20. Pulang

3.4K 418 16
                                    

Semenjak itu, Kaila mulai merencanakan misinya. Tapi rencana yang ia susun tidak terang-terangan seperti tadi, kini ia akan main cantik. Mendekati Adnan perlahan, masuk ke hidupnya lalu membuat Adnan tergantung padanya.

Setelah Adnan merasa jika ia lebih baik dari Arumi, maka pada saat itulah Adnan akan meninggalkan Arumi dan menikahinya. Indah sekali tapi itu masih rencana.

Pekerjaan Adnan dan Edward disini telah selesai, akhirnya mereka bersiap untuk pulang. Duduk di kursi bandara sambil menunggu jadwal keberangkatan mereka ke Indonesia.

Kaila duduk di samping Arumi, membuat Adnan seketika was-was. Kaila kaget saat tangan Adnan memeluk pinggang Arumi, membuatnya sedikit geram.

"Aku tak akan menyakiti istrimu, tenang saja. Aku cuma ingin meminta maaf padanya atas kejadian tadi," ujar Kaila sambil tersenyum. Ia harus bisa membangun sisi positif bukan? Jika tidak, bagaimana bisa ia meluluhkan seorang Adnan.

"Istriku pemaaf, dia sudah memaafkanmu jauh sebelum kau meminta maaf padanya. Duduk yang jauh, jangan dekati istriku!" ucap Adnan geram.

Kaila takut melihat tatapan sinis dan nada sinis dari perkataan Adnan. Akhirnya ia memilih duduk dipojok dekat dengan Edward.

Kepala Arumi bersandar di bahu suaminya, matanya sedikit terlelap. Ia membalas pelukan Adnan erat.

"Tidak ada yang bisa menyakiti cantikku, istriku. Bidadariku," gumam Adnan. Ia mengecup lembut kening istrinya dengan sayang. Mata yang terlelap tak bisa menghentikan bibir Arumi untuk tidak tersenyum.

Kembali, dua puluh dua jam mereka tempuh untuk pulang ke Indonesia. Berangkat sekitar pukul sepuluh pagi dan sampai kurang lebih pukul delapan pagi.

Pak Indra sudah menunggu bersama Bi Ria di bandara. Mereka menunggu di kursi yang disediakan. Tak lama, Arumi dan Adnan muncul sambil menyeret koper. Dengan sigap Pak Indra berdiri dan mendekat ke arah mereka. Mengambil alih koper. Bi Ria pun sama, ia sigap berdiri dan menghampiri mereka.

"Alhamdulillah sudah sampai, gimana Rumi honeymoon-nya?" tanya Bi Ria sekalian menggoda. Bi Ria menyenggol pelan bahu Rumi. Rumi tersenyum malu.

"Ayo Tuan, Rumi. Kita pulang, Bibi sudah masakin makanan enak untuk kalian. Kalian pasti lelah, ayo cepat supaya kalian bisa istirahat!" ajak Pak Indra bersemangat.

Adnan tersenyum tipis, bahkan sangat tipis hingga tak ada yang menyadari lelaki itu tersenyum. Mereka berjalan cepat untuk keluar dari bandara. Pak Indra meletakkan koper di dalam bagasi. Adnan dan Arumi masuk di kursi belakang sedangkan Bi Ria dan Pak Indra di kursi depan.

Mobil pun hidup dan mereka melaju pulang kerumah dengan mobil mewah Adnan.

Edward dan Kaila menatap kepergian Adnan dan Arumi hingga mobil itu hilang karena jarak. Edward iri, meskipun Adnan sudah tidak mempunyai orang-tua yang lengkap sepertinya. Setidaknya masih ada yang peduli pada lelaki itu, tidak seperti dirinya. Orang-tua lengkap, dengan pasangan baru mereka dan Edward? Dilupakan.

"Aku iri pada Adnan," gumam Edward yang ternyata di dengar oleh Kaila. Kaila menatap lelaki itu.

"Apa yang kau irikan? Kalian sama saja tapi tentunya Adnan lebih menawan," jawab Kaila.

Edward berdecih pelan, " Tak bisakah kau membelaku? Membuatku merasa lebih dibanding pria itu?"

Kepala Kaila menggeleng, " Kalian berbeda, dan kau kalah dibandingkan Adnan. Maka dari itu aku mengincarnya untuk menjadi milikku,"

Mata Edward mengerling, ia kesal tapi apa yang dikatakan oleh Kaila memang benar adanya. Ia kalah jika dibandingkan dengan sahabatnya itu.

Tak lama, taksi pesanan Edward datang. Supir itu keluar dan langsung memasukkan koper mereka di dalam bagasi. Edward masuk, diikuti oleh Kaila.

Di dalam mobil, Kaila memutuskan bertanya tentang hal yang mengganjal dipikirannya selama ini.

Duduk dengan menghadap ke arah Edward, Kaila menatapnya dengan mata penuh tanda tanya.

"Ed, kenapa aku tidak pernah mendengar istri Adnan berbicara?"

Edward kaget, kenapa tiba-tiba anak ini bertanya tentang itu!

"Kenapa memangnya? Apa itu penting buatmu?" tanya Edward balik.

Kaila menggeleng, tidak penting juga sih. Tapi ia hanya kesal karena perlakuan Arumi yang seperti itu. Kaila membenarkan posisi duduknya menjadi menghadap depan. Ia bersandar.

Matanya melirik Edward sebentar, " Kau benar, suaranya tak penting buatku. Yang penting darinya adalah Adnan. Suaminya,"

Edward menghela nafas, ia kesal dengan gadis ini. Mengapa terlalu terobsesi dengan Adnan? Dan ia juga kesal dengan Adnan. Mengapa semua wanita harus memilihnya dan tak pernah menatap Edward lebih. Ia iri, ia juga ingin diperlakukan seperti itu. Hanya seseorang saja, itu sudah lebih cukup untuknya.

~~~

Mobil berhenti di depan rumah mewah. Adnan membuka pintu, ia keluar dari mobil kemudian diikuti oleh istrinya.

"Alhamdulillah Tuan dan Rumi sampai dengan selamat kembali ke rumah, ayo masuk Tuan, Rumi! Kalian pasti lapar, Bibi sudah masakin makanan kesukaan kalian berdua!" ajak Bi Ria antusias.

Pak Indra langsung saja membawa koper milik Adnan dan Arumi masuk ke dalam rumah setelah dikeluarkan dari Bagasi.

Seperti rasanya lama sekali meninggalkan rumah. Mereka langsung berjalan menuju dapur untuk makan siang.

Bi Ria dengan gesit menyajikan makanan enak itu, mata Arumi berkaca-kaca. Ia tak pernah diperlakukan seperti ini sebelumnya.

Jika ia bisa berbicara, mungkin saja ia tak bisa berhenti mengucapkan terimakasih kepada Bi Ria dan Pak Indra yang telah menyayangi dirinya seperti keluarga.

"Sama-sama Rumi, makan ya. Bibi masak ini khusus untukmu dan suamimu," jawab Bi Ria seakan tau tatapan Arumi padanya.

Arumi tersenyum senang, mengangguk pelan kemudian mereka berempat menyantap hidangan yang telah Bi Ria sajikan dengan khidmat.

Terlalu indah kisah mereka hingga mereka tak sadar akan kehadiran mata-mata yang mengamati pasangan suami istri itu. Yang duduk bersebelahan, saling pandang dan bahagia.

"Lapor Nona, target sudah ada di Indonesia. Menurut informasi yang saya dapatkan besok mereka akan pergi ke rumah sakit sekitar pukul delapan pagi. Apa yang harus saya lakukan?" ucap mata-mata tersebut kepada Nonanya melalui telepon.

Gadis yang dipanggil nona itu tersenyum, duduk di kursi kantor kebanggaannya
Baiklah, rencana yang ia susun akan segera dilaksanakan.

" Jangan lakukan apapun, cukup awasi dan tetap lapor gerak-gerik mereka. Aku hanya menunggu waktu yang pas untuk menyelesaikan semuanya. Aku ingin menuntaskan semua sendiri, agar lebih puas!" jawabnya.

Mata-mata tersebut sedikit kaget mendengar penuturan tuannya. " Apa tidak berbahaya? Lawan Nona adalah Adnan Dzaky, dia bukan orang biasa!"

Terdengar kekehan dari gadis itu di balik telepon. " Tenang saja, yang kuincar bukanlah Adnanku. Tapi hanya gadis pengganggu yang sekarang telah resmi menjadi istrinya, membuat Adnan mencampakkan diriku hanya karena gadis bisu itu!"

Meski tak disebutkan nama gadis itu, tentu saja kalian tau bahwa dia adalah Zane.

Bersiaplah Arumi!

To be continue....

Jodoh Pilihan Umi [ End ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang