28. Kenapa?

4K 438 55
                                    

Jam dinding di ruang tamu sudah menunjukkan pukul tiga lewat empat puluh menit. Arumi dan Bi Ria telah bersiap. Mereka akan berangkat sekarang yang langsung diantar oleh Pak Indra.

"Bibi, a-aku takut."

Pandangan Arumi tampak sendu, ia hanya bisa menatap lantai yang ia injak sambil berusaha untuk tetap berpikir positif tatkala dm dari akun tidak dikenal itu semakin banyak dan membuatnya semakin khawatir. Sebenarnya siapa dia?

"Rumi, ada Bibi dan Pak Indra. Kamu gak sendiri, ada kami. Paham?" jelas Bi Ria mencoba menenangkan Arumi. Tersenyum simpul, tampak tenang tapi nyatanya tidak. Hatinya gusar, ia bingung dan bimbang.

Apa ini cobaan lagi untuknya? Apa ia terlalu kuat hingga Allah memberi nya cobaan tanpa henti?

Menghela nafas berat, pintu rumah dirapatkan lalu dikunci dari luar. Pak Indra duduk menyetir mobil sedangkan Arumi dan Bi Ria duduk di belakang. Mobil pun bergerak menuju kantor dengan hati Arumi yang semakin gelisah dan tentunya jantung wanita itu yang berdetak hebat.

Tangan wanita itu mengelus pelan perutnya yang sudah membesar, kandungannya sudah mendekati usia tujuh bulan dan ia mendapat kabar seperti itu membuat hormonnya semakin tidak stabil.

Bi Ria menggenggam jari jemari Arumi yang kian mendekati kantor semakin dingin, ia tau perasaan Arumi. Tidak bisa melakukan apappun selain berdoa agar semuanya hanya tipuan belaka.

Tidak memberi kabar atas kedatangan mereka. Pak Indra melaju di jalanan yang lumayan sepi karena memang sekarang belum waktunya pulang dan sudah lewat makan siang yang artinya orang-orang masih sibuk berasa di kantor.

Tidak memerlukan waktu yang lama seperti biasanya, mereka akhirnya sampai. Mobil itu masuk ke parkiran kantor dan memarkirkan mobil itu dengan rapi barulah setelah itu Arumi dan Bi Ria turun yang diikuti oleh Pak Indra.

Langkah kaki mulai membawa mereka bertiga masuk ke dalam kantor yang mewah itu, awalnya biasa saja hingga semua karyawan menyadari kedatangan Arumi membuat mereka kaget.

"Pagi Bu Rumi," sapa salah satu karyawan ramah. Arumi menjawab dengan ramah pula. Mereka kaget dan seketika takut.

Arumi, Bi Ria dan Pak Indra mulai memasuki lift untuk pergi ke lantai atas dimana ruangan Adnan berada. Saat sudah memasuki lift, bisikan dan omongan para karyawan tidak terelakkan.

"Aku dengar tadi Kaila akan kembali menggoda Pak Adnan, bagaimana jika Bu Rumi melih–!"

"Kasian Bu Rumi, Pak Adnan memang tidak akan bisa berubah!"

"Padahal jika dilihat, Bu Rumi tidak mempunyai celah sedikitpun. Tapi, ah sudahlah jangan ikut campur. Ini urusan mereka, kita cukup menjadi menonton saja!"

"Ternyata benar, lelaki tidak akan bisa meninggalkan kebiasaannya meskipun ia sudah memiliki istri yang luar biasa,"

"Tidak semua, tapi aku yakin Pak Adnan akan sangat rugi jika meninggalkan Bu Rumi yang sedang mengandung anak mereka!"

Berbagai debatan, perbincangan ini menimbulkan rasa penasaran yang sangat besar membuat ada beberapa karyawan yang nekat naik ke atas dan hendak mengintip.

Debaran kuat jantung Arumi tidak terelakkan, helaan nafas berat juga tidak kunjung usai. Ia takut, jari jemarinya semakin dingin dan memutih.

"Bibi," gumam Arumi pelan.

Bi Ria mengelus pelan kedua bahu Arumi lalu mengelus pelan perut Arumi yang membesar. " Jangan pernah takut kecewa Arumi, Allah menjamin hidup hambanya jika kita bergantung pada-Nya."

Diyakinkan beribu-ribu kali, ditenangkan sebanyak apapun itu sama sekali tidak berpengaruh. Pikirannya terlalu buruk sekarang.

Tak lama, lift berdenting dan pintu lift terbuka menunjukkan bahwa mereka sudah sampai di lantai tujuan. Mencoba yakin dan percaya pada sang suami, Arumi berjalan menuju ruangan Adnan didampingi oleh Bi Ria dan Pak Indra.

"Bibi di sini Rumi, jangan takut. Ada Pak Indra juga, kamu gak sendiri nak."

Kepala Arumi terasa sakit, ia pusing karena terlalu banyak berpikir. Berjalan pelan dengan dipegangi oleh Bi Ria hingga sampailah ia di depan pintu ruangan Adnan.

Pak Indra mengetuk dan mendapat jawaban dari Ruli sekretaris Adnan.

"Masuk!" suruh Ruli.

Pintu terbuka, menampilkan Arumi dengan perut besarnya dan diikuti oleh Bi Ria dan juga Pak Indra.

Ruli kaget, lalu tak lama ia mengingat bahwa Kaila sekarang sedang bersama Adnan di dalam ruangan mereka.

Seketika pikiran Ruli menjadi blank alias kacau balau. Ia cengo dan bingung.

"Assalamu'alaikum Ruli," ucap Arumi ramah.

Tampak ekspresi Ruli yang membuat Arumi semakin curiga. Seperti ketakutan akan sesuatu.

"Wa–Wa'alaikumussalam Bu Rumi," jawabnya kaku.

"Suamiku ada di dalam?" tanya Arumi pelan.

Bibir Ruli kelu, ia tak bisa mengucapkan satu kata pun. Bahkan untuk mengucapkan kata tidak ia tak bisa. Hanya anggukan kepala yang akan ia rutuki sepanjang hidup.

Arumi mengangguk pelan, suaminya ada di dalam ruangannya. Sekarang kecurigaan Arumi semakin besar apalagi saat kedatangannya yang tiba-tiba. Jika dulu disambut dengan hangat dan ceria tapi mengapa sekarang mereka seolah kaget dan takut?

Begitu juga dengan Ruli, apa dm instagram dari anonymous itu benar? Apa yang Adnan tutupi darinya selama ini?

" Aku masuk ya Ruli, permisi."

Niat mencegah, tapi tak bisa. Ia bingung, " B– Bu Rumi!" panggil Ruli.

Ia harus mencegah Arumi bukan? Tapi itu berarti ia mendukung Adnan untuk tetap bermain di belakang Arumi yang sudah jelas istri sah dan sedang mengandung anaknya?

Arumi menoleh lalu tersenyum menatap Ruli, " Iya kenapa?"

Ruli kembali terdiam, saat melihat senyum Arumi ia tak tega membiarkan wanita setulus ini dipermainkan begitu lama.

Ruli menggeleng membuat Arumi mengernyit heran. Ruli duduk, memandang Arumi yang sekarang sudah berdiri di depan pintu ruangan Adnan. Tangan Arumi memegang knop pintu, wanita itu mencoba meyakinkan dirinya.

Rumi, tidak akan ada kata kecewa jika melibatkan Allah di dalamnya!

Pintu terbuka dan mereka masuk, mata Arumi memandang seluruh isi ruangan. Kosong, kemana suaminya?

"Kok gak ada suamiku ya Bi?" tanyanya heran.

Mereka bertiga masuk dan melihat ke sekeliling, tidak ada yang mencurigakan sama sekali. Tidak saat Pak Indra mendengar suara rintihan seorang gadis yang membuatnya kaget.

"Ini suara siapa?" tanya Pak Indra saat suara rintihan itu semakin jelas.

Bi Ria kaget begitupun dengan Arumi. Mereka bertiga memandang rak buku yang terpajang. Arumi ingat, ia pernah dibawa oleh Adnan ke sini. Dibalik ini ada kamar pribadi.

Untung saja ingatan Arumi bagus hingga ia ingat bagaimana cara membuka pintu jalan masuk ke kamar pribadi Adnan. Tak bisa melakukan apapun selain membaca basmalah.

Dan pintu terbuka, mata Arumi memandang dua orang yang tampak sedang berciuman dengan panas di atas tempat tidur. Handphone yang ia pegang terlepas membuat bunyi suara hingga kedua orang yang sedang bercumbu itu sadar bahwa ada yang memperhatikan mereka.

Arumi tak percaya, katakan jika ini mimpi buruk dan sekarang ia ingin bangun. Air matanya menetes, jadi dia kembali seperti dulu?

"Kak Zaky?" panggil Arumi dengan nada lirih.

To be continue...

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang