Pelangi di Ujung Langit

46 7 0
                                    


Siang itu langit di atas atap rumahku begitu cerah meski tetap berawan. Sedangkan kulihat bagian timur awan kelabu menyelimuti daerah dimana nenekku tinggal. Iklim dan cuaca sekarang tidak pernah menentu. Tidak lagi seperti dulu, musim hujan dan kemarau biasanya akan berlangsung kurang lebih selama enam bulan. Badan Meteorologi dan Geofisika memprakirakan musim hujan tahun ini akan lebih panjang dari tahun kemarin. Bahkan mereka mengatakan tidak akan ada musim kemarau yang panas, yang ada justru kemarau basah. Artinya, musim kemarau akan tetap berlangsung, disertai hujan yang juga tetap turun. Ini semua kehendak Allah, bukan?

Pelaksanaan wisudaku akan berlangsung minggu ini, tepatnya hari Rabu. Aku kembali datang ke kampus untuk mengambil pakaian wisudaku atau yang biasa disebut dengan toga. Setelah wisuda, aku akan benar-benar menjadi pengangguran. Aku juga belum tahu apakah aku akan langsung melamar pekerjaan ataukah melanjutkan studiku ke S2. Misiku yang dulu memang belum gagal. Aku masih memiliki banyak kesempatan untuk mengenal banyak orang. Lagipula aku sudah menceritakan hal ini pada kedua orangtuaku dan keduanya telah sepakat dengan rencanaku yang ingin menikah lebih awal.

Hubunganku dengan Raisha baik-baik saja, meski aku sendiri agak menjaga jarak dengannya dan lebih banyak menghabiskan waktuku sendirian. Tetapi tidak ada konflik yang terjadi di antara kami. Kami masih menjalankan persahabatan dan juga bisnis kami. Kelanjutan cerita antara Raisha, Adam, dan Gian telah berlangsung. Raisha
bercerita padaku bahwa akhirnya dia lebih memilih bertahan bersama Gian. Mereka berdua memang belum menyepakati waktu yang pas untuk hari bahagia mereka, tetapi sejauh ini setelah kejadian itu Gian lebih perhatian pada Raisha.

Adam sendiri, yang aku tahu, ia mungkin mundur dari pengejaran cintanya pada Raisha. Tetapi tidak benar-benar mundur. Aku tahu bahwa ia masih berharap Raisha akan menerima cintanya sebelum Raisha benar-benar memberitahukan tanggal pernikahannya dengan Gian.

Lalu bagaimana dengan aku sendiri? Jujur saja, aku memang mudah untuk jatuh cinta. Akan tetapi aku pun sulit untuk melepaskan seseorang dari hatiku. Ya, dua kelemahan sekaligus. Apa artinya aku masih menyukai Adam? Aku juga tidak tahu. Hanya saja, bayangannya selalu muncul dalam benakku. Tetapi aku tidak pernah berharap lagi padanya. Aku hanya berharap yang terbaik pada Allah saja.

Aku merasa setelah ada kejadian ini, aku begitu dekat pada Allah. Malam-malamku yang dulu hampa, kini selalu kuiringi oleh shalat malam, dzikir dan doaku kepada-Nya. Aku merasa sangat beruntung. Mungkin ini pun skenario dari Allah juga, agar aku bisa lebih dekat dengan-Nya. Aku sangat bersyukur.

Pakaian wisudaku telah kuambil. Tetapi aku tak ingin lekas pulang. Adzan dzuhur berkumandang terdengar begitu syahdu. Suaranya begitu indah seolah-olah mengundangku untuk datang ke arahnya. Sudah lama sekali aku tak menginjakkan kakiku ini di masjid, terutama setelah kuliah sibuk di semester akhir. Kusuruh langkah kaki ini berjalan menuju masjid yang terletak tidak jauh dari gedung fakultasku.

Angin sepoi-sepoi di siang hari menggugurkan dedaunan yang rapuh dan kering, membawanya kemana saja mereka bertiup. Aku berjalan dengan perasaan tenang. Aku berharap sore ini akan hujan. Hujan gerimis yang indah dan tenang.

Satu persatu, mahasiswa-mahasiswa yang tersentuh hatinya, mulai mendatangi masjid untuk memenuhi seruan Allah di tengah kesibukan kuliah mereka. Setelah mengambil air wudhu dan mengenakan mukena, aku duduk menunggu iqamat berkumandang. Semoga Allah senantiasa menerima shalat yang kukerjakan dan mengampuni semua kelalaian yang kuperbuat.

***

Hatiku menyuruhku untuk tinggal sementara saja di masjid. Kududuk di teras masjid dan merasakan atmosfer yang lain. Akhwat-akhwat aktivis masjid berkumpul setelah shalat dzuhur, sebagian dari mereka membawa kotak berisi kue-kue, mungkin untuk dana usaha acara. Biasanya anak-anak masjid selalu mengadakan acara besar, tetapi aku sendiri belum pernah mengikutinya sama sekali. Dulu aku anggap, acara yang mereka adakan terlalu sok suci. Padahal jika saja aku mengikuti acara mereka, mungkin aku tidak akan menjadi gadis yang jauh dari agama. Aku
merasa kehilangan atas identitas Muslimku. Aku tidak menutup aurat, shalat pun masih yang wajib saja, dan mengaji Quran pun jarang. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku ketika kiamat nanti. Astaghfirullahaladziim....

"Assalamua'alaikum. Maaf mengganggu boleh minta waktunya sebentar, Teh?"

"Wa'alaikumsalam. Iya ada apa?"

Seorang akhwat dengan wajah putih bersinar menyapaku yang mungkin terlihatnya sedang melamun.

"Begini Teh, kita dari tim keputrian DKM Asy-Syifa mau menawarkan acara."

"Oh mau promosi acara keputrian ya?" tanyaku memastikan.

"Iya teh, boleh?" tanyanya, senyumnya begitu ramah.

"Boleh, boleh." Jawabku.

"Oh ya, perkenalkan nama saya Jingga, mahasiswa Fakultas Desain, jurusan desain komunikasi visual. Nama teteh siapa?"

"Saya Karin, mahasiswa Fakultas Sastra, jurusan Sastra Inggris."

"Oh, salam kenal ya Teh. Jadi begini, kebetulan di akhir bulan November ini, keputrian DKM akan mengadakan acara yang inspiratif khusus bagi para Muslimah. Judul acaranya adalah 'Training Inspiratif Muslimah: Bagaimana Menjadi Muslimah Sejati Generasi Shahabiyah?' Acara ini akan kita adakan tanggal 20 November, hari Rabu minggu ini. Cukup dengan biaya lima belas ribu rupiah aja. Teteh akan mendapatkan sertifikat, id card, notebook, pin, ada doorprize juga dan yang pasti insha Allah pahala dari Allah swt. Gimana Teh, tertarik dengan acaranya?" jelasnya yang membuatku antusias.

"Yah, hari Rabu ini ya? Aduh, pengen banget ikutan acaranya tapi saya harus ikut wisuda," jelasku.

"Wah, teteh wisudawan Rabu besok ya?"

"Iya nih. Tapi jujur, saya pengen banget ikut acaranya. Saya belum pernah ikut acara DKM ini, aduh sekarang malah udah lulus baru ingin ikutan," kataku curcol.

"Aduh sayang banget, ya. Oh ya, bagaimana kalau nanti kita ketemuan aja lagi? Nanti saya yang akan menjelaskan materi di acara itu kepada Teteh, emang sih pasti beda penyampaian. Tetapi Insha Allah, Teteh bakal tetep dapat ilmunya, gratis!" katanya antusias, gigi putihnya berkilat ketika ia melebarkan senyumnya. Tapi idenya bagus, aku yang tidak bisa ikutan pun akan tetap dapat ilmunya.

"Oke, boleh deh! Tapi enggak apa-apa nih, jadi merepotkan kamu?"

"Enggak apa-apa, Teh! Saya malah senang banget ada orang yang seperti teteh ini, masih tetap mengejar ilmu meskipun teteh tidak bisa menghadiri acaranya."

"Wah terima kasih banyak ya? Saya memang sedang haus ilmu dan agama saya masih kurang. Saya ingin memperdalam Islam."

"Masya Allah ... Insha Allah nanti saya bantu. Boleh minta nomor handphone-nya Teh? Biar saya mudah untuk menghubungi Teh Karin."

"Baiklah!"

Aku menyebutkan nomor ponselku, gadis itu langsung menyimpannya di dalam ponselnya dan mencoba menghubungi nomorku agar akuu pun menyimpannya.

"Masih ada agenda lagi, Teh?" tanyanya.

"Sepertinya saya mau pulang saja."

"Ooh, baiklah. Oh ya Teh, kalau mau donat ini silakan ambil saja, gratis spesial untuk Teh Karin!"

Aduh ini anak, apa dia tahu perutku ini memang kelaparan sejak tadi. Meskipun malu-malu, tetap aku ambil sebuah donat bertabur gula bubuk dengan selai strawberry di atasnya, aku tidak tega mendengar perutku meronta-ronta kelaparan.

"Terima kasih, ya..."

Kuhabiskan dengan lahap donat yang cukup untuk mengganjal rasa laparku setidaknya sampai rumah nanti. Setelah itu aku berpamitan pulang pada Jingga dan mengucapkan lagi terima kasih padanya. Tangannya melambai ke arahku ketika langkah kaki ini pergi meninggalkan masjid.

***

Seperti yang kuharapkan, hari ini hujan gerimis turun begitu indah dan lembut menetes di kulitku. Aku sengaja tidak membuka payung yang kubawa, karena sungguh aku merindukan kesegaran air hujan seperti ini.

Kuperhatikan sisi kanan dan kiriku. Semua pohon-pohon hijau berbaris di sepanjang jalan komplek perumahanku, menyambut kedatanganku. Mereka menunduk merasakan kesegaran hujan. Kupandangi langit mendung. Dari celah-celah awan itu munculah sinar matahari. Sehingga dapat kulihat jelas bagaimana pelangi terbentuk di ujung langit di atas sana. Sungguh ini pertama kalinya aku melihat sebuah pelangi besar terbentuk. Begitu indah. Aku tersenyum memandangi pemandangan indah di atas sana. 

Masya Allah ....

***

Bersambung ....

[END] An Ending OvercastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang