21. Old Story

1.2K 226 24
                                    

Malam semakin beranjak larut membawa semilir angin yang mampu memeluk seluruh tulang terdalam di tubuh.  Udara sehabis hujan berpadu sempurna dengan jalanan yang lembab dan jalan raya Jakarta yang perlahan kembali dipadati oleh kendaraan. Julukan kota tidak pernah tidur memang pantas disematkan kepada ibu kota Indonesia ini. Seakan tidak mengenal jarum jam yang berputar membawa waktu berpindah guna menjemput fajar, penghuni kota ini masih asyik berkeliaran di luar rumah dengan tujuan masing-masing tentunya. Orang-orang yang tadi terlihat berteduh di bawah atap ruko yang sudah tutup mulai beranjak pergi.

Tidak ada berbedanya dengan Ali sepertinya. Pria yang baru saja turun dari bus kota itu terlihat menatap gedung pencakar langit di seberang sana. Matanya tampak awas pada rambu lalu lintas dan juga jalan raya sebelum melangkahkan kakinya di atas aspal yang sedikit tergenang air. Rambut hitam kelamnya tampak ringan bertebar ketika angin datang menerpa. Angin dingin yang bertiup memeluknya diabaikan begitu saja. Ali masih saja berjalan di bawah langit malam yang sepi akan bintang malam itu. Sepatu putih yang dikenakannya sudah terlihat kotor dan basah di beberapa bagian menginjak tanpa ragu di atas lantai marmer mengkilap gedung perhotelan milik Raid Amerta. Dia mengabaikan tatapan beberapa orang di lobi, memilih langsung masuk ke dalam kotak besi di sisi kanan lobi yang bertuliskan lift khusus member.

Kotak besi transparan itu berhenti di lantai paling atas gedung perhotelan dan apartemen Raid Amerta, tepatnya di rooftop yang biasanya hanya bisa digunakan oleh orang-orang tertentu. Ali keluar dari sana kembali membiarkan rambutnya diterpa oleh angin yang jauh lebih kencang ketika dia masih berada di bawah. Kedua kakinya berjalan tenang dengan kedua netra menatap pemandangan luas di depan sana. Dia baru berhenti ketika kakinya mengambil arah ke kanan dan duduk nyaman dengan punggung yang bersandar pada dinding. Sepasang kakinya ditekuk ke depan dada sambil matanya terpejam lelah. Pria itu terlihat letih dengan tatapan matanya yang sayu.

Bunyi deringan ponsel di saku jaket denimnya terus diabaikan begitu saja seakan suara itu tidak menganggunya sama sekali. Ali terlihat larut dalam dunianya sendiri ditemani oleh semilir angin yang perlahan bertiup tenang. Ketika suara ketukan sepatu beradu dengan lantai di dekatnya, mata Ali kontan terbuka. Kepalanya menoleh cepat dan langsung terkejut ketika mendapati Mawar sudah berdiri menjulang tinggi di sisinya dengan kantung plastik di tangan kanannya.

"Oh, oke. Aku kaget kamu ada di sini." Itu kalimat yang pertama kali Mawar lepaskan sebelum perempuan itu melepas stiletto hitamnya kemudian bergabung bersama Ali, duduk lesehan di atas lantai semen. Kantung plastik yang dibawanya diletakkan begitu saja di antara dirinya dengan Ali. "Ada cerita menarik apa hari ini?"

Ali diam dengan kepala yang menoleh. Matanya menatap Mawar ketika perempuan itu mengeluarkan vape dari saku blazer, mengotak-atik benda tersebut sebelum menempelkan driptip ke bibirnya. Mawar tahu jika kegiatannya tidak lepas dari tatapan mata milik mantan tunangannya. Namun sayangnya, dia tidak peduli. Dengan tenang jarinya menekan tombol firing dan mulai menghisap vapor dengan tenang. Ketika vape ia jauhkan dari bibirnya, Mawar menghembuskan asap dari mulut dan hidungnya masih tanpa ekspresi.

"Aku udah mahir pakai vape by the way. Enggak akan batuk-batuk lagi dan menyusahkan kamu," buka Mawar ketika dirasanya Ali masih menatapnya lekat. "Awas jatuh cinta lagi denganku, Babe. Aku serius," ujar perempuan itu mengingatkan. Senyum merekah di sudut bibirnya sebelum kembali menempelkan driptip ke bibirnya.

"Kamu baru pulang kerja?"

Mawar melepaskan kumpulan asap untuk kedua kalinya dengan tenang. "Hem. Rencananya tadi mau mabok-mabokan sambil nyari sugar daddy. Atau minimal bisa dapat pelepasan. You know what i mean, kan? But, tiba-tiba berubah pikiran. Enggak tahunya ketemu sama husband material di sini," jelas Mawar panjang tanpa merasa sungkan ketika kegiatannya sejak tadi terus diperhatikan oleh Ali.

Klasik by CATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang