Chap 02

782 96 2
                                    

Usia ku sembilan tahun, dan aku menduduki bangku kelas tiga sekolah dasar. Setengah tahun aku juga sudah berada di sekolah baru, dan kini aku sudah di bully oleh teman kelas ku. Empat anak laki laki di kelas ini, slalu mengolok olok ku, melempari sampah ke arah ku, dan mencoret coret buku ku. Hal yang bisa ku lakukan adalah diam, dan membiarkan semua itu terjadi. Hingga suatu hari di saat mereka menjahili ku dengan menjambak rambutku, aku jatuh pingsan dan membuat mereka sangat ketakutan. Mereka berlari keluar kelas dan memanggilkan guru, kemudian salah seorang guru membawa ku ke ruang kesehatan dan menyerahkan ku pada dokter yang bertugas. Saat aku bangun dari pingsan, dokter itu menceritakan hal tersebut kepada ku, bahkan anak anak itu ikut serta mengantarkan ku ke ruang kesehatan bersama guru tersebut.

Dokter mengatakan bahwa aku pingsan karena demam, dan menyuruh ku untuk istirahat saja. Pada saat pulang sekolah, ke empat anak laki laki itu datang dengan membawa tas sekolah ku. Lalu mereka meminta maaf pada ku atas apa yang mereka lakukan selama ini, dan aku hanya membalasnya dengan anggukan. Sejak saat itu, tidak ada lagi yang merundung ku. Dan aku tetaplah sendirian pada akhirnya. Alasan kenapa aku diam saja saat mereka merundungku, mungkin aku berpikir, meski aku tidak bisa bicara pada orang lain, setidaknya mereka nampak perduli dengan ku dan memberikan ku perhatian melalui cara itu, jadi aku tidak kesepian dan slalu ingin cepat berada di sekolah.

Kemudian tahun telah berganti lagi, aku sudah duduk di bangku kelas empat. Pada ulang tahun ku yang ke sepuluh, tidak ada seorang pun yang mengucapkan selamat ulang tahun pada ku apa lagi memberikan ku hadiah. Bahkan mama ku seperti lupa dengan hal penting ini, karena mama sedang pergi di luar kota mengurusi pekerjaannya dengan meninggalkan ku sebuah buku tabungan, kartu dan juga pin. Mama mengatakan uang di dalam tabungan ini merupakan uang ku dari mama dan papa, jumlahnya cukup banyak, aku bisa membeli apa pun yang ku inginkan dan juga makanan apa pun yang ku mau. Mama juga bilang kalau setiap bulan uang jajan ku di tabungan ini akan di kirim langsung dari mereka berdua, jadi aku harus pandai menggunakan uang agar tidak kehabisan bila belum sampai sebulan.

Pada saat aku melihat nominal pada buku tabungan, aku menghela nafas dengan kasar. "Uang sebanyak ini tidak mungkin ku habiskan dalam waktu sebulan, uang jajan sebulan ku terlalu banyak untuk anak seusia ku kan? Atau mungkin sebenarnya delapan juta ini memang cukup untuk sebulan bagi anak sepuluh tahun? Nampaknya aku benar benar tidak tau seperti apa sebenarnya kehidupan yang sesungguhnya."

Di saat aku pulang sekolah, perut ku terasa amat sakit. Aku melihat ada klinik di lantai dasar apartemen yang ku tempati ini. Aku membuka pintu dengan sangat lemas, bahkan berjalan pun terasa sulit bagi ku. Dokter pria itu melihat ku dan dengan tergesa datang menghampiri.
"Kau kenapa nak? Astaga, wajah mu pucat sekali." Tanya dokter tersebut.

"Perut ku sakit." Ucap ku dengan sedikit merintih. Kemudian dokter itu menggendong ku dan membawa ku masuk ke ruangannya. Lalu aku segera di periksa.
"Katakan pada ku berapa nomer telepon orang tua mu yang bisa ku hubungi? Mereka harus datang dan menjemput mu, dan aku juga harus mengatakan pada orang tua mu tentang sakit yang kau alami ini." Tanya dokter tersebut.

"Aku tidak tau nomer ponsel mama, dokter bisa katakan pada ku saja, nanti aku akan katakan pada mama." Jawab ku yang sudah mulai merasa baikkan setelah dokter itu memberikan ku obat serta air putih hangat.

"Kalau nomer papa mu?"

"Aku juga tidak tau."

"Kalau begitu, di nomer berapa kau tinggal? Di rumah mu ada siapa saat ini? Biar seseorang di rumah mu datang menjemput mu, kau tidak bisa pulang sendirian seperti ini, kau tau?"

"Tidak ada siapa pun di rumah, jadi dokter cukup katakan pada ku dan berapa biayanya."

Dokter itu nampak diam sejenak, kemudian ia bicara kembali pada ku. "Kau terkena maag, dan aku duga maag mu sudah sangat parah. Kau harus pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan."

"Terima kasih banyak dok, sepulang mama ku nanti aku akan beri taukan hal ini." Aku pun keluar dari ruangan dokter tersebut dengan membawa surat untuk tebusan obat ku. Setelahnya aku membayar menggunakan kartu dan aku kembali pulang ke rumah.

"Itu sangat melelahkan... Terlalu banyak bicara dengan dokter itu, benar benar hal melelahkan." Keluh ku yang kemudian berbaring di atas ranjang dengan memejamkan ke dua mata.

Waktu berlalu dengan sangat cepat, saat ini dua tahun berlalu sejak aku di nyatakan terkena maag kronis. Aku tidak boleh telat makan sedikit pun, penyakit maag tidak boleh di sepelekan, terutama yang sudah kronis seperti ku ini, karena bisa membuat ku mati. Selama ini aku tidak lagi melewatkan makan ku sejak mama ku memberikan ku kartu atm yang merupakan uang jajan ku selama satu bulan. Meski pun begitu, tetap saja aku kekurangan nutrisi dan gizi. Aku sudah dua belas tahun, namun tinggi ku seperti anak berusia sembilan tahun. Dapat di katakan, sejak perpisahan mama dan papa, tinggi ku tidak bertambah. Selain itu, tubuh ku sangatlah kurus. Sangat tidak enak di pandang.
Meskipun begitu, ada hal menggembirakan yang membuat ku sangat tidak sabar. Papa dan mama sudah kembali baik, dan mereka memutuskan untuk hidup bersama lagi seperti dulu. Dengan begitu aku tidak akan merasakan kesepian lagi, aku akan segera bertemu dengan ke empat kakak kakakku.

Di dalam kereta ini, aku memandangi jalanan melalui jendela. Dan aku tidak ada hentinya memikirkan tentang semua kakak ku. Mereka pasti juga sangat merindukan ku bukan? Saat bertemu lagi dengan mereka, kita pasti akan beperlukan untuk melepaskan rindu. Setelah itu, kita akan bermain bersama sama lagi. Oh benar, aku juga rindu dengan masakan kakak kakak ku. Dengan kembalinya aku ke rumah itu, aku tidak akan kekurangan nutrisi dan gizi lagi, aku bisa memakan makanan sehat setiap harinya bukan makanan siap saji lagi. Dan aku pasti akan tumbuh tinggi seperti ke empat kakak ku. Kira kira, seperti apa ya mereka sekarang? Empat tahun berlalu dengan sangat lama, pasti mereka sudah banyak berubah. Kak Arley, kak Erlan, kak Darwin, dan juga kak Delvin, aku sudah sangat merindukan kalian semua. Kalian pasti dengan mudah akan mengenali ku yang tak banyak berubah sejak meninggalkan rumah. Tunggu aku ya kak...

Namun sesampainya di rumah pada hari minggu ini... Tidak ada seorang pun yang menyambut kedatangan ku, membuat ku sangat kecewa. "Mama, apa kakak tidak tau kalau kita akan kembali ke rumah?" Tanya ku dengan sangat sendu.

"Tentu mereka tau, mama sudah mengatakannya."

"Lalu dimana kakak mah? Kenapa tidak ada seorang pun di rumah?"

"Kakak kakak mu sedang sibuk bahkan di akhir pekan ini, kau dapat bertemu dengan mereka saat malam nanti. Sudah sana masuk ke kamar mu dan rapikan barang barang mu, mama harus pergi juga karena ada rapat dadakan."

Junior (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang