37. Perpisahan

13.8K 705 49
                                    

Arumi mengalami pendarahan yang sangat hebat membuatnya lemah, air ketubannya pecah dan itu membuat bayinya lemas hingga nafasnya habis.

Di ruang operasi, dokter dan suster mencoba yang terbaik tapi sayang nya mereka hanya mampu menyelamatkan ibunya. Itupun dengan kemungkinan kecil dan kuasa Tuhan Arumi bisa selamat.

Lampu ruangan operasi mati, Adnan langsung berdiri ketika menyadari hal itu. Itu berdiri di depan pintu dan pintu itu terbuka. Dokter keluar dengan senyum sedih.

"Bagaimana Dok? Anak dan Istri saya selamat?" tanya Adnan bergetar.

Helaan nafas dari dokter membuat Adnan tersenyum tipis, sebelum dikatakan ia sudah tau jawabannya.

"Istri atau anak saya?" tanyanya sekali lagi.

Dengan berat hati, dokter menjawab " Istri, dengan kondisi lemas. Tapi dia selamat, namun kami tidak bisa menyelamatkan putri Bapak!" jelasnya.

Adnan tercengang, " Putri? Anak saya perempuan?" tanya Adnan dan dokter itu mengangguk.

Adnan mundur, ia bersender. Matanya tertutup. Apa yang ia lakukan, harusnya tidak seperti ini. Putrinya pergi, putrinya marah padanya maka dari itu ia pergi.

Dokter tersebut menepuk bahu Adnan pelan mencoba menguatkannya tapi itu tidak berpengaruh.

Lelaki itu duduk dengan pikiran kacau, Arumi dipindahkan oleh suster ke ruang ICU dan bayinya dimandikan, dibersihkan dari darah. Juga dibaringkan di sebelah ibunya untuk yang terakhir kali.

Bi Ria dan Pak Indra masuk ke ruangan Arumi, menatap bayi yang sudah tak bernyawa itu dengan sedih. Arumi tak kunjung membuka matanya untuk melihat putri cantik yang ia kandung untuk pertama dan terakhir kali.

Pintu terbuka menampakkan Adnan yang berdiri dengan tatapan kosong, Bi Ria dan Pak Indra memberi ruang untuknya.

Adnan berjalan masuk, menatap Arumi yang masih setia memejamkan matanya dan tak kunjung bangun.

Lalu disampingnya, terbaring tak bernyawa putri kecil yang belum sama sekali merasakan bagaimana di sentuh hangat oleh sang ibu.

Kaki Adnan mendadak lemas, ia seakan tidak bisa melangkah untuk maju. Terasa berat dan terasa sangat jauh.

Jika ini mimpi, maka cepat bangunkan Adnan karena ia benci mimpi ini.

"Tuan, jangan sampai air matamu mengenai jasad putrimu sendiri. Kasian dia," ucap Pak Indra pada Adnan yang sekarang sudah berdiri di depan Arumi dan anak mereka.

Cerita mereka bukankah terlalu singkat dan miris?

Tangan Adnan perlahan mulai memegang kain yang membaluti tubuh putri kecilnya yang tak bernyawa. Di angkatnya perlahan, seakan takut putri kecilnya terluka atau tergores karena ulahnya.

Adnan dekap, Adnan peluk. Seharusnya ini menjadi hari yang bahagia, harusnya. Tapi tidak, dia memilih pergi. Mungkin dunia terlalu kejam untuk malaikat kecilnya. Itulah alasannya pergi secepat ini.

Mencoba terus menahan air mata itu, tapi tak bisa ia bendung. Adnan langsung meletakkan bayinya di samping Arumi kemudian terduduk lemas.

"Bi, anakku pergi. Dia malu sama ayahnya makanya dia pergi, iyakan?" tanya Adnan pada Bi Ria.

Adnan memukul lantai membuat ruas-ruas jarinya berdarah, terus menerus. Bahkan saat sekarang ia tidak merasakan sakit sama sekali karena luka hatinya lebih sakit daripada itu.

"Tidak Tuan, dia tidak marah tapi ini balasan dari hukum karma yang Tuan perbuat!" jawab Bi Ria.

Adnan menutup wajahnya, ia malu. Ia malu saat orang lain melihatnya di saat seperti ini.

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang