➰➰➰Seharusnya Raphael kembali ke estat, bukannya tidur di tengah semak seperti ini. Bisa saja ada grass snake di sana dan mematuknya karena Raphael mengganggu ketentraman si ular. Raphael akan mati membusuk tanpa ada yang tahu karena tidak ada yang menemukan mayatnya.
Sudahlah, racun grass snake tidak bereaksi secepat kobra atau black mamba. Lagipula Raphael tidak ingin mati dulu. Masih ada dua orang di dunia ini yang memerlukannya.
"Raphael!!"
Raphael mendengar teriakan Josephine yang mencarinya, tapi ia malas bergaul dengan wanita itu. Sudah cukup Raphael disangka sebagai perempuan karena gaun yang ia kenakan dan tidak ingin menambah rasa malunya lagi karena bermain dengan perempuan.
"Aku tahu kau bersembunyi di sana!"
"Pergilah, aku tidak suka bermain boneka," usir Raphael tanpa membuka mata. Ia tidak peduli Josephine tersinggung. Sudah banyak anak perempuan dan lelaki yang sering ia buat menangis karena ucapannya yang terlalu jujur. Tapi selama ini Josephine tidak pernah mempan ia buat menangis.
"Kau tahu aku tidak pernah bermain boneka," Josephine bersimpuh di samping Raphael dan mengguncangnya. "Ayo bangun....bangun..."
Raphael bangkit dengan kesal dan menyibak gaunnya agar rumput-rumput berjatuhan.
"Kenapa kau tidak bermain dengan yang lain saja?" gerutunya.
"Hanya kau anak terdekat di sini. Aku tidak menemukan yang lain."
"Ada banyak anak-anak pertanian jika kau berjalan setelah menyeberangi jembatan di sungai itu."
"Dan aku harus melewati hutan yang sangat luas. Aku seorang perempuan. Bibiku tidak akan mengizinkan. Kecuali mungkin kita pergi bersama ke sana, Raphael." Josephine tersenyum lebar.
Raphael memberikan tatapan yang menyiratkan rasa tidak tertarik sedikit pun.
"Seharusnya kau tidak memanggilku dengan nama itu."
"Jadi aku harus memanggilmu apa?"
"My Lord."
"Umph," Josephine menutup mulutnya menahan senyum. "Tapi kau belum mewarisi gelarmu."
"Tetap saja kau tidak boleh memanggilku seperti itu."
"Baiklah, Lord kecil."
"Aku juga tidak suka panggilan itu!"
"Sombong adalah sifat yang sangat buruk. Temanmu akan sulit menyukaimu."
"Aku tidak pernah minta disukai."
Josephine menjejalkan tempat umpannya kepada Raphael. "Bawakan ini."
"Dan seharusnya kau tidak boleh memerintahku seperti pelayan." Tapi Raphael menerima tempat umpan itu.
Josephine melihat ke kanan dan ke kiri, lalu ke belakang. "Di sini tidak ada pelayan yang bisa kuminta bantuan. Kau mau membawakannya, bukan? Kau adalah seorang pria, kau sendiri yang mengatakannya meski kau memakai rok__"
"Gaun."
"Ya, gaun. Dan seorang pria adalah gentleman. Gentleman harus membantu wanita. Maka dari itu__"
"Cepatlah berangkat!" bentak Raphael, berharap acara aneh itu segera berakhir.
Wanita bernama Josephine Forthingdale yang ia kenal beberapa minggu lalu sangat bawel. Usianya mungkin sudah pantas menjadi debutan, dan ia juga termasuk wanita yang menarik, tapi entah kenapa ia bisa terdampar di wilayah ini. Raphael tidak mengenalnya, wanita itu seakan jatuh dari atas langit seperti peri. Muncul tiba-tiba dan seenaknya mengklaim mereka harus berteman. Pada pertemuan pertama mereka, Josephine juga mengira Raphael anak perempuan. Apa boleh buat aturan konyol masyarakat yang mengharuskan bangsawan pria di bawah umur sembilan tahun memakai gaun wanita hanya untuk membedakannya dengan rakyat jelata. Sebenarnya Raphael sudah berumur sepuluh tahun, tapi ayahnya yang berengsek tidak ingat usia putranya. Sang marquess tidak kunjung memerintahkan pelayan memesan pakaian pria untuk Raphael.
KAMU SEDANG MEMBACA
Something About You
Historical Fiction18+ HISTORICAL ROMANCE (VICTORIAN ERA/ENGLAND) Inggris pada masa Ratu Victoria Sebelum meninggal, ibu dari Kaytlin dan Lisette Stewart de Vere menyerahkan perwalian mereka berdua ke tangan Raphael Fitzwilliam, Marquess of Blackmere, teman baiknya di...