6

19 1 0
                                    

1 Minggu Kemudian 


Zoey bangun dari tidurnya. Hari ini ia harus ke sekolah walau ia merasa tidak enak badan. Ia merasa pusing akhir-akhir ini dan tubuhnya sering sekali merasa penat padahal ia tidak melakukan hal yang berat. 

Ia bangkit dari tempat tidurnya dan merapihkannya terlebih dahulu. Zoey mengambil handuk dan ia berjalan melewati kalender yang ada dikamarnya. Langkahnya langsung berhenti. Ia melihat kalender itu dan melihat tanggal berapa sekarang. 

Matanya terbelalak. Seharusnya ia datang bulan dari tiga hari yang lalu. Ia mengintip ke dalam celananya dan masih bersih, tidak ada bercak darah sama sekali. Zoey semakin takut mengingat kondisinya belakangan ini yang kurang fit. Ia pun memegang perutnya. Kakinya lemas dan air matanya siap untuk terjun bebas. 

Apakah benar ia hamil? Zoey harus memeriksanya segera. Ya, Zoey harus bergegas ke Apotek terdekat dan membeli test pack. Zoey langsung segera mandi dengan cepat. Ia memakai seragamnya dan bahkan ia sudah siap saat orang tuanya baru bangun. 

Ibunya keluar kamar dan mendapati Zoey sudah siap berangkat. "Loh, Zoey? Memangnya sudah jam berapa sekarang? Kok kamu udah siap?" tanya ibunya. 

"Euhmm..a-anu bu, aku ada janji belajar bareng hari ini sama temen. Jalan dulu ya!" Zoey langsung pergi meninggalkan ibunya yang masih memanggil namanya. 

Zoey berjalan cepat keluar gang, lalu ia ke Apotek yang berada tidak jauh dari gang rumahnya. Dia menghembuskan nafas lega karena Apotek itu sudah buka. Zoey masuk ke dalam dan menghampiri kasir. 

"Mbak, ada test pack ngga?" tenggorokan Zoey rasanya tercekat saat mengatakan itu. Si kasir pun menatap tampilan Zoey dari atas sampai bawah. Zoey tahu pasti kasir ini sudah menghakimi Zoey sesaat ia meminta test pack. 

"Ada mbak, sebentar ya," katanya lalu ia mengambil test pack di rak obat khusus ibu hamil. Lalu kasir itu langsung memberikannya pada Zoey. 

Zoey menerimanya, lalu membayarnya. Ia enggan mencobanya sekarang, mungkin akan ia coba setelah pulang sekolah. Ia langsung pergi dari Apotek itu dan mencari tukang bubur ayam karena ia belum makan sama sekali. Walaupun tidak selera, Zoey memaksakan diri untuk makan. Setidaknya hari ini tidak terlihat jelas kalau ia sedang tidka enak badan. 


***


Zoey pulang kerumahnya langsung. Selama seminggu ini Zoey sengaja menjauhi Aiden untuk menjernihkan pikirannya dan pikiran pacarnya itu. Zoey selalu berpikir apa yang kira-kira dipikirkan Aiden setelah mereka berdua melakukan itu. Walau Aiden adalah pacar yang baik, namun Zoey masih sulit untuk mempercayai Aiden yang berkata bahwa ia tidak akan menceritakan apa yang telah mereka perbuat. 

Mengesampingkan hubungan mereka, ini adalah kehormatan Zoey! Kalau saja Aiden kelepasan, masa depan Zoey bisa hancur seketika. 

Sekarang pikiran Zoey mengarah kepada test pack yang ada di tangannya. Ia sudah mempelajari setiap langkah pemakaian yang diterangkan internet. Celananya sudah ia lepas dan sekarang Zoey terduduk di WC duduk kamar mandinya. Tangannya bergetar. Ia tidak siap akan hasilnya. 

Akhirnya dia menggerakan tangannya dan memakai alat itu sesuai instruksi. Setelah melakukannya, ia menunggu sebentar. 

Tangannya terangkat menutup mulutnya. Air matanya tidak bisa lagi ia tahan. Apa yang ia bayangkan benar terjadi. Zoey positif hamil. 

Sekarang ini Zoey sangat ketakutan. Ia bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba ada yang menggedor pintu kamar mandinya. Zoey terlonjak dan bibirnya bergetar ketakutan. Ia takut kalau orang tuanya akan mengetahui ini. Pasti ia akan hancur. 

"Kak! Cepetan! Zaka mau mandi!" seru adiknya. Zoey menghembuskan nafas lega. Ia langsung memakai kembali celananya dan mencuci wajahnya lalu berkaca, melihat pantulan dirinya sendiri yang terlihat sangat kacau. Ia kembali mencuci wajahnya sampai wajahnya tidak terlihat sembap. 

Zoey menyembunyikan test pack yang menunjukan dua garis merah itu kedalam saku celananya lalu ia membuka pintu kamar mandi. Adiknya sudah menunggu dengan handuk yang disampirkan di bahunya. Zoey langsung melesat pergi kekamarnya tanpa menggubris adiknya itu. 

Ia langsung mengunci kamar, menutup tirai jendela dan memastikan tidak ada yang bisa mendengar dirinya dari dalam kamar. Zoey mengambil ponselnya dan langsung menghubungi Aiden. Hanya butuh beberapa detik dan Aiden langsung mengangkat telpon dari Zoey. 

"Hal-"

"Aiden, aku hamil," ucap Zoey tepat pada intinya. 

"Kam-kamu, apa?!"

Zoey menarik nafasnya dalam-dalam. "Iya, aku hamil. Dan aku mau pertanggung jawaban dari kamu."

"A-aku nggak bisa." 

"Hah?! Maksud kamu apa, Aiden?! Kita ngelakuin itu berdua! Masa aku yang harus bertanggung jawab sendirian?!

"Aku ngak siap jadi ayah!" 

"Kamu pikir aku siap jadi ibu?!!" Zoey tidak bisa menahan suara dan air matanya. Ia benar-benar hancur tidak menyangka bahwa Aiden tidak mau bertanggung jawab akan anak mereka. 


***


"Kamu pikir aku siap jadi ibu?!!" 

Suara tinggi Zoey menakuti Aiden. Aiden memang merindukan gadis itu. Sudah semingguan ini mereka tidka bertemu secara langsung, sekalinya Zoey menelpon, ia malah memberitakan berita buruk seperti ini. 

Aiden tidak sanggup untuk bertanggung jawab. Papanya baru saja terpampang di beberapa majalah dan di beberapa acara TV karena kesuksesannya. Papanya berpesan kepada Aiden dan Elisabeth untuk bekerja sama menjaga nama baik nama keluarga mereka. 

Ditambah lagi Aiden belum siap menjadi seorang ayah. Ia masih memiliki masa muda yang harus ia nikmati. Ketenaran yang ia alami disekolah dan diluar sekolah belum bisa ia lepas begitu saja dan membangun rumah tangga bersama dengan Zoey diumurnya yang masih muda. Aiden mencintai Zoey, namun ia lebih mencintai dirinya sendiri dan masa depannya. 

"Jadi, gimana Aiden?" tanya Zoey dengan nada suara yang lebih tenang sekarang. 

"Maaf, Zoey. Tapi aku benar-benar nggak bisa. Maaf, ya." Aiden mematikan telepon itu secara sepihak. Ia sangat pusing sekarang ini. Aiden mengusap-usap dahinya dan berpikir secara rasional. Apa yang kira-kira akan terjadi pada Zoey? 

Hari ini benar-benar berat bagi Aiden. Bahkan ia sama sekali tidak siap akan berita yang mengejutkan ini. 


***


Zoey tidak bisa tidur semalam. Ia terus menangisi nasibnya. Aiden dengan teganya menutup telepon dengan mengatakan bahwa ia tidak bisa bertanggung jawab. Sejak pagi Zoey sudah memberanikan diri. Siang ini ia akan bertemu dengan Aiden tanpa sepengetahuan laki-laki itu. 

Saat ini Zoey sudah berdiri didepan sekolahnya. Ia melihat bahwa Aiden sedang sendirian. Kesempatan yang sempurna. Zoey pun berjalan mendekat kearah Aiden, walaupun ia sangat takut karena melihat beberapa murid St. Louis baru keluar dan ingin pulang. Tetapi Zoey tetap berjalan lurus, ini semua demi kehormatan dan masa depannya. 

Aiden yang sedang menatap ponselnya langsung menoleh ke kiri karena merasa terintimidasi. Mata Zoey dan Aiden akhirnya bertemu. Aiden bisa melihat mata Zoey yang menyala-nyala dan wajahnya yang terlihat sangat marah. 

"Aiden!" 


***

TBC



Sweet MistakeWhere stories live. Discover now