12. Hidayah

5.4K 680 8
                                    

Adnan menjelaskan secara detail pada Arumi bahwa meskipun ia sering dihibur oleh wanita bayaran, mereka tidak pernah melakukan hal dosa besar itu. Bahkan dengan Zane yang merupakan pacarnya.

Sedikit bingung harus percaya atau tidak, tapi seperti kata orang. Mulut bisa berbohong tapi mata tidak. Arumi menatap mencari sela-sela kebohongan yang Adnan tutupi tapi ia tak menemukan itu.

Arumi berpikir keras, ia bingung harus bagaimana. Di sisi lain ia telah tidak percaya akan cinta lelaki karena ayahnya. Tapi disisi lain, ia kenal Adnan sejak kecil. Seberubah apapun seseorang, pasti hal-hal baik yang biasa mereka lakukan sejak kecil itu membekas.

Mungkin Arumi adalah hidayah yang Allah titipkan untuk membantu Adnan keluar dari kebiasaan lamanya.

Gadis itu harus memberikan kesempatan, mungkin dengan cara ini pula trauma Arumi perlahan angsur membaik.

Kejadian memilukan itu sudah terlewat kurang lebih sebulan lamanya, Zane tidak memunculkan sedikitpun kabarnya membuat Adnan takut dengan apa yang sedang gadis itu rencanakan.

Sebulan penuh meyakinkan Arumi, tibalah saatnya Adnan menemui Ustaz Wildan.

"Kamu udah siap?" tanya Adnan gugup. Arumi mengangguk pelan. Mereka berangkat berempat dengan Bi Ria dan Pak Indra, agar tidak terjadi fitnah diantara Arumi dan Adnan.

Arumi memakai gamis panjang berwarna biru kombinasi abu, jilbab syar'i yang menutupi mahkota miliknya. Membuat gadis itu tampak memukau.

Mereka semua telah bersiap, masuk ke dalam mobil. Arumi duduk dibelakang dengan Bi Ria, sedangkan Adnan duduk dikursi pengemudi dengan Pak Indra yang duduk disebelahnya.

Mesin mobil hidup, dan gas mobil Adnan injak. Mobilnya pun berjalan, membawa mereka ke kampung halaman Adnan dulu. Tak lupa dengan kampung halaman Arumi dimana makam ibunya berada.

~~~

Kurang lebih satu jam mereka di dalam mobil, akhirnya mereka sampai di kampung  tersebut. Sebelumnya Adnan sudah memberitahukan kepada Ustaz Wildan jika mereka ingin datang, nomor telfon yang Arumi simpan dulu ternyata masih aktif membuat mereka dapat berkomunikasi dengan Ustaz Wildan lebih mudah.

Mereka semua keluar dari mobil, dapat dilihat Ustaz Wildan sudah menunggu di depan rumahnya sambil tersenyum.

Berjalan mendekat ke arah rumah itu, mereka bersalaman dengan Ustaz Wildan kecuali Arumi.

Arumi menangkupkan kedua tangannya di depan dada, Ustaz Wildan paham. Arumi adalah anak didiknya hingga berumur dua puluh satu tahun. Sampai dimana ketika ia hendak berulang tahun diumur dua puluh dua, Ardy memaksa Arumi untuk tinggal dengannya. Dengan alibi tidak ada yang mengurusnya dan Arumi adalah anak satu-satunya.

"MasyaAllah nak, bagaimana hidup dengan ayahmu?" tanya Ustaz Wildan yang tidak tau bahwa Arumi telah dijual oleh ayahnya sendiri.

Arumi bingung menjelaskannya, sampai akhirnya Adnan mengambil alih pembicaraan tersebut.

"Ustaz, saya Zaky. Ustaz masih inget? Dulu pernah jadi murid Ustaz, anaknya Umi Asi."

Ustaz Wildan memandang Adnan dengan serius, diperhatikannya wajah Adnan tanpa berkedip.

Hingga akhirnya ia ingat, Ustaz Wildan tersenyum bahagia. Langsung saja ia menarik Adnan ke pelukannya. Adnan adalah muridnya yang paling ia sayangi karena hafalan dan cara bacaan Adnan sangat indah dengan penempatan tajwid yang benar.

"MasyaAllah Zaky, udah besar kamu. Saya sampai pangling karena kamu berubah," ucap Ustaz Wildan tak percaya.

Tak hanya penampilan, bahkan sifat Adnan ikut berubah.

Senyum itu tak turun, menatap Adnan dengan perasaan bahagia. " Bagaimana hagalanmu? Harusnya sudah tiga puluh juz, InsyaAllah bisa kalau sering murajaah. MasyaAllah nak," gumamnya kagum.

Adnan diam, ia bingung menjelaskannya. " Maaf Ustaz, tapi hafalan itu hilang."

Mendengar hal itu Ustaz Wildan kaget, ia seperti tak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Astagfirullah Zaky, kenapa bisa? Kamu sepertinya terlalu sibuk mengejar dunia Zaky, tapi sholat masih aman?" tanya Ustaz Wildan lagi. Tampak diwajahnya terbesit ekspresi kecewa yang berusaha ia tutupi.

Adnan menggeleng pelan, ia menundukkan wajahnya. Ekspresi Ustaz Wildan menjadi datar, tak ada senyum sama sekali.

"Nauzubillah, apa benar kamu Zaky anak murid kebanggaan saya dulu? Anak dari Asiyah?"

Suara Ustaz Wildan mulai meninggi, ia tak habis pikir mengapa anak murid kesayangannya menjadi seperti ini.

Anggukan pelan kembali Adnan berikan, ia ragu untuk mengangkat kepalanya. Takut melihat ekspresi kecewa yang diberikan Ustaz Wildan.

"Kamu ngapain kesini? Kamu sudah lupa dengan ajaran yang saya berikan dan umimu berikan. Kejarlah dunia Zaky, jangan menemui saya! Saya kecewa padamu!" ungkap Ustaz Wildan marah.

Kaki Adnan lemas, ia terduduk di lantai. Ia bingung , ia kehilangan arah setelah uminya tiada. Berteman dengan orang-orang yang berperilaku buruk membuat Adnan terikut menjadi seperti sekarang.

Ia memegang kaki Ustaz Wildan, memohon kepada gurunya untuk membawanya kembali menjadi Adnan Dzaky kebanggaan uminya.

"Ustaz, mohon bantu saya. Saya hendak menikahi Arumi tapi ia mengajak saya untuk bertemu dengan Ustaz, tolong beritahu saya apa syarat agar saya bisa menikahi Rumi!" ujarnya gemetar.

Entahlah, padahal Adnan tidak mudah goyah saat berhadapan dengan para musuhnya atau bahkan kliennya yang sombong. Tapi mengapa saat berhadapan dengan Ustaz Wildan ia merasa lemah?

"Arumi tak pantas mendapatkan suami sepertimu Zaky, kamu saja berani meninggalkan Allah. Apalagi Arumi yang hanya sekedar ciptaannya, kamu pergi saja mencari wanita yang mengejar dunia sepertimu. Arumi pantas mendapat pria yang baik agamanya agar ia dimuliakan oleh suaminya," jelas Ustaz Wildan tegas.

Adnan menggeleng , ia tak mau. Ia sudah menemukan puing-puing rumahnya yang telah hancur dan hilang. Tak mungkin ia lepaskan.

"Engga Ustaz, tolong saya. Saya hanya tersesat begitu jauh, bantu saya agar bisa kembali pada jalan yang seharusnya. Saya hanya punya Arumi dan Ustaz, jika tidak keduanya siapa lagi yang bisa menuntun saya?"

Suara Adnan mulai terdengar lirih, Ustaz Wildan mendengar kesungguhan dari lelaki itu membuat hatinya sedikit terketuk.

Helaan nafas Ustaz Wildan terdengar. "Bangun, ayo ikut saya ke masjid. Kamu pasti belum sholat dzuhur," ujarnya.

Dengan perasaan bahagia, Adnan pun langsung bangkit dan memandang Ustaz Wildan penuh harap.

"Terimakasih Ustaz," ucapnya senang.

Ustaz Wildan pun mengajak Adnan untuk pergi ke masjid dekat rumahnya. Bersama dengan Arumi, sedangkan Bi Ria dan Pak Indra dipersilahkan masuk ke dalam rumah untuk beristirahat.

Perasaan Wildan menjadi gugup, jantungnya berdetak lebih kencang. Ia hanya akan sholat, bukan yang lain. Tapi mengapa ia menjadi resah.

Arumi masuk ke dalam masjid, menunggu Ustaz Wildan dan Adnan yang berjalan masuk ke ruangan wudhu laki-laki.

"Berwudhulah Zaky, atau kamu sudah lupa?" tanya Ustaz Wildan.

Adnan malu mengatakan itu, tapi ia lupa urutannya. Ia seperti orang linglung, padahal hal ini sering ia lakukan dulu dengan bersemangat. Ustaz Wildan pun mengajarinya perlahan, Adnan mengangguk ketika paham dengan penjelasan Ustaz Wildan.

Dengan perasaan gugup, ia berwudhu. Entah mengapa, Adnan merasa ia seperti terlahir kembali.

Sejauh ini dia dari Tuhannya? Hingga dalam wudhunya pun Adnan menangis dengan perasaan bersalah. Mengapa ia meninggalkan Tuhannya hanya karena kelakuan ciptaannya?

To be continue...

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang