19. Lantas Maumu Apa?

1.5K 231 24
                                    

Sejak dulu—tepatnya setelah mengenal dunia luar— Prilly sebisa mungkin untuk tidak masuk ke dalam lingkaran pertemanan atau relasi bisnis Danadyaksa. Ketika Megan mengajaknya untuk ikut bersama teman-teman arisannya, Prilly selalu menolak dan menghindar, beralasan dia sibuk. Tidak hanya Megan, sang papa, Hardian pun ikut andil untuk memaksanya bergabung dengan keramahtamahan khas Danadyaksa. Setiap ada rapat kolega ataupun acara makan bareng, Hardian selalu menjatuhkan titahnya agar Prilly ikut tanpa penolakan sama sekali. Jika Prilly menolak, maka Hardian tidak akan segan-segan untuk mencabut seluruh fasilitasnya, termasuk unit apartemen yang Prilly miliki.

Karena hal-hal tersebutlah biasanya Prilly hadir bersama keluarganya dalam acara kolega bisnis Danadyaksa dengan wajah bersungut-sungut yang sebisa mungkin ia sembunyikan. Pembicaraan orang-orang yang hadir di acara tersebut tidak pernah jauh-jauh dari kepalsuan. Mereka saling akrab, saling berbincang hangat karena ada keuntungan di lawan bicara mereka. Selalu seperti itu
Tulus itu bohong di Danadyaksa. Yang ada hanya kepalsuan dan keterpaksaan.

Namun, ketika salah satu keturunan keluarga Raid mengundangnya dalam acara makan siang mereka, Prilly tidak bisa memberikan kalimat penolakan, karena Aura—keturunan Raid—pernah sangat akrab dengannya ketika mereka menjalani kegiatan relawan bersama beberapa tahun yang lalu. Ada rasa segan menolak ajakan tersebut. Ketika matahari mulai meninggi di atas sana, Prilly memutuskan untuk segera berangkat, berharap tidak berpapasan dengan salah satu anggota keluarganya terlebih Megan. Oh, mamanya itu pasti akan ikut sibuk memberitahu Prilly tentang ini dan itu, mengingat PT. Raid Amerta Teknologi, Tbk merupakan partnership jangka panjang dari perusahaan Danadyaksa.

Akan tetapi, rencana memang tidak selalu berakhir mulus. Begitu Prilly tiba di lantai utama, dia melihat mamanya yang juga baru keluar dari kamar dengan setelan serba rapi, siap untuk pergi. Megan tidak menyadari keberadaan Prilly yang berdiri tepat di dekat anak tangga. Mamanya itu terlihat sibuk memperbaiki penampilannya dengan senyum merekah yang jarang sekali Prilly lihat.

"Mama mau ke mana?" Niat awal tidak ingin terlibat percakapan berakhir gagal total ketika Megan melewati Prilly begitu saja, membuat parfum sang mama terhirup sangat jelas di hidungnya. Terlalu wangi, pikir Prilly. "Tumben banget mandi parfum," ujar Prilly memberikan komentar dengan mengikuti Megan dari belakang.

"Jangan terlalu mau tahu. Kamu sudah pergi ke butik?" Megan tidak memperdulikan pertanyaan putrinya. Wanita itu terlalu sibuk dengan ponsel, membalas beberapa pesan teman-temannya sambil senyum-senyum tidak jelas. "Lebih baik kamu patuhi saja semua yang Mama suruh. Jangan ada istilah melawan lagi. Mengerti? Sudah, Mama sibuk," kata Megan memberikan isyarat agar Prilly tidak bertanya lagi kepadanya. Wanita itu kemudian masuk ke dalam mobil yang baru saja tiba di depan teras, lalu menghilang.

"Gelagatnya kayak mau selingkuh," gumam Prilly sangat tidak suka dengan sikap Megan barusan. Namun, gadis itu memilih untuk menyimpan opininya baik-baik di dalam kepala untuk saat ini. "Sampai beneran selingkuh, gue kejer selingkuhannya sampai mampus."

**
Matahari sudah di atas dan pintu kamar sejak tadi sudah diketuk-ketuk, tetapi pria yang hilang dalam pelukan bed cover tebal berwarna hitam itu masih belum juga menunjukkan tanda-tanda akan bangun. Di sisi nakas terdapat beberapa botol obat yang dibiarkan terbuka begitu saja, bahkan terdapat beberapa pil yang jatuh berserakan di atas lantai, bergabung bersama tetesan darah yang sudah mengering. Tidak tahu apa yang telah terjadi di kamar itu sampai terlihat kacau dengan vas yang sudah pecah, bingkai foto yang retak, dan kotak P3K yang tidak dirapikan.

Di saat kondisi kamarnya sekacau itu, si empunya masih asyik terlelap dalam tidurnya ditemani keheningan yang memenjara begitu erat sampai suara deringan ponsel terdengar, memecah keheningan di ruangan tersebut begitu cepat. Deringan pertama hingga terakhir ternyata tak cukup mampu untuk mengusik tidurnya hingga kembali terdengar suara deringan. Terlihat bed cover itu bergerak sedikit sebelum kembali tenang seperti awal, lalu ruangan itu kembali hening. Si empunya kamar semakin hanyut dalam bunga tidurnya yang mengasyikkan.

Klasik by CATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang