Chap 13

539 73 0
                                    

Saat aku mencoba membuka mata ku, cahaya lampu terasa sangat menyilaukan dan menyakitkan. Setelah sepenuhnya mata ku terbuka, cahaya tersebut seakan sudah menyatu baik dengan penglihatan ku. Aroma yang tak asing bagi ku membuat ku mengetahui bahwa aku berada di rumah sakit, aku lihat seisi ruangan ku, tidak ada siapa pun di sini. Aku hanya menghela nafas lelah, memangnya siapa yang ku harapkan yang berada di sini menemani ku? Keluarga ku? Mana mungkin... Aku tidak membawa ponsel dan tidak ada seorang pun yang mengetahui nomer ponsel orang tua ku atau kakak ku, bahkan nomer telepon rumah saja tidak ada yang tau. Lagi pula ini bukan kali pertamanya aku di rawat inap seperti ini karena maag ku, dan selama ini aku hanyalah sendirian. Dan penyebab aku pingsan bukan sepenuhnya karena maag, tapi lebih dominan ke pada psikolog ku yang sudah tidak bisa lagi ku tahan.

"Hueeek..." Tiba tiba aku muntah dan mengotori selimut yang ku kenakan ini, sebelum muntah, ulu hati ku terasa sangat nyeri dan seketika aku muntah.

"Jun... Waaah apa yang terjadi pada mu? Kenapa ada darah di sini?" Panik Lucas yang baru saja masuk ke dalam ruangan ku dan melihat muntahan darah yang ada pada selimut ku.

"Uhuk... Uhuuuk... Huuueeek.... Hueeekk..." Aku sedikit batuk dan kembali memuntahkan darah. Lucas yang terlihat panik segera berteriak ke depan pintu memanggil dokter.

Tak lama setelahnya dokter yang bernama Bobi masuk bersama seorang suster, dokter Bobi ini merupakan dokter ku. Beliau yang memeriksa kondisi ku ini.
"Sejak kapan kau muntah darah seperti ini? Terakhir kali berobat kau bilang kalau kau tidak pernah muntah darah." Tanya dokter Bobi pada ku.

"Satu bulan yang lalu." Jawab ku tanpa berani memandang dokter Bobi, alasannya karena sebelumnya aku berbohong.

"Dan kau terakhir berobat dua minggu yang lalu, mencoba membohongi ku, huh?" Ucap dokter Bobi dengan mengangkat sebelah alisnya.

"Maaf..." Hanya itu yang bisa ku katakan sekarang dengan sendu.

"Sudah sering kali aku peringatkan, jaga pola makan mu, jangan stress, jangan banyak pikiran, agar kau bisa mengatasi maag mu yang sudah kronis ini. Melihat kau yang muntah darah seperti ini, pembuluh darah mu pasti sudah kena. Kau harus di rawat selama beberapa hari disini agar aku bisa mengawasi mu." Final dokter Bobi yang keluar dari ruangan ku.

Lucas berjalan menghampiri, ia menarik bangku dan di dekatkan ke arah ku. Wajahnya nampak sekali cemas, "Kau punya maag kronis? Kenapa tidak pernah cerita?" ia bertanya padaku.

"Memangnya kau siapa harus ku ceritakan?" Tanya ku sedikit sinis.

"Teman mu kan."

"Sejak kapan? Aku tidak pernah menganggap mu sebagai teman." Ketus ku.

"Apa kau lupa? Semalam kau bilang ke kak Sasha kalau aku ini teman mu."

"Sasha?" Aku sedikit memiringkan kepala.

"Wanita yang kita temui semalam, namanya kak Sasha, kau tidak tau?" Aku hanya mengangkat kedua bahu sebagai jawaban. "Sudahlah lupakan soal itu, tapi kau ingat kan pernah bilang kalau aku ini teman mu." Ucap Lucas dengan menaik turunkan kedua alisnya.

"Tidak ingat, kalau pun aku mengatakannya, nanti aku akan bilang ke wanita itu kalau aku menarik kata kata ku yang mengatakan kalau kau ini teman ku."

Lucas berdecak sambil menggerakkan jari telunjuknya ke kanan dan kiri. "Ck... Ck... Ck... Ucapan yang sudah di keluarkan tidak bisa di tarik kembali, ibaratnya kau membuang liur mu, apa mungkin kau akan menjilatnya kembali dan menelannya? Tidak kan? Nah ucapan mu sama seperti itu, tidak bisa di tarik kembali."

"Hahaha... Benar tuh kata Lucas, lagi pula selama ini kau senang kan dengan kehadirannya. Buktinya kau bisa bicara lancar tanpa gagap dan tidak cemas di saat berhadapan dengannya." Saut dokter Ferry yang berjalan mendekati ku.

"Hah?! Jangan bicara seenaknya seperti itu, dan sejak kapan dokter mendengarkan percakapan kami?" Tanya ku dengan sedikit menaikkan nada bicara.

"Sejak dokter Bobi keluar dari kamar mu ini, aku mendengarkan semuanya."

"Jangan seenaknya menguping pembicaran orang lain!"

"Aku bukan orang lain, kita udah saling kenal dan aku sebagai dokter mu harus tau tentang kemajuan mu kan."

"Siapa?" Tanya Lucas kepada ku.

"Kau pasti belum kenal dengan ku, aku Ferry dokter bagian psikolog sekaligus dokternya Junior. Lucas, terima kasih banyak karena sudah mau berteman dengan Junior, dan untuk ke depannya mohon jaga Junior dengan baik. Dan harap sabar menghadapi sikapnya ini, tapi yang perlu kau tau, Junior senang berteman dengan mu."

"Salam kenal dokter Ferry, tanpa dokter pinta aku pasti akan menjaga Junior dan berteman baik dengannya. Tapi, bagaimana dokter tau nama ku?" Lucas nampak kebingungan, pasalnya ini pertemuan pertama kali mereka kan.

"Oh soal itu, aku hanya menebak kalau kau itu Lucas setelah mendengarkan percakapan kalian. Selain itu Junior selalu menceritakan tentang mu, jadi aku tau itu."

"Dokter Ferry, bukan kah seharusnya dokter menjaga privasi pasiennya? Jangan seenaknya mengatakan ke orang lain." Seru ku menatap dingin dokter Ferry.

"Aku kan sudah mendapatkan izin mu kalau tidak masalah jika aku menceritakannya ke orang lain."

"Aku hanya mengizinkannya kemarin dan itu pun ke wanita itu!"

"Maka tidak ada masalah jika bertambah Lucas mengetahuinya, ini juga demi kesembuhan mu. Baiklah kalau begitu, aku permisi dulu karena aku harus kembali bekerja." Dokter Ferry melambaikan tangannya sambil berjalan keluar dari kamar.

"Kenapa kau masih disini? Tidak sekolah?" Tanya ku ketus kepada Lucas.

"Aku izin, karena aku akan menjaga mu di sini. Jadi kau dapat katakan pada ku apa pun yang kau mau. Aku juga mendapatkan izin melakukan ini dari mommy ku, bahkan mommy menitipkan salam untuk mu. Oh ya, aku atau pun dokter yang pertama datang belum ada yang menghubungi keluarga mu. Dokter itu juga bilang kalau biasanya kamu tidak pernah membiarkan siapa pun menghubungi keluarga mu, memangnya kenapa? Bukan kah lebih baik keluarga mu tau hal ini? Bagaimana jika mereka mengkhawatirkan mu karena tidak pulang ke rumah sejak semalam? Semalam aku bermaksud untuk menghubungi orang tua mu melalui ponsel mu, tapi aku tidak menemukannya. Kau tidak bawa?"

"Jangan seenaknya melakukan hal itu, aku tidak bawa ponsel sengaja ku tinggalkan di rumah. Dan biarkan saja keluarga ku tidak mengetahui hal ini, begini lebih baik."

"Mana bisa seperti itu! Keluarga mu pasti akan cemas mencari mu karena tidak pulang ke rumah! Lebih baik hubungi mereka sekarang, berikan nomernya dan aku akan menghubunginya untuk mu!"

"Mereka tidak akan cemas, mereka bahkan tidak akan tau kalau aku tidak pulang." Raut wajah ku menjadi sendu, aku kembali teringat dengan kesepian yang selama ini setia menemani ku.

Junior (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang