Retrace 28 - Wayfinder

53 10 0
                                    

 Matahari tepat di atas kepala, saat Seonghwa menemukan pintu masuk dari markas White Pack. Pintu itu tertutup, berkamuflase dengan baik sebagai dinding lembah yang curam. Tanahnya berpijak hanya cukup untuk menampung tubuhnya, sisanya adalah jurang yang dalamnya tak terkira. Ada sebuah garis diantara tebing tersebut, terpotong persegi panjang seperti brownies yang baru matang. Mingi mencoba mendorong pintunya, tapi tak hendak terbuka.

"Apakah pintu ini membutuhkan mantra khusus? Wah.. pertahanan yang luar biasa dari White Pack." gumam Mingi.

"Sesame Open!" seru Seonghwa tiba-tiba. Tapi yang membalas mereka hanya hembusan angin kencang yang menabrak dinding lembah. "Apakah itu open Sesame?" tanyanya ragu kemudian.

Mingi hanya menaikkan bahunya.

"Oh, haruskah mantranya menggunakan bahasa Latin?" Seonghwa, dengan raut wajah yang sumringah melihat kepada Mingi yang sedikit lebih tinggi darinya, mendapati idenya sendiri cukup bagus.

"Kau menguasai bahasa Latin?" tanya Mingi, cukup terkejut.

"Aku membaca banyak hal selama di kerajaan."

"Kau sempat tinggal di kerajaan?!!" tanya lagi, lebih terkejut.

Seonghwa bahkan tak mengingat kalau Ia belum menceritakan banyak hal pada adik-adiknya, tapi Ia selalu merasa nyaman disekitar mereka seingga tak menganggap masa lalunya sebagai rahasia. Menyembunyikan Hyunjin adalah usaha keras untuknya. "Akan ku ceritakan di lain waktu. Aku mengingat beberapa mantra dari bahasa Latin, tapi aku tak mengingat benar yang mana.." wajahnya yang secerah mentari tadi kemudian meredup.

"Coba saja kak. Aku tidak akan menertawakan." gurau Mingi.

Kakak tertuanya itu meletakan telapak tangan kanannya pada permukaan pintu tersebut, kemudian dengan ragu mengucapkan mantra. "A- Aperiesque ostium magnum!" serunya. Tapi tak ada yang terjadi. Sekali lagi, kesunyian menyambut usaha mereka.

"Akan kucoba lagi." ujar Seonghwa, mendapatkan tekadnya lebih bulat dari sebelumnya. Mingi menganggukkan kepala dengan keras, mendukung kakaknya. "Aperies ostium magnum!" serunya lagi.

Mingi mengela nafas, terlihat mulai putus asa. "Mungkin saja mantranya bukan bahasa Latin kak."

Layaknya pintu yang tak mempedulikan mantra yang di lemparkan padanya, Seonghwa tak mendengarkan kata-kata Mingi barusan. Kegagalannya justru menjadi api dalam dirinya untuk terus mencoba. Ia pasti menyebutkan mantranya dengan salah. Banyak sekali mantra yang tersedia di perpustakaan kerajaan, termasuk mantra-mantra sihir. Raja melarang rakyatnya untuk menggunakan ilmu sihir dan mengadili siapapun yang tertangkap basah menggunakan ilmu sihir, sehingga banyak penyihir membangun wilayahnya sendiri di Hutan Cannock yang jauh dari kerajaan. Tapi pada kenyataanya, praktek sihir juga terlaksana di kalangan penghuni istana secara diam-diam dan terselubung.

"Aperies porta magnum!" serunya untuk yang ketiga kali.

Dinding lembah itu bergetar dengan hebat, sembari membuka pintu yang terbuat dari potongan dinding lembah tersebut. "Oh!! Berhasil!!" Senyum lebar terukir di wajahnya, sebuah usaha yang tak sia-sia.

Di hadapan mereka tersedia lorong yang panjang, dengan obor di kanan kiri untuk menerangi jalan. Tak ada satupun yang berjaga, Seonghwa masuk terlebih dulu, kemudian disusul oleh Mingi di belakangnya. Pintu itu perlahan menutup kembali ketika mereka berdua mulai menjauh.

Setelah berjalan cukup jauh ke dalam dan tak lagi melihat pintu tersebut, jalan tiba-tiba terbagi menjadi beberapa lorong lagi. Ada empat jalan di depan mereka. "Wah, karena itu tak ada yang berjaga di depan. Ini adalah labirin." gumam Mingi

Seonghwa mengambil Pendulum dari kantungnya, kemudian membiarkannya menunjukkan jalan. Ia telah menguasainya lebih baik dibanding saat pertama kali Ia menggunakannya. Mingi melihat kemampuan kakaknya dengan seksama, untuk beberapa saat tak melepas pandangannya kepada bagaimana cara bandul itu bekerja.

H E G E M O N Y  I BOOK 1 - The Falling ConcordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang