Selepas pulang dari tempat Tante Yeni tadi ia langsung merebahkan badannya. Geby sangat rindu dengan kasur yang sudah ia tinggal lebih dari setengah hari ini.
"Capek?"
Geby mendongakkan kepalanya melihat Ibram berada di depan pintunya dengan kedua tangan yang ia masukkan ke dalam saku celana rumahannya.
"Eh Papa." Ujar Geby bangkit dari tidurnya.
"Papa boleh masuk?"
"Masuk aja Pa."
"Apa Pa, di suruh Mama ke bawah?" Tanya Geby yang mendapat gelengan dari Ibram.
"Papa tadi gak sengaja nemu foto kamu pas masih bayi. Lucu banget di gendong sama Mama kamu." Ujar Ibram.
Sedangkan Geby ia mengernyit bingung akan penyataan Ibram.
"Terus juga Papa liat di beberapa bagian foto dari kamu umur 1 tahun, 2 tahun sampai kelas 2 SD, waktu kamu makan masih berantakan bahkan sekarang juga tetep sama, kalau makan gak pernah bener." Kekeh Ibram.
Ibram menarik nafasnya sebentar "Papa bangga sama kamu, pernah dapetin piala taekwondo meskipun dapat juara 2." Ia terkekeh mengenang masa lalu Geby yang menangis tersedu-sedu karena tidak mendapatkan mendali emas.
"Tapi Papa tetep bangga sama apa yang kamu lakuin meskipun kadang Papa ataupun Mama memaksa apa yang gak kamu suka.."
"Geby suka kok semua yang Papa sama Mama suruh." Sahut Geby, Ibram melirik ke anaknya yang mata dan hidungnya sudah memerah ingin menangis.
Geby itu tepi gadis yang gampang menangis jika sudah berhadapan dengan hal-hal seperti ini, di bentak nangis, bahkan saat ia menjelaskan sesuatu yang ia simpan untuk diutarakan kepada kedua orang tuanya dan orang-orang yang ia sayangi, belum selesai cerita gadis itu sudah sesenggukan terlebih dahulu.
"Meskipun Geby berat buat ngelewatin ini, merasa di kekang, diatur terus tapi aslinya Mama sama Papa sayang dan ngasih yang terbaik buat kamu, Nak."
"Papa kok ngomong gitu sih?" Tanya Geby. Ia sudah menahan mati-matian air mata yang sudah berada di pelupuk matanya.
"Geby harus janji selalu kuat dalam menghadapi apapun rintangannya. Hati Geby boleh hancur tapi senyum itu.." Tunjuk Ibram pada bibir Geby yang mulai melengkung menahan tangis.
"Gak boleh hilang."
"Janji ya anak kesayangan Papa." Ujar Ibram dengan jari kelingking membuat janji pada Geby.
Geby akhirnya menangis ia menghambur ke pelukan Papa kesayangannya. Ini yang ia suka pada Ibram meskipun suka bercanda dan tidak pernah ngomong serius padanya sekali menasehatinya membuat Geby luluh dan menangis seperti ini.
"Udah gak usah nangis, Minggu depan udah mau nikah mau punya suami masa masih cengeng."
"Geby gak mau pindah, Geby pengen tinggal terus sama Papa Mama." Isaknya.
"Iya Geby boleh main kesini kalau ada waktu luang."
"Kastil ini selalu terbuka untuk tuan putri." Ujar Ibram membuat Geby terkekeh.
"Pa, Geby tapi gak mau pindah Geby pengen tetep tinggal sama Mama Papa." Rengeknya.
"Etss gak boleh gitu, Nak."
"Kenapa?"
"Emang kewajiban seorang istri ikut sama suaminya, meskipun harus ninggalin keluarganya. Buktinya, Mama juga ikut Papa, kan?"
Geby mengangguk "Berarti wajib ya Pa?" Tanyanya polos yang mendapat anggukan dari Ibram.
"Yaudah kamu cepetan tidur besok harus sekolah."

KAMU SEDANG MEMBACA
Turtledove [On Going]
FanfictionMohon untuk tidak PLAGIAT⚠️⚠️ 17+ [Cerita ini di tulis untuk dibaca Dibaca para readers dengan senang hati Apalagi jika di tambah follow, vote dan komen Ini pemberitahuan bukan pantun] ^^ Perjodohan? Di jaman sekarang? Gila sih. Tapi apa jadinya ji...