Bab 04

153K 10K 240
                                    

*****

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

*****

Tarikan kuat pada lengan tangannya membuat Deolinda terjatuh dan berguling di pinggiran aspal, matanya masih setia terpejam. Namun anehnya tubuhnya tidak merasa sakit, seperti ada yang menahan.

"Kamu mau mati!! Bentakan keras dari bawah membuat mata Deolinda perlahan terbuka. Seorang laki-laki melotot menatapnya.

Kening laki-laki itu berkerut mendapati tatapan kosong dari gadis kecil di atas tubuhnya itu. Seketika amarahnya meredam.

Tanpa menjawab Deolinda bangkit berdiri, diikuti oleh laki-laki asing itu. Saat akan berjalan lengan Deolinda di cekal.

"Mau kemana?" tanya laki-laki itu lembut. Dia tidak bodoh untuk mengartikan kondisi gadis di depannya ini. Ia seorang dokter tentu sangat tau perihal tatapan kosong dan banyaknya bekas kis mark yang tertangkap mata.

"Mau kakak antar pulang?" Tangan pria itu terulur menghapus air mata Deolinda yang sudah mengalir deras.

Deolinda mendongak menatap dalam sepasang mata hitam legam, mengatakan lewat sorot mata 'bahwa Deolinda sangat terluka'. Mata itu persis seperti mata Sakala, menatap lembut ke arahnya, sangat menenangkan.

Deolinda menghambur memeluknya, seolah ingin membagi luka yang ia rasakan.

"Dia jahat!"

"Dia hancurin hidup aku!"

"Sekarang bagaimana aku harus menjalani hidup.."

"Kak Saka." Deolinda mengeratkan pelukannya. "Aku sakit.." rancaunya.

Meskipun bingung di panggil Saka oleh gadis kecil di depannya, laki-laki itu tetap membalas pelukan Deolinda.

Setelah cukup tenang Deolinda melepas pelukannya.

"Maaf... dan Terimakasih," ujar Deolinda menundukkan kepala.

"Udah sore, mau kakak antar pulang?" tawarnya.

"Nggak ngrepotin kak--- ?" tanya Deolinda.

"Sean.. ayo mobil kakak di sana," ucap Sean menunjuk mobil putih yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

"Aku Deolinda kak."

Mereka berjalan bersama menuju mobil. Tiga puluh menit berlalu, mereka telah sampai di depan gerbang bercat putih yang menjulang tinggi. Dapat di lihat dari sini, bahwa rumah di dalam sangat besar.

Sean menatap Deolinda yang seperti enggan turun dari mobil.

"Sebentar kak," pintanya saat merasa di tatap oleh Sean. Sean mengangguk lalu kembali menatap rumah besar itu.

"Aku harus nyiapin mental dulu untuk masuk ke dalam sana," kata Deolinda di akhiri kekehan miris memandang rumah Seno.

"Makasih sekali lagi kak, hati-hati di jalan," pamit Deolinda saat melihat Sean akan membuka mulutnya.

Dua Garis Merah | DEOLINDA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang