"Dua orang gadis mencariku?"
Raphael Fitzwilliam, Marquess of Blackmere keempat merasa keheranan tapi ia tidak terlalu menunjukkan hal itu di wajahnya. Ia sudah terbiasa tidak menunjukkan terlalu banyak ekspresi pada para pelayan yang bekerja di estatnya selama bertahun-tahun kecuali dua ekspresi berikut: ekspresi tidak senang dan tidak berekspresi. Tidak pernah sekalipun penghuni estat itu melihat lordnya tersenyum, apalagi tertawa selama beberapa tahun terakhir ini.
"Benar, My Lord. Katanya mereka adalah anak perwalian anda." kepala pelayan Raphael menjelaskan.
"Anak perwalian?!" Derek Vaughan, Viscount Vaux of Harrowden, satu-satunya teman yang sering mengunjungi Raphael hampir saja menyemburkan brandy yang diminumnya.
"Suruh saja salah satu dari mereka masuk kalau begitu." perintah Raphael dengan tenang.
"Anak perwalian?!" ulang Derek setengah heran setengah tertawa. "Apa kau benar-benar memiliki anak perwalian, Rafe?"
"Seingatku tidak pernah."
"Aku benar-benar penasaran. Apa gadis-gadis ini hanya berpura-pura agar bisa bertemu denganmu? Tapi kalau mereka berpura-pura, cara yang mereka pakai amat menarik," ujar Derek. "Dan jika benar mereka gadis-gadis muda, ibu mereka pasti amat gila menyerahkan perwalian kepadamu."
"Memangnya ada yang salah denganku?"
"Kau seorang pria."
"Lalu?"
"Kau bertanya lagi, Rafe? Kau seorang bujangan dan hidup sendirian di tempat ini. Menitipkan anak gadis padamu sama saja seperti memasukkan rusa ke kandang harimau." jelas Derek sambil mengambil tempat duduk di sofa dengan santai.
"Perumpamaan itu lebih tepat jika mereka dititipkan padamu, Derek. Kau tidak pernah memilih-milih wanita." balas Raphael kesal.
"My Lord, Miss Kaytlin de Vere."
Percakapan mereka terinterupsi oleh kedatangan kepala pelayan tadi diikuti oleh seorang gadis berpakaian serba hitam. Gadis itu tersenyum dan memberikan salam hormat dengan sedikit membungkukkan tubuhnya. Tampaknya gadis itu dididik dengan kesopanan meski sebenarnya tata cara perkenalan mereka salah. Menurut etika dalam masyarakat ton Inggris, seorang Lady tidak boleh memperkenalkan dirinya sendiri kepada seorang laki-laki. Harus ada wanita lain yang lebih tua yang memperkenalkan mereka, tapi siapa juga yang peduli. Raphael sudah lama acuh tak acuh pada aturan bodoh yang berlaku di masyarakat.
"Miss de Vere, apa kau sedang berkabung?" Raphael mulai bertanya merujuk pada gaun serba hitam yang dipakai gadis itu.
Kaytlin mendongak dan menatap lurus pada pria yang sedang duduk tegak di balik meja kerja ruangan tersebut. Ia mendapati bahwa bayangannya tentang Marquess of Blackmere sama sekali berbeda dengan bayangannya sebelum bertemu pria itu. Dalam bayangan Kaytlin, pria itu sudah tua, kira-kira berumur lima puluhan. Tapi ternyata yang ada di hadapannya saat ini kemungkinan malah jauh lebih muda usianya dibanding ibu Kaytlin sendiri.
Marquess of Blackmere bisa dikategorikan...menarik, wajahnya tampan meski dingin tanpa sedikitpun senyum. Rambut hitam pria itu tertata rapi dan potongannya pendek tanpa cela mencerminkan tipikal perfeksionis. Pakaian yang dikenakannya tidak terlalu formal memang. Hanya kemeja putih yang terkancing rapi tanpa cravat dan rompi berwarna hitam. Hitam sepertinya menjadi warna yang mendominasi di sini. Sesuai dengan nama gelar pria itu. Furniture dan perabotan mulai dari pintu masuk hingga ruang kerja sebagian besar berwarna gelap.
"Kedua orangtua kami baru saja meninggal bulan lalu, My Lord." jawab Kaytlin sambil berusaha terus tersenyum dan menjaga suaranya tetap tenang. Perasaan sedih itu selalu muncul setiap mengingat bahwa kedua orangtuanya tidak ada lagi di dunia ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something About You
Historical Fiction18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyerahkan perwalian mereka berdua ke tangan Raphael Fitzwilliam, Marquess of Blackmere, teman baiknya di...