Retrace 4 - Healing

81 13 1
                                    

29 Januari 1484. Catatan Park Seonghwa, Hari Pertama di Blackmoor, Sehari Setelah Tragedi Wolfmoon.

Setelah menghabiskan waktu yang lama menanggung dosa seorang diri, hari ini aku menemukan titik terang dari perjalananku. Aku meninggalkan rumah dan terus memegang teguh keputusankuk hingga menjadi seseorang yang diakui oleh Raja. Maka aku datang kemari, dengan misi yang dipercayakan kepadaku seorang diri. Blackmoor, dimana banyak rahasia yang disimpan dibalik kesederhanaan tempatnya, telah memberiku potongan puzzle yang berpotensi untuk membantu penyelidikan. Aku menemui beberapa orang hari ini, seolah aku telah mengenali mereka untuk waktu yang lama. Aku mengenali mereka, dalam sekali melihat. Dalam teror yang menyelimuti desa, seorang tukang kayu dan dua anak yang lugu telah memberikanku harapan tentang sesuatu yang besar dibalik kejadian-kejadian aneh yang terjadi. Mereka memilih jalan yang sama denganku, dengan atau tanpa mereka sadari. Pada anak-anak yang menggenggam harapan dan impian di matanya. Juga, pada teman lama yang selalu ku hargai, dan bagian dariku yang kusayangi, keberadaan ku disini adalah untuk menguak kejahatan dalam kegelapan dan menjadikan keadaan kembali sebagaimana mestinya.

__

Seonghwa tenggelam dalam pikirannya. Ia mengingat sesuatu yang sangat jauh, alasan yang besar atas kedatangannya kemari seorang diri. Kenangan yang menjadikannya tetap bertahan dalam kesendirian dan juga kenangan yang menyakitinya disaat bersamaan. Wajahnya yang selalu ramah dan tak lepas dari senyuman kini terdiam dalam kecemasan, bagaikan dua orang yang berbeda. Jauh di dalam matanya terpancar kesedihan, dan keresahan dalam nafasnya. Ia baru saja menulis satu paragraf dari buku hariannya, namun perasaan yang kacau itu dengan sekejap mengambil alih dirinya. Ia bahkan tak sadar berapa lama waktu berlalu sejak dirinya terdiam, hanya menggenggam pena dengan erat dan menatap kosong ke dalam kertas.

Han, yang nampaknya paling lelah karena seharian berlari kesana kemari untuk Hyunjin, telah tertidur pulas dengan perasaan tenang dan bahagia. Hyunjin, memperhatikan sekelilingnya lebih baik sejak Ia memutuskan untuk menerima bantuan Han yang secara teknik masih sangat asing baginya. Termasuk saat ini, memperhatikan sikap tuan rumah yang sedikit berbeda. Benaknya tergelitik rasa penasaran, tapi mengganggunya saat ini juga bukanlah kebiasaan Hyunjin. Ia juga memutuskan untuk tidur, meski sesekali ia hanya memejamkan mata dan tetap terjaga. Semua hal yang tiba-tiba ini juga meresahkan dirinya, tapi Ia mampu mengendalikan emosi dan eskpresinya dengan baik. Malam berlalu dengan cepat ketika dua dari ketiga orang di dalam gubuk itu baru saja terlelap. Han meninggalkan gubuk saat matahari masih malu-malu, Ia harus kembali ke Panti Asuhan dan melakukan pekerjaannya sebelum Ibu Suster menyadari bahwa dirinya tidak bermalam di Panti Asuhan semalam. Tentu, akan selalu ada hukuman bagi anak yang tak menuruti aturan, tak peduli apapun alasannya.

Hyunjin yang baru saja terlelap, kembali terjaga ketika ia mendengar suara langkah kaki Han meninggalkan gubuk. Ia melihat pintu yang tertutup perlahan dari sudut matanya. Pandangannya beralih ke jendela, salju masih terus turun secara perlahan. Ia menghawatirkan Han yang kembali ke Panti Asuhan dengan angin yang begitu dingin, lalu memaksa tubuhnya bangun dan mengintip melalui jendela. Tubuh Han yang kecil semakin lama semakin mengecil dan menghilang di ujung jalan. "Semoga dia baik-baik saja sampai Panti Asuhan." gumamnya. Pandangannya tertuju pada pohon-pohon tinggi yang menjulang dibalik rumah-rumah warga, pohon milik hutan yang ditakuti dan penuh misteri. Ia mengingat kejadian sebelum dirinya bertemu dengan Han, saat Keluarganya masih ada di hadapannya.

Malam itu, kereta kuda mereka melintasi Blackmoor, sesaat sebelum tengah malam. Ayahnya, dengan cuaca yang begitu dingin terus meneteskan keringat dari dahinya. Sambil terus memacu kecepatan kudanya, dengan tergesa-gesa sampai mereka memasuki Hutan Cannock. Tidak mempedulikan palang yang tertulis di tepi hutan, kereta kuda itu melaju kencang memecah semak dan ranting-ranting hutan. Cahaya semakin gelap dan bulan purnama tertutup pepohonan. Mereka seolah tenggelam dalam kegelapan. Hyunjin, butuh waktu untuk menyesuaikan pengelihatannya cukup lama, Ia belum terlatih untuk melihat dalam gelap dengan cepat. Semua terjadi dalam kebutaan nya yang sesaat. Yang Ia dengar hanya kuda mereka yang menjerit, kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Ia juga mendengar raungan serigala, dan Ayahnya yang berlari melindungi dirinya. "Lari!" Perintah sang Ayah. Di hadapan mereka, mata serigala menyala dengan terang, begitu banyak sejauh matanya memandang. Dalam pengelihatan yang terbatas itu, Hyunjin mencoba berlari meski tak sedikitpun Ia bisa memahami medan yang ada dihadapannya. Tapi dirinya yang seorang diri, ditambah Ayah dan keluarganya, tak sebanding dengan jumlah serigala yang ada di hutan itu. Mereka mencoba melindungi diri sendiri dan orang di dekatnya, menerima serangan demi serangan. Luka yang begitu banyak dan rasa sakit yang dirasakkannya membuatnya tak sadarkan diri dan tak mengingat apapun lagi setelahnya.

H E G E M O N Y  I BOOK 1 - The Falling ConcordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang