5. Dua Cincin

1.3K 239 32
                                    

*Itu lagu di mulmed diputar biarrrrr ... gitu deh*

Yang terjadi dengan Prilly .....

"Lo harus konfirmasi dulu sebelum bertindak gegabah." Akbar menegur keras tindakan kekanak-kanakan Prilly yang langsung menutup seluruh akses untuk kekasihnya. "Jangan jadi bocah gini, Ly!"

Prilly mendengus tidak peduli dengan protes yang diajukan Akbar. Setelah selesai menutup seluruh akses untuk Ali, gadis itu meletakkan ponselnya dengan gerakan kasar, menandakan jika dia benar-benar kesal kali ini.

"Elo nggak usah ikut campur urusan gue," cerca Prilly, kemudian beranjak dari dapur. Suasana hatinya sudah jatuh dan tidak baik sama sekali saat ini. Rasa ingin mengacak-acak wajah Mawar semakin bertambah dari hari ke hari.

Langit masih gelap ketika Prilly keluar dari rumah untuk duduk di beranda rumahnya yang hanya menjadikan beberapa meter sebagai sekat dengan rumah sepupunya yang lain. Kembali tinggal di kawasan Danadyaksa bukan sesuatu yang bisa Prilly banggakan seperti sedia kala. Tidak ada yang perlu dibanggakan dari nama keluarga dan hunian mewah kelas atas milik kakeknya, sebab semuanya tidak berguna sama sekali saat rasa kekeluargaan di hunian ini nyaris sama sekali tidak ada. Prilly merasa seluruh anggota keluarga di perumahan ini selalu menggenggam racun di tangan untuk berjaga-jaga dan kemudian akan melepas racun tersebut saat mereka dalam keadaan tertekan. Prilly tidak tahu jelas itu racun jenis apa. Intinya racun dalam genggaman tersebut haruslah yang bisa mematikan atau minimal menarik keluarga lain dalam lubang kesengsaraan yang sama. Ya ... itu mengerikan. Tidak ada pengecualian apa pun, karena Prilly sendiri pun mempunyai racun untuk berjaga-jaga. Untuk sekarang, dia masih menyimpan racun tersebut baik-baik. Tapi, suatu hari nanti, Prilly pastikan racun itu akan ia tabur-taburkan dengan disertai tawa menggelegarnya.

Ketika mengangkat kepala, Prilly bisa melihat jika rumah kakeknya di seberang sana yang tadinya gelap, kini perlahan mulai terang dengan lampu yang menyala satu per satu. Menatap bangunan itu selalu membuat Prilly teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Ali. Tepatnya  empat tahun yang lalu.

4 tahun yang lalu,
Hari kelulusan.

Prilly menatap pantulan dirinya pada cermin besar di depan sana. Penampilannya hari ini sempurna untuk menghadiri hari kelulusan di sekolahnya. Untuk menyambut hari besar ini, Prilly mengerahkan seluruh kemampuannya untuk memberikan perawatan diri semaksimal mungkin. Hari ini, dia ingin menjadi pusat perhatian orang-orang! Itu keinginannya. Setelah puas dengan hasil jerih payahnya selama dua jam untuk merias diri, Prilly meninggalkan cermin besar tersebut untuk keluar dari kamar diikuti oleh asisten pribadinya di belakang. Prilly biasanya memanggil asistennya tersebut bunda Lala, meski Lala belum menikah. Karena menurutnya, Lala itu sudah seperti ibu keduanya yang selalu bisa memberikan jalan keluar dari setiap permasalahan Prilly.

Ketika akan menuruni tangga, Prilly berhenti melangkah. Kedua kakinya berpijak tegas sebelum berbalik untuk berhadapan dengan bunda Lala. "Bun, aku cantik, tak?"

Bunda Lala tersenyum sambil memberikan satu acungan jempol dengan semangat. "Tuan putrinya Bunda selalu cantik," puji perempuan itu dengan tulus.

Semenjak Lala dipekerjakan sebagai asisten anak majikan di depannya ini, Lala sudah berpikir jika dia akan menghadapi anak super manja yang penuh dengan perintah. Namun, Lala salah besar. Putri bungsu dari keluarga Hardian Danadyaksa ini bukan manja. Dia hanya tidak tahu cara mengerjakan sesuatu karena sejak kecil tidak pernah dibiarkan untuk mengerjakan apa-apa. Prilly hanya disuruh belajar, ikut kelas tata krama setiap harinya, kemudian diajarkan menjadi perempuan yang penuh dengan pesona diri oleh mamanya. Prilly dididik seakan-akan dia benar-benar seorang putri mahkota dari sebuah kerajaan. Etika anak majikannya ini patut untuk diacungi jempol, karena bisa dikatakan Prilly adalah keturunan Danadyaksa yang paling sopan dengan tutur kata yang dijaga di antara para sepupunya yang lain. Selain kepintaran dan etikanya yang bagus, Lala juga berdecak kagum melihat bagaimana anggunnya putri bungsu keluarga Hardian. Prilly cantik dengan kecantikan yang bisa dikatakan luar dan dalam.

Klasik by CATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang