5

20 0 0
                                    

Hari senin dikenal sebagai hari paling buruk diantara ketujuh hari dalam seminggu. Semua orang mengeluh tentang hari ini. Tetapi Aiden tidak termasuk kedalam semua orang itu. Sedari bangun tidur, bibirnya tidak berhenti mengulas senyum. 

Sampai sekarang ia sudah turun lengkap dengan seragamnya yang sudah terpakai dan juga tas nya yang sudah menggantung di bahu kirinya. Ia sudah siap untuk sarapan bersama keluarganya, ditambah dengan satu anggota baru di tengah-tengah mereka, Oliver Marx.

Oliver sedang berbincang dengan Abraham dan Elisabeth membantu para pelayan menyiapkan sarapan mereka. Aiden berjalan kearah Elisabeth dan ia mengagetkan kakaknya itu.

"Selamat pagi!" Aiden berteriak di telinga Elisabeth sehingga kakaknya itu tersentak.

Elisabeth langsung mencubit-cubit Aiden yang iseng itu. "Kamu nih, ya! Kalau kakak kamu ini jantungan bagaimana?!"

Aiden hanya tertawa dan ia duduk di sebelah Oliver. "Halo kak," sapa Aiden dengan senyuman ramahnya di pagi hari.

"Tumben kamu senyum terus dari tadi pagi. Ada apa nih?" Tanya Abraham yang sedang mengoles rotinya dengan selai cokelat.

Aiden hanya menggelengkan kepala. "Nggak ada apa-apa kok, pa. Kan pagi-pagi harus semangat," jawab Aiden yang mengambil selembar roti dan mengolesi roti itu dengan selai rasa strawberry.

"Kakak kemarin nggak lihat kamu sama sekali di acara pernikahan. Kamu kemana?" Tanya Oliver.

Tangan Aiden berhenti mengolesi selai. Ia ingat betul apa yang terjadi semalam. Ia punya janji kepada Zoey bahwa ia akan mempertemukan Zoey dengan kakaknya. Namun tidak jadi karena Zoey langsung ingin pulang. Mungkin gadis itu kelelahan.

Mengingat itu membuat Aiden tersenyum sendiri.

"Tuh kan, kumat," balas Elisabeth yang sudah mengambil posisi di hadapan Oliver.

"Apa sih, kak? Aku kemarin bawa pacar aku ke acara kakak," ucap Aiden.

Abraham hampir saja tersedak dan ia langsung mengambil segelas air. "Hah? Kamu bawa pacar? Kenapa nggak langsung dikenalin ke papa dan Kak Lisa?" Tanya Abraham.

"Iya, Aiden. Kenapa kakak nggak tau kamu ada pacar?" tanya Elisabeth.

"Ya kalian kemarin keliatannya sibuk banget. Pacarku juga bilang dia mau ketemu kakak, tapi kakak kayak lagi dikerumunin fans mau minta tanda tangan. Jadinya pacarku males deh ketemu kakak. Apalagi ngeliat muka kakak yang galak," ledek Aiden.

Seisi meja tertawa kecuali Elisabeth yang melempar Aiden dengan kacang tanah yang sudah dikupas. Aiden berhasil menghindar dan tertawa.

"Kapan-kapan ajak lah pacar kamu kemari. Biar kita semua kenalan," akhirnya Oliver angkat suara.

Aiden mengangguk. "Tapi, dalam keluarga kita nggak ada standar minimum untuk jadi pacarku kan?" Tanya Aiden memastikan.

Abraham tertawa. "Selagi dia bisa buat kamu bahagia, papa nggak masalah seperti apa pacarmu, dan papa yakin kamu milih pacar nggak mungkin sembarangan," lanjut Abraham.

"Ayo dong, kasih petunjuk tentang pacarmu ini," kata Elisabeth.

Aiden mengulum senyum lalu ia siap menceritakan. "Pacarku ini cantik, baik dan dia juga pintar. Kemarin dia menang Olimpiade sains dan juara 1. Dia juga suka menolong orang. Dia ramah. Senyumnya menawan. Dia juga sopan," jelas Aiden dengan wajahnya yang tiba-tiba merona merah.

Oliver memperhatikan itu lalu ia menepuk bahu Aiden. "Ngeliat kamu kayak gini jadi keinget dulu kakak ceritain Lisa didepan semua keluarga kakak. Dan persis seperti kamu. Kakak nggak pernah tahan sama kecantikan kakakmu ini," kata Oliver yang menyinggung kan senyum kearah Elisabeth.

Sweet MistakeWhere stories live. Discover now