21. Bagai Debu

353 108 12
                                    

Bukan hal baru lagi ketika dunia mulai dicemari tindak tercela seperti pem-bully-an. Bersanding dengan beberapa negara lainnya, Korea Selatan mendapat peringkat tertinggi sebagai penghargaan atas membuncahnya tindak bully. Faktor terkuatnya adalah pemikiran mereka sendiri. Ketika mereka menganggap bahwa seorang teman adalah seorang saingan pula, dari sanalah pengintimidasian itu bermula.

Tak ingin rakyatnya menderita karena persaingan yang terlalu kuat sampai menciptakan angka pem-bully-an yang terlalu tinggi, pemerintah Korea Selatan pun mulai bertindak. Mereka membentuk sebuah tim gabungan yang didalamnya dianggotai pejabat pemerintah, para pakar dan orang tua murid untuk mengatasi kekerasan di sekolah, memberi kampanye besar-besaran untuk menciptakan lingkungan yang aman bagi anak-anak muridnya dan menempatkan aparat penegak hukum yang berpatroli di lingkungan sekolah.

Sayangnya, meski semua itu diterjunkan untuk melindungi semua siswa di belahan Korea Selatan, tapi angka kekerasan itu belum juga menurun. Tahun 2001, seorang pelajar kelewat nekat membunuh temannya sendiri. Kemudian di tahun 2005, 12 pelajar tewas terkait dengan kasus bullying.

Meski Jung-gu hanya berupa daerah pinggiran yang populasi penduduknya tak mencapai angka jutaan, tapi tak dipungkiri, semua itu juga terjadi. Ketidaksukaan mereka terhadap satu sama lain atau kerasnya persaingan membuat anak-anak itu dipaksa untuk menjadi liar.

Ketika kata-kata seperti anak pembunuh, pencuri, anak nggak tahu malu, mulai disematkan di belakang nama Park Jisung, dia tahu semuanya akan semakin parah dari sini. Ketidaksukaan mereka terhadap dirinya membuat kemungkinan itu bisa saja menimpa dirinya.

Sama seperti sebelum-sebelumnya, saat ujian harian diadakan mendadak, satu-satunya yang masih tenang hanyalah Park Jisung. Bahkan ketika kertas-kertas soal itu dibagikan, beberapa keluhan masih terdengar sahut-menyahut. Meminta permohonan supaya wakil kelas baru mereka yang mengampu mata pelajaran sejarah Korea itu menunda ujian hari ini. Tentu saja semua itu tak akan membawa perubahan mengingat seberapa teguhnya pendirian sang guru.

Tubuh semampai itu berhenti tepat di samping Park Jisung. Tangannya menyerahkan sebuah kertas diisi oleh 30 soal essay. Jisung mengangkat kepalanya, mengangguk kecil sebelum bibirnya menggumamkan kata terima kasih samar-samar. Kemudian, kala sebuah senyum dilayangkan sebagai balasan, Jisung terlambat menyadari sebab kepalanya lebih dulu menunduk. Mengenyahkan apapun yang berusaha mengacaukan konsentrasinya termasuk gurunya sendiri.

"Waktu kalian terbatas, cuma 25 menit. Usahakan semua soalnya terisi atau kumpulkan seadanya. Meski ini cuma sebatas ujian harian, tapi siapapun yang melakukan contek-mencontek, nilainya akan dikurangi untuk semester ini secara keseluruhan. Jangan buang-buang waktu untuk mengeluh." Jari telunjuknya terangkat ketika beberapa anak muridnya mulai memberi serangan protes. Lantas mereka bungkam setelah perintah itu mengudara.

Detik berikutnya, yang nampak di netra Jung Jaeyol saat ini hanyalah anak-anak muridnya yang tengah memperjuangkan nilainya. Beberapa dari mereka nampak pasrah, beberapa lagi nampak berusaha sebisa mungkin mengingat materi yang sebelumnya pernah didapat. Sementara di tengah semua itu, satu-satunya murid paling tenang nampak sedikit nyentrik di manik gelapnya.

Park Jisung. Begitu bunyi namanya ketika Jaeyol membuka daftar nilai milik anak didiknya. Bola matanya bergulir mengikuti deretan nilai sempurna yang mengekor di belakang nama Jisung. Kepalanya mengangguk beberapa kali. Jelas menangkap alasan di balik sikap tenang Jisung saat ujian mendadak ini dilangsungkan. Anak pintar rupanya.

Jisung sendiri hampir kehilangan semua semangatnya. Ketika yang ia punya meninggalkannya tanpa permisi, maka yang tersisa hanyalah memori sebagai jejak. Mamanya tak pernah bosan memberinya petuah, sesibuk apapun kamu, tetep sempatin waktu buat belajar ya karena dunia nantinya bakal takluk sama orang yang bisa memanfaatkan otaknya dengan baik, bukan sama orang yang cuma bisa buang-buang uang.

ATTENTION ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang