Bab 58

57.6K 4.1K 192
                                    

"Ada apa dengan cara berjalan lo, yang aneh itu?" Bumi menaikkan sebelah alisnya, mengamati penampilan anak buah Melvin dari atas hingga bawah. Kenapa cara berjalan pria itu terlihat seperti tengah menahan sesuatu?

Tiba-tiba saja ucapan asisten sinting itu melintas di pikirannya.

"Jangan dulu diganggu, dia kelelahan setelah semalam--"

Bumi menggeleng cepat, menepis jauh-jauh pikiran konyol yang tiba-tiba hinggap di otaknya.

"Kapan lo kembali? Dan apa yang terjadi?" tanya Melvin menuntut jawaban.

"Saya kembali tadi malam. Dan ini.. saya hanya mendapat sedikit kendala saat menjalankan tugas dari anda," balas Leo yang sudah duduk di depan dua orang pria yang tengah menatapnya aneh.

"Ada apa dengan tatapan itu?" batin Leo tak nyaman.

"Biar gue suruh Alex panggil dokter, sepertinya lo perlu diperiksa," kata Melvin seraya meraih ponsel di atas meja.

Tangan Leo terangkat mengusap tengkuknya. "Saya baik-baik saja, Bos.. itu, semalam Alex sudah mengobati luka saya," jelasnya seraya memperbaiki posisi duduknya.

Tatapan ganjil yang tak putus dilayangkan Bumi padanya membuat Leo semakin tak nyaman. 'Ada yang salah dari ucapan saya?'

Melvin menggangguk. Tetapi sedetik kemudian keningnya berkerut seakan teringat sesuatu.
Ia menoleh, menatap Bumi yang masih menatap Leo dengan ekspresi aneh.

Berdehem pelan. "Dimana?" tanya Melvin.

"Ya?"

"Lo bilang Alex yang udah ngobatin lo 'kan? dimana?" imbuh Bumi memperjelas pertanyaan dari Melvin.

"Ah itu.. di ruangan sebelah," jawab Leo kikuk. 'Ada apa sebenarnya? Kenapa tiba-tiba perasaan saya tidak enak..?'

"Oke, lupakan dulu tentang hubungan lo dan Alex," pungkas Melvin. "Jadi, apa yang lo dapat?"

Meski bingung dengan kata 'hubungan' yang diucapkan oleh bos-nya, Leo tetap menjawab. "Seperti yang anda perintahkan waktu itu. Saya mendatangi lokasi yang dikirimkan oleh mata-mata." Leo menjeda. "Seperti dugaan anda sebelumnya. Wanita itu tidak bekerja sen--"

"Tunggu," potong Bumi cepat. "Wanita itu? Apa wanita yang kalian maksud disini adalah Aretha? Benar?" Bumi terlihat berusaha menutupi keterkejutan di wajahnya.

"Hm, seperti kata gue waktu itu. Kebakaran yang terjadi hanya kamuflase," ujar Melvin membenarkan. Pria itu menyandarkan tubuhnya di sandaran sofa dengan kedua tangan terlipat di depan dada. "Setelah pemakaman hari itu, gue sengaja menempatkan Leo di dalam kediaman Prasetyo dan menyebar beberapa anak buah di sekitaran rumah itu. Berjaga-jaga jika saja salah satu dari mereka merencanakan sesuatu yang buruk pada Deolindaku.."

Melvin menghembuskan nafas panjang. Menjeda sebentar sebelum kembali melanjutkan ucapannya. "Tapi siapa yang bisa menebak, apa yang ada di dalam otak licik wanita itu..? Membakar rumahnya sendiri? Itu benar-benar tak sesuai prediksi."

"Tapi, jika Aretha benar masih hidup, lalu bagaimana dengan Sea, Seno dan Bara?" tanya Bumi serius. "Dan lagi.. jika benar wanita itu kabur bersama keluarganya, lalu jenazah siapa yang ditemukan sedang berpelukan di dalam kamar utama itu? Apa mereka para pekerja rumah?"

"Lalu, tentang kepolisian yang sudah memastikan bahwa salah satu jenazah itu adalah Bara--" Bumi terdiam, tak melanjutkan ucapannya. Pria itu meraup wajahnya frustasi.

Melvin menatap Leo meminta penjelasan.

"Ini memang terdengar janggal, tapi saya tidak menemukan anggota keluarga Prasetyo lainnya. Menurut mata-mata, hanya Aretha saja yang keluar dari pintu rahasia itu," jelas Leo seolah tahu arti tatapan dari dua pria di depannya.

Dua Garis Merah | DEOLINDA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang