Dibuang

686 105 13
                                    

Jisoo terus-menerus tersenyum bahkan setelah motor Bobby sudah tak terlihat oleh pandangannya, Jisoo berjalan ke arah dalam rumahnya. Dahinya mengernyit saat melihat banyak mobil pick up di halaman depan rumahnya.

Jisoo melihat-lihat sekeliling halaman rumahnya sembari berjalan memasuki rumah, Jisoo terkejut dengan banyaknya orang yang berlalu lalang di rumahnya. Banyak barang-barang yang sudah tidak berada di tempatnya seperti biasa.

Jisoo tidak melihat siapapun yang dirinya kenal, sehingga dirinya mulai menaiki tangga dan menuju kamar Kaka-nya. Berharap Irene ada di sana dan menjawab semua pertanyaan yang ingin Jisoo tanyakan pada siapapun saat ini.

"Ka." Panggil Jisoo sembari membuka pintu kamar Irene, terlihat Irene sedang membereskan barang-barangnya.

"Kamu sudah pulang?" Tanya Irene sembari menoleh pada Jisoo sekilas dan kembali memasukkan baju-bajunya ke koper, Jisoo mulai masuk dan melihat sekeliling kamar Irene yang sudah mulai kosong seperti ruang tamu.

Di dalam kamarnya sudah tidak ada lagi kasur besar milik Kaka-nya, juga tidak ada lagi meja-meja besar tempat Kaka-nya menyimpan barang-barangnya.

"Ada apa, kenapa banyak sekali mobil di luar? Apa kita akan pindah?" Tanya Jisoo menatap Irene yang kini sudah mendekat ke arah-nya setelah selesai membereskan bajunya.

"Hm, Kaka rasa begitu. Mama dan Papa hanya meminta bereskan semua barang-barang." Irene tersenyum manis, ia mengelus pelan rambut adiknya.

"Tapi kenapa tiba-tiba sekali? Kita tinggal disini sejak kecil." Irene hanya mengangkat bahu mendengar pernyataan Jisoo.

"Irene sudah bereskan barang-barangnya?" Teriakan Mama-nya terdengar hingga memperlihatkan Mama-nya yang menyembulkan kepala-nya di pintu. "Anak nakal sudah pulang, ha?"

Jisoo meneguk ludahnya saat Mama-nya kini mulai mendekat ke arahnya, dengan sigap Irene menarik adik-nya ke belakang punggungnya. Takut-takut Mama-nya akan melakukan kekerasan pada adik-nya.

"Tinggalkan saja dia Irene, lagi pula dia tidak akan ikut dengan kita!" Sinis Mama-nya dengan pandangan tidak suka pada anak kedua-nya itu.

"Apa maksud Mama? Apa Jisoo tidak akan ikut dengan kita untuk pindah rumah?" Tanya Irene dengan nada yang tidak santai.

"Tentu saja, kami lelah mempunyai anak seperti dirinya. Ini perintah dari Papa-mu jadi turuti saja Irene."

"Tidak bisa dong Ma, Jisoo juga bagian dari keluarga. Bagaimana dia bisa hidup tanpa dukungan keluarganya." Irene kini menatap marah pada Mama-nya, sementara Jisoo hanya menatap datar dan tidak bereaksi apapun.

Karena sebenarnya ini sudah sering dipikirkannya, dibuang dari keluarganya adalah sesuatu yang Jisoo yakini akan terjadi suatu hati nanti. Dan itu akan terjadi hari ini.

"Dia kenal dunia malam, dia bisa menjual dirinya untuk menghidupi dirinya sendiri." Sinis Hanindya pada Jisoo yang kini berdiam diri di belakang Irene.

"Mama!" Teriak Irene marah.

"Jangan membantah Irene atau kamu akan diseret dari sini oleh pengawal Papa? Cepat bereskan semuanya dan temui Papa dan Mama di bawah." Mama-nya berbalik dan pergi dari kamar Irene.

Irene menarik rambutnya frustasi sementara Jisoo masih saja diam di tempatnya tanpa mengatakan apapun.

"Kamu tidak perlu khawatir, Kaka akan bujuk Papa agar kamu bisa ikut dengan kami." Ujar Irene lembut pada adiknya, Jisoo membalasnya dengan tatapan sinis.

"Tidak perlu, aku akan tinggal di apartement Bang Mino." Jisoo keluar dari kamar, mengabaikan Irene yang meneriaki namanya.

Jisoo masuk ke kamar-nya, ia memandangi kamarnya dengan seksama. Meski kamarnya tidak sebesar Irene tapi ini adalah tempat ternyaman bagi Jisoo di rumah ini.

Jisoo membuka ponselnya dan melepon Mino untuk memberitahu-nya apa yang sedang terjadi.

***

Mino dan Bobby saling berhadapan dalam diam, keduanya memutuskan untuk bicara tentang perkembangan kasus keluarganya dan juga Mino berniat memberitahu segala-nya pada Bobby tanpa ada yang di tutupi.

"Satu bulan lalu." Mino memulai permbicaraan mereka membuat Bobby yang tadi menunduk kini mendongak menatap Mino sepenuhnya. "Saat sedang menggali kasus keluarga kita, gue nyari semua orang yang tahu tentang kasus ini dan gue ketemu sama seseorang yang bilang kalau dia dulu-nya adalah pengacara keluarga kita."

"Terus, gimana?" Tanya Bobby yang rasa penasarannya semakin membuncah.

"Dia bilang keluarga kita punya banyak peninggalan seperti perusahaan dan lain-lain." Bobby tentu saja terkejut dengan ucapan Sepupu-nya, ia tidak pernah menyangka bahwa mereka masih memiliki aset-aset keluarga. "Semua aset itu berpindah jadi atas nama gue sama elu, karena yang tersisa dari keluarga besar hanya kita berdua."

"Lalu?"

"Aset-aset itu di pegang sama orang kepercayaan keluarga kita."

"Siapa?"

"Keluarganya Jisoo." Raut wajah Bobby dapat Mino pastikan sama seperti raut wajahnya saat mendengar semua hal yang di ucapkan oleh pengacaranya.

"Bukannya mereka hendak menjalin kerja sama tapi gagal? Karena itu kita mengira mereka merencanakan pembunuhan ini bukan?" Mino mengangguk-angguk mendengar ucapan Bobby.

"Itu benar, tapi sebelum ini keluarga kita dengan keluarga itu adalah teman baik. Dan karena itu semua orang kepercayaan keluarga kita memberikan semua aset pada keluarga itu. Mereka butuh seseorang yang meneruskan perusahaan Bob."

Bobby menarik rambutnya kasar, tidak menyangka akan serumit ini. Bobby tidak pernah berpikir pertemuannya dengan Jisoo adalah suatu hal yang sudah terencana oleh Tuhan.

"Lalu sekarang bagaimana? Apa semuanya akan menjadi milik kita lagi?" Tanya Bobby lagi.

"Tentu saja, aku sudah melakukan tes DNA dan cocok dengan salah satu DNA yang di simpan milik keluarga kita. Katanya itu milik Kakek, karena itu kita bisa memiliki semua peninggalan keluarga kita dengan jalur hukum."

"Bagaimana dengan keluarga Jisoo, apa yang akan mereka lakukan? Dan bukannya menurut informasi mereka juga punya Perusahaan yang tidak kalah besar? Kemana perusahaan itu sekarang?" Bobby mengeluarkan rentetan pertanyaan membuat Mino menghela nafas pelan sebelum menjawab semuanya.

"Mereka setuju menyerahkannya, karena kita yang berhak atas aset-aset itu secara hukum. Perusahaan Keluarga mereka bangkrut dulu, karena bukti yang keluarga kita punya tersebar luas ke media saat itu. Mungkin karena itu mereka sangat menginginkan aset keluarga kita."

Bobby mengangguk mengerti, "Lalu mengapa tidak ada yang menyelidiki kasus keluarga kita sampai sekarang."

"Semua orang kepercayaan keluarga kita tahunya bahwa Pak Indra-Papa Irene dan juga Kakek Irene sudah memakamkan keluarga kita denga baik, karena tidak ingin media mendengar desas-desus lebih mereka bilang pada yang lain untuk tidak menggali lebih dalam lagi agar media tidak tahu."

"Tapi tulang-belulang keluarga kita masih berserakan dimana-mana."

"Gue tahu, karena itu kita akan menuntut mereka juga meski bukan mereka yang merencanakan pembunuhan keluarga kita."

***

Ps : Gue mau mulai kembali aktif, karena sekarang corona udah bener-bener menyebar di lingkungan sekitar gue dan itu bikin gue enggak bisa kemana-mana. Jadi lebih baik ikutin mau kalian untuk lebih banyak update kan?

Different (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang