Chap 04

623 86 0
                                    

Sejak kembalinya aku di rumah papa, hal hal indah yang ku bayangkan tidak pernah terjadi. Kenangan di masa lalu hanya tetap menjadi sebuah kenangan indah di dalam benak ku. Pada malam hari ini, aku di pesankan makanan oleh kak Erlan. Aku duduk sendirian di meja makan yang cukup besar ini, hanya memandang pada makanan mewah tersebut sebelum akhirnya ku pindahkan ke dalam perut secara perlahan lahan. "Pada akhirnya aku tetaplah sendiri tidak perduli dimana aku berada. Sesibuk itu kah kehidupan orang dewasa? Bahkan mereka melupakan kalau aku di sini masih butuh perhatian dan kasih sayang mereka?"

Waktu berjalan dengan sangat cepat, saat ini aku akan memasuki sekolah menengah pertama di salah satu sekolah ternama di kota ku. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah namun tidak terlalu dekat juga, dan sayangnya, arah ke sekolah ku tidak ada yang satu arah dengan tempat kerja orang tua serta ke empat kakak ku. Hal itu membuat ku harus naik bus umum dan membuat ku merasakan ketidak nyamanan akan keramaian. Takut akan ramai, merupakan penyakit ku sejak kecil. Aku menyadarinya ketika dulu aku ke rumah sakit atas saran dokter untuk memeriksakan maag ku, pada saat itu aku kegelisahan dan tidak nyaman bahkan aku nyaris pingsan karena ramai. Dokter yang mengetahui itu pun mengatakan pada ku akan penyakit ku tersebut, bahwa psikis ku telah terganggu dan aku harus konsultasi ke bagian psikolog.

Sudah beberapa bulan setelah aku masuk sekolah, hal yang dulu pernah ku rasakan sesaat, kini kembali ku rasakan. Perundungan. Ya, aku mengalami lagi perundungan di masa sekarang. Entah karena apa aku bisa mengalaminya lagi. Mungkin kah karena aku slalu menyendiri di sekolah dan tidak pernah berbaur? Atau mungkin karena aku tidak bisa menjawab panggilan dari teman kelas atau pun menatapnya? Aku sungguh tidak tau.
Tetapi di sisi diri ku ini, aku memang tidak ingin memiliki teman. Ke empat kakak ku sudah cukup menjadi teman meskipun sekarang mereka tidak bisa lagi bermain dengan ku seperti dulu. Aku sungguh ingin kembali ke kehidupan yang dulu.

"Junior..." Ucap salah seorang murid laki laki yang suka merundung ku. Dia menarik kerah seragam hingga membuat ku berdiri, masih dengan memegangi kerah seragam ku, dia bertanya. "Mana tugas ku? Apa kau sudah mengerjakannya?"
Tanpa menjawab apa pun aku segera mengeluarkan bukunya dari dalam tas dan menyerahkannya, kemudian dia pergi begitu saja.

Saat jam istirahat anak laki laki tadi bersama dengan teman temannya mencegat ku yang hendak akan makan siang.
"Enak enakkan makan... Sana pergi beli makanan untuk kami terlebih dahulu!" Perintahnya.

"Bisa aku makan setengahnya dulu baru beli makanannya? Tadi pagi aku tidak sempat sarapan, sekarang perut aku sudah perih."

"Halaaah alasan aja kamu tuh, gak ada tawar menawar, cepat pergi sana." Ujarnya sambil mendorong tubuhku hingga hampir terjatuh dari bangku. Entah karena aku yang terlalu lemah atau tenaganya dia yang cukup besar, aku tidak tau. Yang jelas hanya dengan satu tangannya saja bisa membuat ku terjatuh seperti yang udah udah.

Aku pun berlari menuju kantin membelikannya beberapa roti dan juga jus buah seperti hari hari sebelumnya. Setelah menanti lama, aku pun kembali berlari lagi menuju kelas. Betapa syoknya aku ketika melihat dia sedang asik menikmati makan siang yang ku beli di toko serba ada sebelum berangkat sekolah tadi.
Tanpa bicara aku menyerahkan kantong plastik yang berisikan pesenan mereka, dan aku mengambil obat ku yang berada di tas dan pergi kembali ke kantin untuk mendapatkan makan siang. Aku ingin makan nasi dengan lauk apa pun itu yang berada di kantin, perut ku harus segera di isi agar maag ku tidak parah kambuhnya.

Sialnya, semua menu nasi sudah habis; roti juga. Yang tersisa tinggalah mie instant, dengan kekecewaan aku terpaksa memesan mie tersebut dan menguatkan diri sepulang sekolah nanti aku akan langsung berlari menuju resto terdekat untuk makan.
Namun apa yang ku hayalkan tidak terwujud, mereka kembali mengganggu ku. Mereka menyeret ku begitu bel pulang berbunyi, dan membawa ku menuju belakang sekolahan.

"Argh sial sial sial... Aku benar benar kesal dengan anak ini!" Ucap Fernando yang tadi memakan makananku dan juga yang ku kerjakan tugasnya. Dia yang sejak tadi menyeretku segera menghempaskan ku, sehingga punggungku menabrak tembok dan aku meringis kesakitan.
"Apa apaan kau ini! Sudah ku katakan kau harus mengerjakan tugas ku dengan benar semua! Tapi lihat... Ini hanya mendapatkan nilai tujuh puluh lima!" "Buuugh..." Fernando memukul wajahku dan aku langsung tersungkur. Rasanya sakit sekali, wajah, punggung, bahkan perut ku yang belum makan nasi.

Aku tidak menjawab perkataan Fernando, karena untuk bicara dengan orang lain, aku butuh keberanian yang besar terlebih dahulu dan mempersiapkan diri juga jauh jauh sebelum bicara. Itu saja terkadang tidak membuahkan hasil, tetap saja aku ketakutan untuk bicara dengan orang asing. Lidah ku terasa kelu dan sekujur tubuh ku menegang hingga mengeluarkan keringat dingin, belum lagi dengan perasaan cemas dan gelisah yang kuat.

Fernando yang kesal karena tidak ada jawaban apa apa, ia kembali menghajar ku sampai kekesalannya terlampiaskan, setelahnya mereka akan pergi begitu saja bersama teman temannya. Sekarang sekujur tubuh ku sakit, dan dengan tenaga yang tersisa aku mencoba bangun dan berjalan dengan merembet tembok.
Pemikiran ku yang hendak makan di resto sepulang nanti, tetap aku wujudkan. Aku tidak perduli dengan pandangan orang orang yang menatap ku, di balik ketidak perdulian ku, ada keberanian yang sedang ku kendalikan untuk melawan rasa takut di antara keramaian orang. Usai makan aku segera meninggalkan uang di meja dan pergi begitu saja tanpa mengambil uang kembalian.

Bukannya sombong, uang kembaliannya tidak seberapa itu sebabnya aku memilih meninggalkannya dari pada aku pingsan di tempat itu karena rasa cemas dan gelisah yang sudah makin menjadi dan aku takut aku tidak bisa mengendalikannya lagi. Anggap saja itu uang tips untuk karyawan di sana, apa lagi uang jajan perbulan ku kini kian menambah. Mama dan papa masing masing mengirimkan ku uang perbulannya enam juta, dan kak Arley serta kak Erlan juga suka mengirimi ku uang jajan tiga juta tiap bulannya, sedangkan si kembar, kak Darwin dan kak Delvin, karena dia baru saja bekerja jadi dia tidak mengirimi ku uang secara rutin.
Mereka mengatakan itu uang jajan tambahan bulanan ku, aku bisa membeli apa pun yang ku inginkan, asalkan aku bisa mengaturnya untuk sebulan.

Dan uang jajan ku hanya ku pakai untuk membeli makanan, serta obat. Lalu makanan untuk Fernando yang slalu meminta membelikan makan siang, aku bahkan tidak membeli barang apa pun, hanya sesekali saja aku membeli pakaian itu pun secara online.




















































Cerita ini untuk soal penyakitnya, murni dari karangan aku aja tanpa mencari tau kebenarannya terlebih dahulu
Jadi maaf ya kalau tidak benar 😊

Junior (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang