11. Percaya padaku

5.5K 691 11
                                    

"Lantas, apa yang kau inginkan?" tanya Adnan heran saat mereka berdua sudah berada dikamarnya.

Zane duduk dipinggiran kasur dengan pose panas, berusaha menggoda Adnan. Tapi sayangnya Adnan hanya menatapnya datar. Tak ada ekspresi bahagia sekalipun saat ia menatap Zane.

"Kenapa kau tidak pernah mau bermain denganku? Sedangkan pria lain bersujud di kakiku hanya untuk dinner denganku? Kenapa Ad?" tanya Zane kesal.

Zane ingin meluapkan amarahnya, ia tak perduli. Lagi pula tadi Adnan bilang ingin menikahi gadis bisu itu? Bisa-bisanya ia dikalahkan oleh gadis bisu.

"Aku tak mengerti dengan jalan pikiranmu, kau menolakku untuk kesekian kalinya! Ken– ARGH! Aku benci padamu!" tegasnya lagi.

Ia merasakan wajahnya terasa panas, terlebih diarea matanya. Air mata itu jatuh perlahan dari pelupuk mata Zane, tapi langsung ia hapus.

"Kau bajingan Ad, sialan!" sarkasnya lagi.

Adnan hanya bisa memandang Zane miris, itulah faktanya. Meski mereka sudah setahun lebih menjalin hubungan, tak pernah ada kontak fisik selain pegangan tangan.

Kenapa mereka berpacaran? Urusan bisnis demi memperlancar perusahaan yang Ad bangun kala itu. Dan ya, itu berhasil. Adnan sudah kaya, perusahaannya sudah besar dan dikenal banyak orang. Ia sudah tak memerlukan bantuan gadis seperti Zane.

Zane memandang wajah Adnan yang datar. Tak merasa bersalah sama sekali karena membuatnya menangis. Gadis itu menjadi kesal sendiri, " Kau tau mengapa aku tak pernah ingin menikahimu? Karena kau terlalu gampangan," ungkap Adnan sinis.

Wajah Zane tampak kaget, ia tak percaya kata-kata seperti itu keluar dari bibir Adnan.

"Aku juga tak berniat bermain lebih dengamu, tak ingin hal itu menjadi balasan agar aku menikahimu Zane. Aku memang buruk, tapi setidaknya aku memerlukan gadis baik untuk mengajari anakku kelak agar tidak menjadi sepertiku!" jelasnya.

Berusaha untuk tidak menangis lagi, Zane memalingkan wajahnya dari Adnan menjadi bertolak belakang.Jadi alasan Adnan tidak ingin bermain dengannya selama ini karena Adnan tidak berniat bertanggungjawab? Oh lihat sekarang Zane malu pada dirinya yang seakan menjual tubuhnya segara gratis pada lelaki itu.

"Apa yang kau harapkan? Aku akan menyentuhmu? Jangan pernah kau harapkan hal mustahil itu, aku tak bisa bermain dengan seseorang yang tidak aku cin–!"

Wajah Zane langsung menghadap Adnan dengan air mata yang mulai jatuh. " Kalau begitu jatuh cinta padaku Ad! Aku akan membuatmu jatuh cinta padaku!" ucapnya cepat memotong perkataan Adnan.

Bulir-bulir air mata mulai turun, suara Zane menjadi lirih. Tatapannya sendu, memandang wajah pria yang ia cintai sejak tiga tahun belakang ini.

"Aku tak bi–!"

"Kenapa Ad? Kenapa kau tak bisa mencintaiku? KENAPA?!" teriak Zane keras.

Ia sudah tak tahan, tiga tahun menjalin cinta sepihak membuat dirinya frustasi.

"Kenapa kau tega padaku Ad? Kenapa kau begitu tega padaku? Apa kau membenciku? Apa yang aku lakukan terhadapmu hingga kau bisa berlaku seenaknya seperti ini padaku?" tanya Zane beruntun.

Tangisnya pecah, ia sudah tak bisa membendungnya lagi.

"Zane, aku–!" Adnan menggantungkan kata-katanya. Ia juga kaget saat mulutnya bisa berbicara seperti itu di depan Zane.

Perasaan bersalah muncul dihati Adnan yang beku. Zane baik, setahun ini dia begitu perhatian padanya. Tapi itu tidak cukup untuk membuat ia jatuh cinta.

Hatinya seperti terkunci, hingga kunci itu terbuka saat ia bertemu Arumi.

Adnan jongkok di depan Zane, menangkup kedua pipi gadis itu sambil menatapnya.

"Kau jahat, aku membencimu Ad!" gumam Zane lirih.

Adnan mengangguk pelan, ia wajar dibenci oleh Zane. Sangat wajar.

Jari-jemari Adnan mengelus pelan pipi Zane sambil menghapus air matanya yang terus menetes.

"Jangan menangis," ucap Adnan pelan tapi tak digubris oleh Zane. Zane tetap menangis, ia lelah. Penantiannya selama tiga tahun ini hanya sia-sia ternyata.

"Jahat," ujar Zane dengan suara gemetar.

Adnan tak menyangkal itu, ia mengangguk pelan. Didekapnya Zane, dielusnya pelan kepala Zane yang bertengger di pundaknya.

Pundak Adnan basah karena air mata Zane yang tak kunjung berhenti. Hingga kurang lebih sepuluh menit, akhirnya gadis itu bisa tenang.

Zane memeluk Adnan erat, " Jangan tinggalkan aku Ad, aku gak bisa. Aku sayang banget sama kamu," gumammya pelan tepat di telinga Adnan.

Pelukan itu Adnan lepaskan, ia menatap Zane bingung. Tapi ia tidak ingin kehilangan rumahnya lagi, sudah cukup ia hidup tak memiliki rumah dalam artian yang sebenarnya.

"Tak bisa aku lakukan itu Zane, aku baru menemukan rumahku. Aku akan merawat rumah itu hingga pada saat Tuhan memisahkan jiwa dan ragaku," jelas Adnan pelan.

Berniat hati ingin menjelaskan dengan sangat halus, tapi Zane menolak. Gadis itu langsung berdiri, mengambil tasnya yang tergeletak disebelahnya lalu keluar dari kamar Adnan.

Adnan tak tinggal diam, ia takut Zane akan menyakiti Arumi lagi. Adnan mengejar Zane yang ternyata berlari keluar rumah.

Zane berlari menuju mobilnya, ia menyesali keputusannya datang ke rumah ini.

Saat sudah duduk di mobil dengan mesin yang sudah menyala. Adnan berdiri di sampingnya menatap Zane , tatapan yang membuat gadis itu bingung.

"Ayo anggap kejadian ini tak pernah terjadi, aku akan pulang dan kita bisa seperti semula besok. Ya?" pujuk Zane dengan penuh harap.

Ia tak bisa mempermainkan perasaan tulus Zane lagi, mungkin sudah waktunya gadis itu harus membuka mata. Adnan tidak diciptakan untuknya. Gelengan kepala Adnan berikan membuat ekspresi yang awalnya tersenyum berubah datar.

Tanpa mengucap satu katapun lagi, Zane segera pergi dari rumah itu dengan mobil mewahnya. Pergi dengan rasa kecewa yang teramat dalam. Perjuangannya selama tiga tahun berakhir sia-sia.

"Maaf Zane, tapi hidup selamanya dengan orang yang tidak kucintai itu berat."

Adnan menghela nafas berat, ia langsung masuk ke rumah dan pergi ke kamar Arumi. Entah apa yang terjadi pada gadis itu ia pun tak tau.

Saat hendak masuk ke kamar, ia langsung dihadang oleh Pak Indra.

"Tuan, sebaiknya jangan masuk dulu. Arumi, dia s..."

Pak Indra ragu mengucapkannya.

"Apa? Katakan," suruh Adnan tegas. Dengan berat hati, Pak Indra mengatakannya.

"Sepertinya Arumi punya trauma yang besar, sedari tadi dia pingsan. Saat pingsan dia menangis, dan seakan berteriak keras. Lalu di–!"

Ucapan Pak Indra terpotong karena Adnan yang langsung menerobos masuk. Dilihatnya Arumi yang memeluk Bi Ria.

Bi Ria memberi aba-aba kepada Adnan agar tenang, sembari ia mengelus pelan punggung Arumi. Menenangkan gadis itu.

Adnan menunggu hingga Arumi benar-benar tenang, barulah ia berbicara kembali meski sedikit ragu.

"Rumi," panggil Adnan pelan.

Arumi yang menyadari ada kehadiran Adnan langsung melepaskan pelukannya dari Bi Ria, berbalik menatap Adnan dengan mata yang sembab.

"Percaya padaku ya? Aku Zakymu,"

To be continue....

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang