7

15 0 0
                                    

"Aiden!" Zoey berseru dan terus berjalan mendekati Aiden. Aiden mengangkat sebelah alisnya seakan ia bertanya-tanya siapa Zoey dan mengapa Zoey memanggil namanya.

Zoey melihat ekspresi itu membuat ia tambah kesal. Tangannya terayun dan menampar Aiden.  Aiden merasakan nyeri di pipi kirinya. Ia masih bingung apa motif Zoey menamparnya. 

"Kenapa kamu nggak mau tanggung jawab?" tanya Zoey. 

"T-tanggung jawab ap-apa?" tanya balik Aiden dengan terbata-bata. 

Zoey tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Aiden sudah berubah, bukan Aiden yang sama yang mencintainya dengan tulus dan siap melakukan apa saja kepada Zoey. 

"Aiden, tolong jangan kayak ginu. Aku bener-bener memohon sama kamu untuk bertanggung jawab. Aku takut, Aiden. Tolong." Zoey memegang tangan Aiden dan Aiden langsung menepisnya. Aiden bahkan tidak mau menatap mata Zoey sama sekali. 

"Aku udah bilang aku nggak bisa," ucap Aiden walaupun dengan suara yang sangat kecil Zoey masih bisa mendengarnya. 

"Kenapa nggak bisa?" tanya Zoey lagi. Air matanya sudah terjun bebas dari matanya. Ia tidak berencana untuk menangis di hadapan Aiden. Namun Zoey tidak bisa menahannya. 

Mata Aiden tidak bisa menetap di satu titik. Ia terus menatap sekitar seakan-akan bertemu dengan Zoey adalah suatu kriminal. 

"Aku mau hubungan kita sampai sini saja," ucap Aiden dengan suara tercekat.

Zoey sangat terkejut. Rasanya hatinya telah dihujam panah berkali-kali. Sakit sekali. Nafasnya bahkan terpenggal-penggal saat ini. Air matanya mengucur semakin deras. Zoey tidak mempercayai ini. 

"K-kenapa? Jawab aku Aiden! Kenapa!!!" Zoey berteriak dan mengguncangkan tubuh Aiden. Baru kali itu lah Aiden menatap mata Zoey setelah mereka bertengkar hari ini. Matanya sangat memperlihatkan Zoey yang bersedih, kecewa dan bertanya-tanya. 

"Aiden, siapa dia?" tanya Kevin. 

Kaki Zoey melemas dan ia berlutut dihadapan Aiden meminta belas kasihan. Aiden sama sekali tidak memberikan celah sedikit saja untuk menenangkan Zoey. Bahkan Zoey sudah berlutut diatas tanah pun Aiden tidak menggubrisnya sama sekali, memasukkan tangannya ke saku dan menatap sekitar. 

Beberapa teman Aiden datang menghampiri Aiden dan Zoey. Zoey terus menangis memohon kepada Aiden. 

"Aiden, aku mohon sama kamu..." lirih Zoey. 

"Lo kenal dia nggak sih?" tanya Kevin. 

"Ini siapa, Aiden?" tanya Clarissa yang baru saja tiba. 

Zoey mendongakkan kepalanya dan yang ia lihat hanyalah Aiden yang mengedikkan bahunya sembari berkata, "Gue nggak kenal dia." 

Bahkan rasanya jauh lebih sakit dari saat Aiden memutuskan hubungan mereka secara sepihak. Mereka memang memiliki persetujuan bahwa mereka akan bertindak seperti tidak saling mengenal satu sama lain didepan umum. Zoey tidak menyangka Aiden akan selalu tetap pada pendiriannya dan tidak akan mengingkari perjanjian itu, bahkan sampai Zoey sudah berlutut seperti ini. 

"Lihat! Itu seragam dari sekolah sebelah! Oooh, jadi cewek ini mau cari perhatian ke Aiden?!" seru Aubrey yang menunjuk logo sekolah Zoey di lengan kirinya. 

"Pergi deh lo! Sebelum lo kita bikin malu seumur hidup!" seru Clarissa. 

Kevin bergerak dan mendorong Zoey sampai ia terjatuh dan terkena genangan air yang ada didekatnya. Mereka semua tertawa kecuali Aiden. Lelaki itu masih enggan menatap Zoey dan pandangannya lurus ke depan. 

Zoey menatap semua teman Aiden. Bahkan tidak ada sama sekali pembelaan yang keluar dari mulut Aiden. Sekarang harga dirinya jatuh sejatuh-jatuhnya. Ia merasa sangat rendah mendengar tawa renyah yang dikeluarkan teman-teman Aiden melihat baju Zoey sudah setengah kotor terkena genangan air tadi. 

Tina tiba-tiba datang dan membantu Zoey berdiri. "Lo apain temen gue?!" tanya Tina kepada semua orang yang menertawakan Zoey. 

Zoey masih tidak bisa berkata apa-apa. Kejadian hari ini menjadi awal dari kebencian Zoey kepada Aiden. 

***

Zoey dan Tina berjalan beriringan menuju suatu tempat yang sepi dan sunyi agar Zoey bisa menenangkan pikirannya. Tina terlihat sangat khawatir dan Zoey merasa tidak enak hati melihat wajah khawatir Tina. Tapi memang keadaan Zoey sekarang sangat memprihatinkan. 

Pikirannya terus memutar kejadian tadi di kepalanya. Dimana wajah Aiden yang pura-pura tidak mengenalnya, suara dingin Aiden yang seakan tidak mengenal Zoey, putusnya hubungan mereka dan dengan lantangnya Aiden mengatakan bahwa ia tidak mengenal Zoey bahkan Zoey sudah berlutut memohon dihadapannya. Zoey sangat hancur sekarang. Apa yang akan ia lakukan kedepannya? 

"Memangnya ada apa sih, Zo? Kenapa mereka sampai ngetawain lo kayak gitu? Dan lebih parahnya lagi, laki-laki yang ngedorong lo itu sampai kena becek kayak gini, emang kurang ajar itu cowok!" Tina menjadi kesal sendiri. 

"Gue hamil, Tina," Zoey menjawab.

Tina langsung menghentikan langkahnya. Mulutnya terbuka lebar mendengar pernyataan yang dikeluarkan Zoey barusan. 

"L-lo bercanda kan?" tanya Tina tidak percaya. 

"Gue serius, Tina. Gue hamil," jawab Zoey lagi. 

Tina masih menampilkan wajah tidak percayanya. Zoey yang ia kenal adalah Zoey yang masih menjomblo sejak mereka SMP. Zoey jarang sekali bahkan hampir tidak pernah terlibat dengan laki-laki. Zoey yang Tina kenal adalah Zoey yang tidak banyak tingkah dan selalu menjalani hidupnya sesuai peraturan. Zoey yang Tina kenal tidak akan pernah seceroboh ini. 

"K-kok bisa?!"

Tina dan Zoey berjalan kembali mencari tempat yang aman dan sunyi sekali. Mereka duduk di taman terdekat yang tidak dilewati orang-orang. Mereka duduk di tepi taman dan Zoey mulai menceritakannya dari awal. 

Setiap detail Zoey ceritakan tanpa ada yang tertinggal. Dari awal Zoey dan Aiden berpacaran, momen-momen romantis mereka, Aiden dan Zoey yang memiliki rumah, Aiden yang mengundang Zoey ke acara pernikahan kakaknya dan mereka melakukan hal yang seharusnya tidak mereka lakukan, Zoey yang tidak datang bulan, sampai kejadian tadi. 

Tina ternganga sepanjang Zoey bercerita. Ia sangat kasihan dan prihatin dengan nasib sahabatnya itu tetapi Tina sangat membenci orang yang terlibat dengan murid daari St. Louis. Sangat tidak mungkin bagi Tina untuk membenci sahabatnya sendiri. 

"Emang harus dikasih pelajaran tuh si bangs-"

"Jangan Tina. Gue udah nggak punya urusan lagi sama dia. Gue nggak mau masalah ini makin membesar," potong Zoey sembari menahan tangan Tina yang sudah siap layaknya ingin memukul orang. 

Tina kembali duduk dan memeluk Zoey. Zoey akhirnya menangis dipelukkan Tina. 

"Kenapa lo nggak pernah cerita sama gue, Zo?" tanya Tina. 

"Gue takut, Tin...hhh...g-gue takut d-diasingkan k-k-kayak Tiara..." jawab Zoey. 

Tina melepas pelukannya. Ia menghapus air mata Zoey dan memberikannya tatapan tajam agar ia bersemangat. 

"Apapun yang terjadi, cowok lo harus bertanggung jawab. Nggak peduli mau dia udah mutusin lo atau belum, anak ini tetap anak dia, bukan anak orang lain! Enak banget dia cuma mau bikinnya doang, tanggung jawab nggak mau!" 

Zoey menyetujui apa yang Tina katakan. Ia akan terus meneror Aiden dan meminta pertanggung jawaban. Apapun tantangannya, bahkan kalau Zoey perlu mengaku anak ini adalah anaknya dihadapan semua temannya, Zoey tidak takut. Ia sudah dipermalukan sekali, dipermalukan berkali-kali lagi pun ia tidak keberatan. 

"Besok kita datengin lagi si cowok lo itu. Kalau lo nggak bisa ngomong ke die, gue aja yang ngomong," ucap Tina sembari menepuk bahu Zoey. 

Zoey tersenyum kecil melihat semangat sahabatnya itu mendukung dirinya. "Tina, terima kasih, ya."

***

TBC 

Sweet MistakeWhere stories live. Discover now