebodohan yang telah kuperbuat, yang sering aku tak menyadarinya. Aku berjalan terlalu jauh dari jalan-Nya, aku mungkin lupa bahwa segala cerita berada di pena milik-Nya. Aku mencoba merangkai ceritaku sendiri, tetapi kejadian ini membuatku tersadar, aku bukan sang narrator yang bisa sesukanya menuliskan cerita
pada karyanya. Aku tahu aku bisa memilih, tapi segalanya hanya Ia yang memegang hidupku.Ya Allah, bimbinglah aku di jalan-Mu. Maafkan aku atas kelalaianku hingga saat ini. Biarkan hati ini Engkau saja yang menggenggamnya. Jangan biarkan hatiku terluka lebih lama, biarlah Engkau yang menyembuhkan dengan cara-Mu yang terbaik. Ya Allah, sungguh aku ingin mendekap-Mu erat. Jangan sampai aku melepaskan pelukan-Mu wahai Zat Pemilik Cinta. Biarkan aku terus bersama-Mu dalam jalan yang Engkau ridhoi.
Semakin malam, udara semakin dingin. Bunyi rintik-rintik hujan menambah suasana kelamnya malam. Aku tenggelam bersama tangisan dan doaku, hingga rasanya mataku kini begitu lelah. Kubiarkan tubuh ini tertidur di atas sajadah.
***
Bersambung
![](https://img.wattpad.com/cover/267857561-288-k637212.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
[END] An Ending Overcast
Spiritual|| FOLLOW DULU SEBELUM BACA || PART LENGKAP Ini tentang pencarian cinta. . Awan kelabu menggantung di atas langit. Mendung itu bukanlah sebuah kepastian. Mungkin sang hujan akan turun, tetapi mungkin saja ia hanya akan berdiam diri ketika angin ber...