"Bukan karena aku tidak ingin mempertahankannya. Aku hanya tidak ingin egois dengan memaksanya tinggal di saat dia sudah tidak bisa lagi bertahan."
●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•●•
"Inti dari semua dari ucapan kamu itu, kan? Kamu memutuskan untuk berhenti jalan bareng aku."
Sejak kalimat itu tercetus lancar tanpa hambatan dari mulut Ali, Prilly tidak lagi bisa mengatakan kalimat apa-apa. Kepalanya tertunduk, guna menyembunyikan kehancuran yang saat dia terima. Tak pernah sama sekali dia bayangkan jika semuanya akan berakhir semudah dan sesingkat ini. Rasanya baru kemarin pria yang berdiri cukup jauh darinya itu membalas perasaannya, membantunya untuk mencintai diri sendiri, dan mendukungnya. Rasanya baru kemarin mereka bertemu dan semuanya masih baik-baik saja. Namun, siapa yang tahu hal ini akan terjadi? Siapa yang menduga jika nasib buruk datang menyapanya tanpa henti?
Prilly mencintai Ali demi apa pun. Dia tidak bisa membohongi perasaannya. Dia juga tidak ingin pria itu pergi meninggalkannya dengan cara yang kejam seperti ini. Namun, bertahan pun bukan pilihan yang bijak di saat Prilly tahu, jalan yang akan dia hadapi ke depannya akan semakin membuatnya terluka. Ini berat. Antara bertahan dan berjuang, Prilly tidak bisa memilih.
Ali sendiri memilih bungkam sejak tadi bukan karena dia tidak punya argumen untuk membantah semua tuduhan dan isi pikiran Prilly. Dia memiliki pendapatnya sendiri. Namun, melihat bagaimana seriusnya Prilly mengatakan kalimat demi kalimat beberapa lalu, membuat Ali merasa jika argumennya tidak diperlukan di sini. Dia tidak bisa memaksa perempuan itu menetap di saat Prilly sudah memiliki rencana untuk pergi. Ali tidak bisa egois, meski dia ingin. Hanya dengan melihat Prilly menangis dan sebegitu terlukanya hari ini, sudah cukup membuat Ali sadar jika menahan perempuan itu bukan pilihan yang baik. Perempuan itu hanya akan semakin terluka dan merasa sakit hati setiap harinya jika memilih bertahan bersamanya mulai hari ini.
"Aku minta penjelasan dari kamu. Apa enggak bisa kamu kasih penjelasan ke aku? Sedikit aja," pinta Prilly nyaris memohon. Dia ingin Ali melarangnya pergi. Dia ingin pria itu bersikap egois kali ini untuk mempertahankannya. "Kasih aku satu alasan kenapa aku harus bertahan sama kamu."
"Nothing." Ali menjawab cepat yang menimbulkan reaksi terkejut di wajah Prilly. "I let you go. Go if you want. Stay if you want. Kamu tahu aku enggak akan pernah bisa egois kalau menyangkut permasalahan menetap atau pergi. Itu juga yang menjadi alasan kenapa aku mudah putus dan mudah menjalin hubungan baru," katanya lagi tanpa merasa iba melihat ekspresi menyakitkan di wajah Prilly.
Pria ini ... Prilly tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapinya. Prilly tahu jika Ali tipe orang yang sangat jujur, tetapi Prilly sama sekali tidak menduga jika kejujuran pria itu akan menyakitinya sebegini dalamnya.
"Kamu benar-benar ada rasa yang terlarang dengan saudara kembarmu?"
Ali diam dan itu semakin menambah beban di hati Prilly.
"Kamu mau kita pisah?"
"Jawabanku tetap sama."
Prilly mengepalkan tangan kirinya dengan kuat. "Kenapa kamu enggak bisa memberikan penjelasan apa-apa ke aku?"
"Karena aku enggak akan mengizinkan kamu untuk pergi kalau aku memberikan penjelasan atas apa yang kamu pikirkan tentang aku dan saudara kembarku."
"Dan itu bener, kan?!"
Ali kembali diam. Pria itu sepertinya kokoh tidak ingin memberikan penjelasan apa-apa terkait tuduhan Prilly. Dia diam seakan-akan semua yang dituduhkan oleh Prilly dan Safri itu benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Klasik by CA
Fanfiction"Sayang, ini pertama kalinya aku belanja sepuluh juta dapat banyak, ih!" "Iya, Beb, iya." ** Ali tidak tahu mengapa dia bisa begitu mencintai gadis manja sekaligus perempuan yang hidupnya seperti tuan putri itu. Padahal sejak dulu Ali paling menghin...