Pagi, ini up juga sedikit.
Aku nggak bakal narget sih tapi aku akan berusaha up besok. Sudah kubilang ini cuma percobaan up dikit tapi sering. Sesukarela kalian aja kasi bintang dan komen (lah pasrah amet wkwk, mau gimana lagi aku sadar diri kok) Sisanya udah ada, cuma karena agak belum puas aku menundanya, ada perbaikan sedikit. Sabar ya.
***
"Undangan untuk Anda, Miss de Vere." Winston menyerahkan beberapa tumpuk surat kepada Lisette setelah makan malam.
Winston menuju Kaytlin setelahnya dan menyerahkan hanya sepucuk surat melalui nampannya. "Dan surat untuk Anda, Miss de Vere."
Kaytlin terkejut namun segera menerimanya dengan senang. "Terima kasih, Mr. Basset," ucapnya samar. Winston membungkuk dan menegakkan tubuhnya lagi sebelum keluar dari ruang duduk.
Kaytlin menoleh pada Lisette yang mengamatinya, "Dari Anthony."
"Anthony...?" Lisette melotot. "Kay!! Kau memanggilnya..."
"Ah, aku lupa. Maksudku Earl of Malton," Ia membuka surat dengan cepat. "Ia sudah ada di London. Tapi ia tidak mengatakan kapan kita akan bertemu Georgina." Mata Kaytlin membaca surat kembali. "Kurasa ia akan kemari terlebih dulu pada acara penerimaan tamumu..."
"Selamat malam, Kaytlin, Lisette." Dowager Marchioness muncul di pintu ruang duduk membuat Kaytlin melipat suratnya lagi sebelum berdiri bersama Lisette untuk membungkuk dan memberikan salam. "Kurasa kalian pasti bertanya-tanya mengapa aku ingin berbicara pada kalian setelah makan malam kita."
"Apakah ada sesuatu, My Lady?" tanya Lisette dengan sopan.
Dowager Marchioness tersenyum. "Aku ingin mengatakannya saat ini hanya untuk berjaga-jaga. Estat ini akan kedatangan seorang tamu. Ia adalah rekan Raphael, Mr. Christopher Maximillian."
"Ah, sang malaikat!" Kaytlin menutup mulutnya yang tercengang dengan tangan.
"Malaikat?" Lisette kebingungan.
"Ingatanmu sangat bagus, Kaytlin. Ia memang sang malaikat," Dowager Marchioness beralih pada Lisette. "Aku sempat menceritakan tentangnya pada kakakmu saat di Bond Street dulu. Mr. Maximillian adalah penyelamat keluarga marquess."
"Baiklah." Lisette mengangguk-angguk meski belum sepenuhnya mengerti.
"Tapi aku harap kalian akan maklum padanya saat bertemu nanti. Ia berasal dari Amerika, dan tentu saja kebiasaan serta budayanya sangat berbeda dengan kita. Apalagi ia bukan berasal dari keluarga bangsawan. Ia akan melakukan beribu pelanggaran, tetapi bagiku itu bukan masalah besar."
Kaytlin dan Lisette mengangguk-angguk lagi sambil tersenyum.
"Kami juga tidak sepenuhnya sempurna dalam hal itu," pungkas Lisette.
"Aku merasa lega kalau begitu," ujar Dowager marchioness sebelum berbalik. "Selamat malam."
"Selamat malam, My Lady," Kaytlin dan Lisette merendahkan tubuhnya kembali.
Lisette yang lebih dulu menoleh pada Kaytlin. "Malaikat?"
"Mr. Maximillian adalah penyelamat keluarga marquess yang dulu sempat mengalami kebangkrutan." Kaytlin menceritakan sepelan mungkin. "Maka dari itu Her Lady memanggilnya malaikat."
"Malaikat..." Lisette berucap lirih. "Terdengar seperti seseorang yang sangat baik."
"Mungkin ia juga memang memiliki sifat yang sangat baik seperti malaikat."
***
Suasana dermaga Royal Pier Southampton pagi itu sangat ramai saat beberapa kapal besar berlabuh. Petugas kapal sibuk berteriak memberikan perintah pada awak kapal agar peti-peti dapat diturunkan ke dermaga melalui tali-tali jala yang terikat katrol. Berderet-deret kereta kuda terparkir di sisi jalan. Tetapi di tempat Raphael menunggu, tidak banyak yang berkerumun karena kapal Morning Whisper adalah kapal kargo pengangkut barang dan hanya mengangkut satu penumpang, yakni pemiliknya.
Raphael melihat sosok itu menuruni tangga. Tubuhnya yang setinggi 185 cm terlihat tegap dalam balutan mantel gelap lengkap dengan topi yang membentuk bayang-bayang menutupi wajahnya.
"Tidak perlu waktu banyak bagiku untuk tahu itu kau, Fitzwilliam," ujarnya setelah sampai di daratan. Ia tidak peduli bahwa ia salah memanggil seorang bangsawan Inggris dengan nama belakangnya. Dan Raphael pun juga tidak peduli dengan itu.
"Selamat datang Maximillian. Bagaimana kabarmu?" sambut Raphael sambil berjalan bersama menuju tempat kereta kuda terparkir. Seorang bocah remaja mengikuti mereka sembari memikul tas besar di bahunya.
"Luar biasa tentu saja." Christopher mengambil sebuah cerutu dari kotak di sakunya. "Kapalku terlalu cepat beberapa knot sehingga aku tiba lebih awal, membuatku luar biasa mengantuk saat ini."
"Itu hal yang membanggakan."
"Tentu saja, itu merupakan keberhasilan. Hampir seminggu di lautan cukup membuatku merasa membuang waktu," Maximillian melihat ke arah bangunan stasiun kereta yang memang dibangun di Dermaga Royal Pier. "Stasiun kereta Southampton?"
"Benar, baru beroperasi setelah mereka membuat jalur Winchester ke Basingstoke. Jika kau ingin langsung menuju London, kita bisa memakai kereta api. Aku akan menyuruh kusirku pulang."
"Siapa yang kaukatakan kemarin ingin bertemu denganku menyangkut sewa tanah untuk proyek rel?"
"Damon Falkner, Duke of Torrington."
"Ia seorang duke." Christopher memicingkan mata menatap stasiun dan mengisap cerutunya. Dalam keadaan seperti itu ia tampak suram dan menakutkan. Pria itu memiliki wajah yang tegas namun manis dan meyakinkan di sisi luarnya sehingga semua orang yang mendengar penuturannya akan terpikat. Segala hal yang dilakukan Christopher penuh perhitungan dan presisi. Tetapi tidak banyak yang tahu bagaimana sebenarnya Christopher Maximillian.
Raphael tentu saja, tahu. Sisi kelam Christopherlah yang membuat pria itu berhasil menjadi seperti saat ini.
"Orang-orang mengatakan tembakau bisa membantu menghilangkan rasa kantuk." Christopher menatap cerutunya.
"Apakah berhasil?"
"Lumayan. Kapten kapalku yang memberikannya." Ia membuang cerutu yang masih tersisa setengah itu dan menginjaknya hingga padam.
"Kau membuangnya."
"Aku sudah mendapatkan apa yang kuinginkan dan aku tidak tertarik membuatnya membelengguku."
Sangat tipikal Maximillian.
"Aku akan ke estatmu lebih dulu dan menceritakan tentang investasi railway ini. Lalu kita akan ke London setelahnya. Kau bisa mengatur pertemuanku dengan Duke Damon."
Mendengar itu, Raphael memutar bola mata dan berjalan lagi bersama Christopher. "Itu keputusan yang bijaksana. Aku juga akan menceritakan padamu tentang bagaimana kau harus memanggilnya nanti jika kau tidak ingin membuat kekacauan sebelum melakukan negosiasi. Terus terang, ia tidak akan terkesan dipanggil Duke Damon."
Christopher terkekeh. "Seperti saat kau memberitahukanku cara memanggil nenekmu?"
"Tepat sekali."
"Sepertinya ia tidak sama sepertimu."
"Sangat berbeda."
"Para aristokrat dan peraturannya." Christopher menaiki kereta kuda Raphael dan melemparkan sekeping emas pada anak remaja yang membawakan kopernya. Anak itu terperangah melihat emas di tangannya. "Tetap saja mereka manusia dan memiliki kelemahan."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Something About You
Historical Fiction18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyerahkan perwalian mereka berdua ke tangan Raphael Fitzwilliam, Marquess of Blackmere, teman baiknya di...