2.2

23 9 7
                                    

Ting!

Bunyi itu menjadi pertanda dimulainya permainan. Aku memasang kuda-kuda kuat. Di hadapanku Saga melotot tajam bersiap memukulku dengan Safir yang mulai mengacak-acak sistem pertahananku dan Rena. Tembakan anak panah yang diluncurkan Rena tak ada satu pun yang mengenai target. Aku membuka tanganku agak lebar. Membuat ruang terbuka di depan dada. Ini akan memancing Saga untuk segera melancarkan serangan.

Tepat saat pemuda itu menghantamkan gada ke arahku, aku pun melangkah menuju sisi Safir dengan tangan mencengkeram erat pada bahu Safir. Salah satu tanganku yang lain begitu ingin menarik kepalanya. Namun, aku mengurungkan niatku mengingat dia masih adikku. Meskipun di atas gelanggang tidak sebegitu sakit jika dibandingkan dengan di alam liar tapi tetap saja ingatannya akan menyimpan ini. Ya, walaupun ini hanya latihan.

Satu anak panah yang dilempar Rena menancap tepat di bahu kiri Saga. Dentingan keras kembali dibunyikan. Selesai secepat ini? Agaknya terlalu cepat. Ya sudahlah. Toh ini hanya sekadar latihan.

"Bagus sekali, Kak!" Safir tersenyum lebar ke arahku. Aku membalasnya dengan usapan lembut di rambutnya. "Aku terkejut saat kakak tiba-tiba mencengkeram bahuku dengan kuatnya. Aku kira kakak hanya kan terfokus pada Saga saja."

"Mungkin lain kali kita bisa belajar bersama-sama lagi, Safir. Jangan lupa untuk terus mengasah kemampuanmu dan jangan hanya terfokus pada pertahanan musuh," ucapku sembari melangkah ke luar gelanggang. "Oh, iya, apakah tadi menyakitkan? Jika kau merasa agak nyeri atau rasa sakit lainnya segera katakan ya. Biar bagaimana pun kau tetap saudariku." Segera aku meninggalkan mereka dan menemui Baginda Raja.

"Bagus! Aku menantikan ini sejak lama! Akhirnya kau mulai terbiasa dengan sarung tangan itu." Aku hanya mengangguk tanpa ekspresi. Raja Aaron memberiku sebuah kalung dengan liontin singa. Awalnya aku enggan menerima namun beliau terus memaksaku untuk memakainya. Akhirnya mau tak mau aku tetap memakainya.

Beliau terus mengajariku cara memanah. Menurutnya daripada membuat salah satu kekuatanku menonjol, beliau lebih suka jika aku tak memiliki kelemahan sedikit pun. Padahal menurutku itu tidak akan berimbas banyak pada Kerajaan Bulan. Satu dua anak panah meleset. Setiap kali anak panah meleset maka aku harus menambah jumlah panahanku sebanyak lima panahan lagi. Tak hanya itu, apabila anak panah yang dilontarkan mencapai luar area panahan aku pun harus mengulanginya lagi.

"Terus lanjutkan!" teriaknya dari kursi emas di atas tribune.

Aku mulai lelah sebab terus-terusan berdiri di tengah area yang begitu terik. Meskipun tinggal di Tanah Rembulan, jangan sekali-kali kamu bayangkan bahwa kami memiliki siklus siang malam yang berganti setelah setengah bulan. Kami memiliki matahari artifisial yang berputar mengelilingi Tanah Rembulan sesuai dengan jam di Bumi Manusia.

Dua jam kemudian Raja Aaron baru memintaku untuk beristirahat bersama mereka-mereka yang telah selesai berlatih. Rena, Saga, Safir, dan beberapa anggota prajurit kerajaan terduduk letih di bawah tenda emas yang tersedia di sisi kanan pintu masuk.

"Kemampuanmu banyak berkembang. Mau berburu bersama?" tanya Saga sesaat setelah aku duduk di sampingnya. Aku mengangguk mantap dengan senyum simpul sebagai jawaban atas pertanyaannya.

Saga bukan orang yang benar-benar penurut. Dia salah satu makhluk bermuka banyak, tidak hanya dua. Dia pasti dapat dengan mudah menyembunyikan ini. Aku mendekatkan diri ke telinganya membisikkan sesuatu. "Ya, aku tahu." Kan, benar apa kataku. Dia pasti tahu ini.

"Lalu bagaimana menurutmu?" Aku menatapnya penuh kesungguhan. Dia hanya tersenyum dan meraih botolnya lantas meneguk sisa air yang ada sampai habis. "Biarkan saja. Kita ikuti permainannya saja, Rem." Aku tertegun mendengar jawabannya. Semudah itu kah bagi Saga?

Behind The Moonlight (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang