Epilog

15.7K 1K 95
                                    

25 tahun kemudian....

Tangannya yang mulai keriput menabur banyaknya bunga yang indah, tak lupa ia siram kuburan itu. Tidak hanya satu, tapi tiga.

Menghela nafas pelan dan seolah terpikir, kapankah tiba gilirannya? Entahlah, kematian itu rahasia ilahi.

Tapi untungnya, dia lebih dahulu melamar istrinya sebelum kematian melamar wanita paling cantik, paling sabar dan paling tulus dimuka bumi ini. Yang bersedia menjadi seseorang yang masih tetap berada di hatinya.

Diciumnya batu nisan yang bertuliskan nama, ' Arumi Hilya Nafisha '. Tidak ada lagi air mata, sendiri. Tak ada siapapun. Tak terasa sudah dua puluh lima tahun Arumi meninggalkan dirinya, membawa anak mereka dan sepertinya mereka sudah bahagia di alam sana.

"Sudah lama sekali sayangku, bahkan sampai hari ini aku masih menganggapmu tertidur lelap dan akan bangun suatu hari nanti hanya untuk sekedar mengatakan hal sederhana yang selalu suka kudengar. Suamiku, seperti itu. Benarkan?"

Semenjak kepergian Arumi, Edward melaporkan Adnan dan Mona dengan tuduhan penyiksaan dan juga pembunuhan berencana.

Edward tau Adnan kebal akan hukum tapi kali ini dia menyerahkan dirinya sendiri, divonis hukuman dua puluh lima tahun penjara saat umurnya dua puluh lima tahun. Suatu kebetulan yang menyedihkan, dan sekarang ia dibebaskan saat umurnya lima puluh.

Saat media tau, mungkin hampir semua menayangkan berita fenomenal ini dimana seorang Adnan menyerahkan dirinya untuk di penjara dengan tempo waktu yang lama.

Hartanya semakin banyak, meski sudah tua tapi popularitasnya tidak berkurang. Media kembali meliput tentang dirinya saat ia bebas.

Tapi itu semua terasa percuma, ia merasa kosong dan hampa. " Aku– aku sangat merindukanmu," lirihnya.

Dua puluh lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, Adnan benar-benar menikmati masa-masa dimana ia menghukum dirinya sendiri dan menyalahkan dirinya sendiri atas kematian Arumi dan putri kecilnya.

Dua puluh lima tahun mendekam di balik jeruju besi, hafalan Al-Quran miliknya kembali. Terlebih saat Arumi masuk ke dalam mimpinya, memeluknya erat, mencium keningnya dan berbisik pelan.

Kembalilah sayangku, dirimu sudah terlalu jauh dari Allah. Allah sangat rindu padamu, kembalilah.

Runtuh, ikhlas itu bohong. Bahkan sampai sekarang ia tidak bisa mengatakan itu jika ditanya apa ia ikhlas dengan kepergian Arumi?

Tak ada jawaban, hanya anggukan pelan. Ia tau dirinya sendiri berbohong. Sangat tau.

Adnan Dzaky, sudah merasakan bagaimana kejam nya karma sesungguhnya dan sekarang ia tau. Hukum alam itu benar adanya. Apa yang kau tanam, itu yang akan kau tuai dan itu terjadi di hidupnya.

Kebencian, balas dendam dan amarah sudah mengambil semua yang ia sayangi.

"Tak akan aku temukan wanita sepertimu bidadariku, aku mencintaimu. Jemput aku saat menurutmu aku sudah siap, oke?" bisiknya lirih di batu nisan istrinya.

Arumi, dia hadir bagaikan cahaya dikehidupan Adnan yang awalnya gelap gulita. Tapi kini, cahaya itu pergi. Hidupnya kembali gelap, namun nyatanya Arumi tidak benar-benar pergi karena Arumi akan tetap kekal di hatinya.

Tidak ada yang bisa menggantikan istrinya, tidak satupun orang.

" Terimakasih sayang, sudah hadir dan mengajarkanku rindu yang paling berat," gumamnya sebelum meninggalkan makam.

Adnan baru saja hendak masuk ke dalam mobil, tapi ia merasa tiba-tiba saja tubuhnya menghangat. Seperti ada yang memeluknya. Lalu bisikan itu terdengar.

Aku mencintaimu, suamiku.

Air matanya menetes, " Rumi..."

Rindu yang paling menyakitkan ialah merindukan seseorang yang sudah tenang dipangkuan Tuhan.

E P I L O G

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang