Apa semua polisi sama kejamnya?
Jisung tahu, aparat-aparat itu memang harus bertindak tegas membasmi semua kejahatan. Walau begitu, hatinya masih tercubit keras ketika mereka menyeret Jaehyun tanpa belas kasihan. Kaki kirinya—bekas tusukan beling itu—bahkan belum diperban dengan benar. Membuat gulungannya terlepas perlahan-lahan. Pada akhirnya, telapak kaki itu tak terbalut apapun. Menciptakan kepedihan yang makin amat terasa.
Bohong kalau Jaehyun sendiri berhasil berkelit dari ketakutannya. Meski berkali-kali hati dan otaknya mencoba untuk sinkron, meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia memang bukan seorang pelaku pada kasus ini, tapi tak bisa dipungkiri, Jaehyun tetap disergap rasa cemasnya. Sebab hanya dia yang tersisa di tempat kejadian perkara. Semua bukti mungkin saja melekat erat pada dirinya. Terlebih ketika ia mencoba kabur, menghindari gerombolan aparat yang bagai kawanan burung walet.
Rasa pedih itu, lebam itu, sakit itu, tak lagi berimbas memberi efek apapun. Ketimbang sebelumnya, wajah tampan itu sedikit lebih bersinar memamerkan pesonanya. Bekas bogeman mantap dari Jaeyol, lumayan memudar sebab berhasil ditangani.
Menilik sebuah papan nama kecil di dada sebelah kiri, Jaehyun menyipitkan matanya. Detektif ini, orang yang menyeretnya dengan tak berperikemanusiaan rupanya Lee Youngjin. Kepalanya tengah menunduk. Sesekali, kibasan suara lembaran kertas mengudara. Mata tajam itu menelisik lebih teliti mengenai beberapa informasi yang disertakan.
"Jadi, orang yang katanya memanipulasi semua dokumen kelulusannya, orang yang terlibat tindak penindasan sebagai seorang guru di Seiyeon, itu korbanmu?" Kalimat itu mengudara. Siap memberi interogasi lebih banyak pada sang lawan bicara. "Kenapa kamu sampai menghabisi nyawanya?"
Membela dirinya, Jaehyun menggeleng tegas. "Nggak, bukan aku yang bunuh dia."
Seakan terbiasa dengan pengakuan yang serupa, Youngjin menggeleng pelan. Tangannya kembali membolak-balikkan lembaran kertasnya yang tersisa. "Kamu bahkan menewaskan dua orang sekaligus. Aku pikir, kamu cuma ada masalah sama si Jaeyol, tapi kenapa penjaga rumahnya sampai mengakhiri hidupnya juga?"
Diserang rasa penasarannya, Jaehyun mengerutkan kening. "Bapak itu, meninggal?" Salivanya diteguk susah-susah.
Youngjin mengangguk membenarkan. "Dia tewas juga. Ada luka sayat berkali-kali di lehernya. Melintang panjang."
Jaehyun mematung. Bukan ingatannya yang mulai eror. Bukan ingatannya yang mulai memudar. Entah apa itu, tapi Jaehyun merasa ada sebuah kejanggalan besar di sini. Yang ia lihat dengan mata kepalanya sendiri, apa yang ia saksikan saat itu, hanyalah tangan Jaeyol yang keras menyingkirkan si bapak penjaga rumah. Beberapa detik kemudian, tubuhnya terhuyung. Berakhir mendarat di sebuah nakas sebelum kepalanya berakhir ditimpa vas bunga.
Menelisik lebih jauh, seharusnya bapak itu meninggal karena luka di kepalanya. Karena pecahan beling yang menghantam tempurungnya tanpa ampun. Bukan malah karena luka sayat melintang di lehernya.
"Ada sesuatu?" Youngjin mempertanyakan. Raut wajah sang terduga nampak mulai berubah. Seolah dia tengah bergelut dengan banyak teori di dalam benaknya sendiri.
Jaehyun mengangguk ragu. "Waktu itu, aku yakin nggak ada siapapun yang sayat lehernya. Maksud aku, bapak penjaga itu tiba-tiba datang dan Jaeyol yang marah, nyingkirin tubuhnya. Tapi sayangnya terlalu kuat sampai bapak itu menghantam nakas. Terus vas bunga jatuh dari atas nakasnya dan tepat jatuh di atas kepala bapak itu." Mulutnya memaparkan dengan penuh sorot keyakinan pula dari pendar matanya. "Jadi, dari kronologi itu, harusnya dia tewas karena beling-beling yang jatuh di atas kepalanya, kan? Kenapa dia tewas karena luka sayat di lehernya?"
Youngjin membeku. Entah siapa yang benar, tapi ia juga tak kalah yakinnya bahwa sang korban kedua memang meregang nyawa akibat luka sayat itu. Lantas kalau skenarionya sama persis seperti apa yang barusan ia dengar, maka pertanyaannya pun tak akan berubah.
![](https://img.wattpad.com/cover/268038840-288-k293256.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTENTION ✔️
FanficJung Jaehyun sempat mengira bahwa dirinya adalah manusia paling menderita di dunia ini. Mungkin dia terlalu nyaman menutup mata sehingga tak menyadari betapa kejamnya dunia dan berapa banyak miliaran orang di luar sana yang nasibnya lebih buruk keti...