17. About The Past (2)

1K 203 9
                                    

Tiga jam sebelum acara dimulai, Prilly melakukan satu hal gila yang membuat seisi rumah Hardian Danadyaksa panik, kecuali ketiga kakaknya yang memang pada dasarnya tukang bodo amatan. Bagaimana tidak, si bungsu itu mengunci pintu kamarnya dan menutup semua akses masuk ke area privasinya tersebut. Ajaibnya semua kunci cadangan yang tertinggal raib tidak berjejak, hilang entah diambil oleh siapa—tersangka terkuat saat ini adalah si bungsu. Megan yang memang suka heboh dan mudah emosi pun mulai memarahi pekerja yang bertanggung jawab atas kunci cadangan dan amukan Megan itu juga melalang buana sampai ke bunda Lala yang tidak tahu apa-apa. Sebab perempuan itu juga baru kembali dari tempat pelaksanaan untuk membantu tim dekorasi.

"Saya tidak tahu apa-apa, Bu," kata bunda Lala mencoba membebaskan dirinya atas tuduhan yang dilemparkan oleh Megan. "Saya tidak terlibat percakapan sama sekali dengan nona muda sejak kemarin," tambah bunda Lala penuh keyakinan.

"Saya tahu jika kamu selalu ada di pihak Lily, Lala!" Megan menyeru emosi. Muka wanita itu terlihat memerah.

"Saya benar-benar tidak tahu, Bu," ujar bunda Lala merendahkan suaranya. Sepertinya bunda Lala sudah mulai lelah memberikan argumen yang sama sekali tidak dipedulikan oleh sang majikan.

"Bagaimanapun caranya, kamu harus buat dia keluar dari kamarnya," titah Megan tegas dan juga terlihat tidak peduli atas titahan kejamnya tersebut. Wanita itu kemudian berlalu sambil misuh-misuh tidak jelas.

"Ya Tuhan, Lily," gumam bunda Lala sambil menepuk dahinya berkali-kali.

..
Hardian sedang berada di ruang kerjanya untuk memeriksa berkas penting yang mendesak ketika tiba-tiba saja pintu ruangan dibuka dengan kasar sampai menghantam sisi dinding di belakang sana. Pria itu menatap Megan tidak suka atas kelakuan istrinya yang tidak sopan tersebut. Namun, hanya sebatas itu, karena berikutnya Hardian mengembalikan fokus sepenuhnya kepada laporan di atas meja. Pria itu sama sekali tidak menghiraukan aura gelap yang menyelimuti ruang kerjanya saat ini.

"Marah-marah hanya akan menyia-nyiakan perawatanmu," ujar Hardian tenang sambil membenarkan letak kacamatanya. Pria itu sangat tenang di bawah mata Megan yang menatapnya penuh emosi.

"Lily mengurung diri di kamar, Hardian. Bagaimana kamu bisa duduk tenang di sini, huh?"

Hardian berpindah ke halaman berikutnya dan melingkari beberapa angka dengan bolpoin di tangannya. "Maka semestinya kamu bisa membuat sistem Cima tersedia di Indonesia," katanya tanpa kekesalan sama sekali.

"Kamu bercanda?!"

Semua orang yang tinggal di hunian Danadyaksa juga tahu betapa kecilnya persentase memasang sistem Asisten Sirius di Indonesia. Segala upaya sudah dilakukan oleh Danadyaksa untuk membentuk kerjasama dengan Sirius Grub demi meraih keuntungan dan juga demi menjadi perusahaan pertama yang berhasil membawa Asisten Sirius tersebut di Indonesia.

"Jika tidak bisa, maka diamlah, Megan. Aku sedang banyak urusan saat ini," pungkas Hardian tegas, seakan tidak ingin Megan membuat polusi suara di ruangan senyapnya ini.

"Hardian, aku tidak bercanda," ujar Megan tidak main-main.

"Aku juga tidak buta," kata Hardian menyahut santai.

"Ya Tuhan, Mas!" Habis sudah kesabaran Megan. Wanita itu bangkit dari sofa yang sejak tadi ia duduki untuk menghampiri meja kerja Hardian. Dia seakan siap untuk menghancurkan semua benda dan berkas yang ada di atas sana.

"Dia akan keluar dari kamarnya tanpa perlu kamu paksa," buka Haridan pada akhirnya sebelum Megan meluluh-lantakkan berkas-berkas pentingnya. "Tunggu dan lihat."

**
Ketika seisi rumah sedang kacau balau dan dibuat sakit kepala oleh omelan Megan yang sejak tadi tidak kunjung berhenti, si sumber masalah alias si pembuat onar justru tampak asyik menonton salah satu video musik di TV besar di kamarnya dengan sebungkus jajanan kripik kentang. Tangannya terus meraup isi jajanan tersebut dan mulutnya tidak pernah berhenti mengunyah. Dia bahkan sama sekali tidak terlihat terganggu ketika pintu kamarnya diketuk secara brutal dan sesekali dengan ketukan masal, yang artinya dilakukan oleh banyak tangan.

Klasik by CATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang