Malam yang sunyi, ditemani jangkrik yang setia bernyanyi. Masih dengan tiga jiwa yang sama, Raja, Dave dan Arka masih memutuskan untuk tidak pulang sekarang."Terus kapan kita mau pulang?" Raja menghentak-hentakkan kepalanya ke dinding sambil matanya menatap lurus ke langit. "Untung bekal sama camilan gue tadi masih nyisa."
Arka sibuk mengunyah keripik kentangnya dan berkata, "Ya ngapain pulang, di sini aja sampai modar." Pemuda itu bersender di pilar, menikmati malam yang sepertinya akan panjang.
Dave bermain-main dengan bukunya, memakai cahaya bulan sebagai penerang 'tuk membaca. Menurutnya, terlalu menyayangkan jika harus memakai penerangan dari ponsel, tidak ada dari mereka yang membawa power bank. "Tipe teman itu ada empat."
Raja dan Arka menoleh. "Apaan?" tanya mereka bersamaan.
"Kepo," jawab Dave, membuat dua manusia di hadapannya hampir tersungut kekesalan.
Dave lalu membalik kertas bukunya, melanjutkan ke halaman berikutnya. "Pertama. Teman yang seperti makanan. Kalian selalu membutuhkannya." Pemuda itu kemudian melirik Raja dan Arka. "Makananku~"
"Bacot ya lo dasar kutil kuda!" Arka menggulung buku paket yang ada di tasnya, memukuli Dave yang terkekeh sambil melindungi kepala.
"Lanjutin." Raja melirik buku yang si pemuda berkontur wajah blasteran itu pegang.
"Ya sabar, Sumanto."
Dave menggeser posisinya, berpindah tempat, mencari pencahayaan. "Kedua, teman yang seperti penyakit. Mereka selalu bersama kita, tapi tidak baik untuk kesehatan gigi dan empedu."
"Gak ada hubungannya, Yanto!" Lagi dan lagi Arka memukuli Dave dengan buku Sosiologi-nya.
Dave ikut memukuli Arka yang duduk di tepi-tepi dinding pembatas, membuat pemuda dengan sifat bobrok stadium 5 itu hampir menjadi penghuni neraka jika tidak berpegangan pada pilar.
"Lihatlah, kuda dan keledai sedang bertengkar." Raja tertawa sambil menonton sinema konyol di depannya saat ini. "Jatoh gih."
"BACOT!" teriak Dave dan Arka bersamaan yang membuat Raja terpojok.
Dave kembali duduk di samping Raja, sedikit terbatuk—ia sengajakan, lalu membuka kembali bukunya yang tertutup tadi. "Oke, dengerin ya, wahai para pendosa."
"Ketiga. Teman yang seperti tanah, bisa kalian temui di mana-mana, ya contohnya kaya temen sekelas kita, sama kecebong yang Raja temuin tadi."
Kini giliran Raja yang menghantam kepala Dave dengan ransel beratnya. "Gue capek nungguin, cepet selesaiin!"
Dave mengelus-ngelus jidatnya. "Jahat kau, Kakanda, semoga lo mati nanti mayatnya dikukus." Lelaki itu kembali berurusan dengan bukunya. "Hah ... yang keempat."
Dave membalik halaman bukunya, mata cokelatnya bercahaya ditimpa sinar bulan. "Angin, seperti angin."
Raja dan Arka menaikkan satu alisnya. Dave yang tiba-tiba tersentak dari lamunan langsung melanjutkan.
"Maksud gue. Teman yang seperti angin. Gak bisa kalian liat, tapi selalu ada buat kalian."
Arka ber-ohh ria. "Gitu doang?" tanyanya dengan mulut berlepotan bumbu keripik kentang.
Dave mengangguk, berlanjut ke halaman selanjutnya dan tidak berkata apa-apa lagi. Raja yang kepo memiringkan kepalanya ke arah Dave, ikut membaca buku yang temannya pegang itu.
Raja mengernyitkan dahinya, entah buku apa yang Dave baca, ia tidak mengerti. Random, pikirnya. Ia tatap sketsa origami berbentuk burung di kertas kuning buku tua, terpaparkan dengan jelas pernyataan yang sudah ia baca dan dengar ribuan kali. Jika kau membuat seribu origami burung, keinginanmu pasti akan terkabulkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Raja Bumi
RomanceSetiap manusia layak untuk dicintai. Tidak peduli seberapa buruknya seseorang, seberapa hancurnya seseorang, dan seberapa menyedihkannya seseorang, tapi dia tetap layak untuk dicintai. Seiring berjalannya waktu, yang ditakdirkan pasti akan dipertemu...