Jisung bukan lagi anak baik. Jisung bukan lagi seorang anak yang penurut. Tapi yang tersisa, tinggal sosok Park Jisung yang terperangkap bersama otak pintar-nya. Dia pandai memanfaatkan keadaan.
Maaf.
Satu kata yang teramat ingin meluncur dari belah bibirnya hanyalah sebuah bentuk permohonan maaf yang mendalam. Ditujukan kepada semua orang. Untuk teman-temannya, maaf karena Jisung belum bisa terbuka kepada mereka semua. Untuk orang tuanya, maaf karena dirinya berhasil membuat mereka kelimpungan mengais pundi-pundi uang hanya untuk membahagiakan dirinya. Bahkan untuk Jung Jaehyun yang baru dikenalnya pun, Jisung ingin mengutarakan maafnya. Maaf karena dia berani menciptakan kebohongan.
Pikirannya kacau. Apa yang sekarang mengisi seluruh bagian benaknya hanyalah segala pertanyaan. Simpel, Jisung hanya menanyakan kenapa mamanya benar-benar tak bisa memberikan perhatiannya sepersekon pun baginya. Selama ini, Park Jisung selalu tumbuh dengan perasaan sabarnya yang menggelora. Seberapa banyak pun teman-temannya mengejeknya dengan sebutan raksasa, menara berjalan atau apalah itu—sekalipun beberapa dari mereka sempat menghadiahinya dengan pukulan kecil—Jisung masih mengedepankan kesabarannya. Selama ini pula, Park Jisung selalu tumbuh dengan inisiatifnya.
Jisung boleh dibilang sedikit marah dengan perilaku orang tuanya yang seolah mengabaikannya. Tapi Jisung juga tahu seberapa lelahnya mereka mencari rezeki untuknya. Jadi selama ini, Jisung hanya bisa terus menunggu. Berharap Mama dan Papa nya sadar bahwa ada satu malaikat yang masih bersama mereka. Sayangnya, itu tak kunjung terjadi meski Jisung pernah merasakannya barang sehari.
Semua pertanyaan mencokol semakin dalam di akar benaknya semakin memperparah perasaannya.
Ini bukan sebuah rekayasa momen atau proses syuting sebuah film. Ini nyata Park Jisung yang menyusuri tepi jalan seorang diri dengan setiap tetes air yang mengucur tepat membasahi sekujur tubuh semampainya. Kakinya melangkah lambat meski ia tahu hujan semakin naik ke level teratas untuk semakin deras setiap detiknya.
Semakin parah ketika memorinya lancang memutar sebuah potongan kenangan singkat. Itu sosok Wonhyuk yang sempat tertangkap oleh onyx gelapnya. Pemuda yang sekarang tak lagi dekat dengannya seperti dulu itu, nampak bahagia mendapati ibunya menjemput kepulangannya. Berada di dalam mobil hitam mengkilat, duduk berdampingan, mengobrol hingga menciptakan tawa-tawa penuh euphoria. Katakanlah Park Jisung iri dengan temannya sendiri. Tapi tidakkah itu wajar dirasakan oleh seorang anak yang dianggap antara ada dan tiada oleh orang tuanya sendiri?
Bahkan ketika derit rem bersamaan dengan gesekan roda di atas aspal menyambar rungunya, Jisung masih tak memberikan atensinya untuk apapun. Jiwanya seolah melayang. Ketakutannya lenyap meski guntur tepat di atas kepalanya saling bersahut-sahutan, menyombongkan diri seberapa keras suara mereka.
"Nak! Nggak mau naik? Kamu bisa sakit kalau kehujanan gitu!"
Kakinya berhenti melangkah. Kalimat yang mengudara di sela-sela ributnya hantaman air ke daratan membuat kepalanya menoleh pelan. Keningnya sedikit mengerut menahan dingin yang mulai merasuk.
"Ayo naik aja! Nanti ibumu kasihan kalau nyariin anaknya belum pulang hujan-hujan gini."
Jisung nyaris mengubah pertahanannya untuk masuk ke dalam bus itu. Tapi ketika kalimat berikutnya meluncur dari mulut sang supir, Jisung membeku. Memangnya ada yang mau repot-repot memberikan curahan rasa kasihannya untuk dirinya yang bagai debu ini? Bahkan mamanya mungkin masih disibukkan dengan kertas-kertas yang bertebaran, melupakan anaknya yang diguyur habis-habisan oleh dinginnya hujan.
"Cepet masuk sebelum kamu pingsan di situ!"
Melupakan keras kepalanya, Jisung melangkah mendekat. Teramat pelan. Sosoknya kini lebih mengerikan daripada zombie yang belum mendapatkan mangsa satu pun. Jisung tak pernah mengira harinya akan sehancur ini. Berawal dari nasi goreng kimchi yang disusul oleh kalimat mamanya. Terkadang, Jisung ingin mengutuk ingatan tajamnya. Semuanya masih jelas terngiang meski ia tak lagi menginginkannya.
![](https://img.wattpad.com/cover/268038840-288-k293256.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ATTENTION ✔️
Hayran KurguJung Jaehyun sempat mengira bahwa dirinya adalah manusia paling menderita di dunia ini. Mungkin dia terlalu nyaman menutup mata sehingga tak menyadari betapa kejamnya dunia dan berapa banyak miliaran orang di luar sana yang nasibnya lebih buruk keti...