18. Gaun Princess

1K 227 10
                                    

Kembali ke Jakarta sebenarnya tidak ada dalam rencananya sama sekali, terlebih di saat dia masih disibukkan oleh sekumpulan berkas untuk persiapan re-register. Jika tidak mengingat Xiera adalah teman dekatnya dan betapa menganggunya perempuan satu itu di obrolan grub mereka, Ali mungkin tidak akan kembali lagi. Sehabis waktu Subuh, pria itu sudah terlihat siap untuk berangkat ke bandara dengan Athaya yang sejak tadi masih tidak berhenti bertanya.

"Kamu akan new year di Surabaya?"

"Aku enggak tahu, Pa. Lihat nanti," sergah Ali masih terlihat sibuk dengan ponsel genggamnya. "Aku berangkat, ya, Pa?"

"Hati-hati. Kabari Papa kalau sudah landing."

"Siap. Assalamualaikum," dan Athaya menjawab ucapan salam putranya tersebut dengan lirih. Matanya masih menatap diam pada Ali yang sudah berada di dalam mobil. Ada sejumput rasa takut yang dirasakan oleh Athaya ketika Ali pamit untuk kembali ke Jakarta sebentar.

"Jangan lupa pulang," pesan Athaya untuk terakhir kali sebelum pintu mobil tertutup. Pesannya mendapat anggukan pelan dari Ali yang juga memberikan senyum selamat tinggal. Jangan lupa pulang, kata Athaya sekali lagi di dalam hatinya. Tidak mudah baginya untuk membuat Ali tinggal di sini setelah perpisahannya dengan Aliana belasan tahun yang lalu.

Ketika Athaya baru memasuki rumah, ponsel di dalam saku celananya berdering, menampilkan nama Aliana di layar. Pria itu terlihat menghela napasnya, lelah, sebelum menerima panggilan tersebut.

"Ada apa, Na?" tanya pria itu setelah menjawab salam Aliana.

"Arlian jadi pulang ke Jakarta?"

"Baru berangkat ke bandara," kata Athaya sambil mengayunkan kakinya menuju area dapur. Dia butuh air minuman.

"Oh, begitu. Hng ... Mas?" Suara Aliana terdengar ragu ketika dia memanggil Athaya dengan sebutan 'mas' tersebut.

"Ya, kenapa?" Sedangkan Athaya menyahut tenang sambil mengambil beberapa buah-buahan dari area kulkas. "Ada yang mau kamu tanyakan?" tanyanya ketika Aliana tidak kunjung bersuara lagi.

Terdengar suara gerusak-gerusuk dari seberang sana sebelum suara Aliana kembali terdengar. "Arlian mungkin baru akan kembali ke Dubai setelah tahun baru."

"Kenapa begitu?" Nada suara Athaya terdengar santai. Namun, senyum getir tidak bisa disembunyikan seakan-akan pria itu sudah bisa menebak jika hal ini akan terjadi. "Kenapa begitu, Na?" Athaya mendesak tidak sabar, terlihat sekali jika dia tidak suka dengan pernyataan Aliana beberapa saat yang lalu.

"Arlian belum bilang ke kamu? Kami akan touring."

Ucapan Aliana bak sebuah hantaman yang membawa kembali kesadaran Athaya ke tempat asalnya. Pria itu terdiam dengan segala pemikiran rumitnya dan tidak melewatkan pikiran tentang betapa egoisnya mantan istrinya ini.

"Na," panggil Athaya terdengar sulit, sebab seperti ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokannya.

"Ya, Mas?" Aliana menyahut pelan, terkesan lebih lembut dari nada biasa yang digunakan oleh wanita itu. Ah, rasanya Athaya seakan dipaksa untuk kembali ke masa lalu.

"Ali akan bersama saya di akhir tahun dan Arza juga akan ke Surabaya untuk liburan di sana bersama suaminya," kata Athaya merasa lega seakan baru saja berhasil melepas beban yang sejak tadi ditahannya.

Perkataan Athaya tidak mendapatkan balasan berarti selain oh, oke dari Aliana yang kemudian panggilan langsung dimatikan oleh wanita itu tanpa pamit dan salam. Athaya tidak memberikan tanggapan apa-apa, karena hal ini sudah biasa terjadi jika Aliana kecewa terhadap sesuatu. Wanita itu memang lebih suka lari dan bersembunyi dibandingkan mengatasi ketidaknyamanan yang dirasakannya. Athaya sudah sangat mengenal mantan istrinya dan tidak merasa terkejut sama sekali.

Klasik by CATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang