Retrace 13 - Blind

47 6 0
                                    

 Suara ringkikkan kuda terdengar di depan gubuk, bersamaan dengan lonceng kereta. Dari jendela gubuk itu terlihat lukisan langit kemerahan, saat matahari masih mengumpulkan kekuatan untuk terbit dan menghangatkan bumi. Hyunjin terbangun dari tidurnya oleh suara-suara alam. Kuda yang meringkik, burung yang bersiul di pagi hari dan gemericik air dari selokan. Ia mencari sosok yang biasanya selalu duduk di meja dan meminum teh hangat sambil membaca berita harian. Untuk sesaat ia kebingungan, lalu ingatan tentangnya yang berpamitan semalam terlintas dan Hyunjin memahami bahwa sosoknya tak akan ditemuinya mulai hari ini.

Han masih terlelap. Mungkin meski hanya sebuah gubuk kecil dan kasur yang tidak begitu empuk, Ia bisa tidur lebih baik dibandingkan dengan seluruh fasilitas di Panti Asuhan dimana Ia tak merasa bahagia. Hyun melangkah perlahan turun dari kasur, tak ingin mengganggu teman baiknya yang sedang bermimpi. Hybird yang masih sangat muda itu kemudian mengambil segelas air dari keran dan meminumnya, sebelum kemudian berjalan ke pintu untuk melihat kuda siapa yang ada di dekat gubuk. Hal pertama yang dilihatnya setelah membuka pintu adalah potongan kayu yang menumpuk di halaman depan gubuk dan seorang tukang kayu yang baik hati, Peniel. Dia pasti datang karena Seonghwa memintanya untuk menjaga Hyunjin dan Han. Maka dengan senyuman di wajahnya sebagaimana Seonghwa selalu melakukannya, Hyunjin menyapa peniel dan membantunya mengangkat kayu-kayu dari kereta kudanya.

"Selamat pagi, Peniel. Untuk apa semua kayu-kayu ini?" tegurnya.

Peniel tertawa kecil. "Karena pria itu tidak akan bisa mengambilkan kayu untuk kalian, jadi kuantarkan saja sekalian setelah aku kembali dari hutan. Aku memilihkan dahan-dahan yang kering dan cukup besar sehingga bertahan lama untuk dibakar. Apakah tidurmu nyenyak?"

Hyunjin mengangguk. Mungkin karena banyaknya hal yang terjadi kemarin, Ia dapat tidur dengan nyenyak karena kelelahan. "Kau ingin minum apa?" tanyanya, sebagai tanda terimakasih untuk Peniel.

"Apapun. Aku tak kan meminta yang tidak ada. Lagipula, tidak perlu repot-repot begitu. Apakah Han masih tidur?"

Hyunjin kembali mengangguk. "Akan kubuatkan teh kalau begitu."

Peniel melihat punggung Hyunjin yang masuk ke dalam gubuk. Dia anak yang baik, terlepas dari siapa dia sebenarnya. Selama ini mereka hanya saling bertegur sapa, karena Peniel tak mengizinkan siapapun membantu pekerjaannya dan menyentuh kayu-kayunya. Ia juga sering membantu Han, tetapi mereka tak memiliki waktu-waktu yang khusus untuk menjadi sedekat itu. Dari cara Hyunjin menyapa dan membantunya, bahkan menyediakan minuman untuknya, bisa dimengerti mengapa Seonghwa ingin melindungi nya.

Dua cangkir teh keluar bersamaan dengan aromanya yang harum. Hyunjin meletakannya di teras, dan mempersilahkan Peniel untuk menikmatinya. Dua potong roti juga disajikan dalam nampan bersamaan dengan tehnya. Peniel duduk sebagaimana Hyunjin yang telah duduk di teras terlebih dahulu. "Pria dari Alton itu memintaku untuk menjaga dan mengawasi kalian. Sebenarnya aku tidak ingin terlibat dan lebih suka hidup dalam kesunyian, tapi bagaimana aku bisa menolak jika dia bersikap seperti adikku sendiri." ujarnya panjang lebar. Sebagaimana prinsipnya, secangkir teh harus diiringi dengan obrolan. Sebuah budaya khas Britania.

"Kak Seonghwa terlalu mengkhawatirkan kami." jawab Hyunjin.

"Setiap waktu. Kurasa, itu karena hatinya yang begitu lembut."

"Peniel, apa dia bercerita banyak ke padamu?" tanyanya tiba-tiba.

Pada kenyataannya, begitu banyak yang diceritakan oleh Seonghwa padanya sampai-sampai Ia bingung harus menjawab apa. "Yah, sedikit banyak."

"Semalam sebelum dia pergi, daripada Han, dia lebih mengutamakan untuk pergi ketempatmu. Ku kira, Kak Seonghwa langsung bertolak ke Bordon, tapi Ia datang saat hari sudah malam untuk berpamitan lagi baru kemudian benar-benar pergi. Terkadang, aku merasa dekat dengannya. Di lain waktu, dia begitu terasa asing karena aku tak tahu apapun tentangnya." Hyunjin, seperti biasanya adalah anak yang jujur dan menyampaikan apa yang dipikirkannya dengan baik serta hati-hati. Jika Ia begitu mempercayai Seonghwa, maka tak ada alasan baginya untuk tak mempercayai Peniel juga. Lagipula kepercayaan itu murah harganya, yang membuatnya mahal adalah pengkhianatan. "Jadi, mungkin saja Ia bercerita padamu tentang apa yang mengganggunya. Meski tidak sopan untuk tidak bertanya secara langsung padanya, tapi jika ada sesuatu yang tak kuketahui sementara aku dapat membantunya... Hal itu akan sangat menggangguku." jelas Hyunjin.

H E G E M O N Y  I BOOK 1 - The Falling ConcordTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang