Chap 05

591 84 5
                                    

Setiap hari di bully oleh Fernando dan teman temannya, para murid lainnya seakan menutup mata mereka. Itu lebih baik bagi ku, karena jika ada seorang saja yang berusaha untuk membantu ku, aku tidak tahu harus bersikap apa kepadanya. Aku bahkan akan sulit mengucapkan terima kasih ke pada orang tersebut. Aku ingin perundungan ini berakhir karena aku tidak tahan dengan siksaan fisik yang mereka berikan, lihat saja, tubuh ku sangat kecil. Aku pendek dan aku kurus, bagaimana bisa aku tahan dengan pukulan serta tendangan mereka yang memiliki tubuh lebih tinggi dan besar dari ku, yang jelas tenaganya bukan lah tandingan ku. Namun di satu sisi, meski pun ini mengganggu dengan penyakit ku yang merasa takut dengan interaksi kepada orang asing selain keluarga ku, dan juga takut akan keramaian orang orang... Aku merasa senang di bully oleh Fernando dan teman temannya.

Bukan masalah jika aku harus membelikan mereka makanan setiap harinya atau pun mengerjakan tugasnya, meski aku sendiri bukan lah anak yang pintar. Dengan adanya mereka yang selalu mengusik ku, membuat aku merasa bahwa ada orang yang melihat ku dan memberikan ku perhatiannya, meski pun dalam bentuk pembullyan. Apakah aneh jika aku merasakan kesenangan di balik penderitaan ku? Pasti ada orang yang menganggap ku aneh atau mungkin masokis jika ada yang mengetahui hal ini. Tapi tidak, aku bukan masokis yang suka dengan penyiksaan. Aku hanya senang dengan mereka yang slalu mencoba mendekati ku, setidaknya aku tidak benar benar merasa kesepian. Aku yang sudah tidak bisa bermain bersama dengan ke empat kakak ku, bahkan untuk meluangkan sedikit waktunya saja terasa sulit, apa lagi dengan ke dua orang tua ku... Di tambah penyakit ini yang takut dengan orang orang asing, yang membuat ku tidak bisa memiliki teman walau hanya seorang. Jadi aku tidak salah kan dan bukan seorang masokis?

Ketika berada di rumah, rasa kesepian itu kembali melanda. Karena ini sudah lama ku lalui, aku jadi merasa sangat nyaman dengan kesepian ini. "Ku harap aku tidak memiliki seorang pun teman yang dapat mengacaukan kedamaian ku ini." Gumam ku yang sedang berbaring di kasur.
"Ckleek..." Pintu kamar ku terbuka, aku melihat kak Arley yang masuk ke kamar dan berjalan menghampiri ku.
"Dimana ponsel mu? Sejak sore tadi ku hubungi tidak tersambung terus." Keluhnya.

"Kalau tidak salah ponsel ku ada di laci meja belajar." Jawab ku dan kak Arley segera membuka laci tersebut. "Tidak ada." Serunya. Aku yang sedang berbaring, segera duduk bersandar pada kepala ranjang. "Laci yang di bawahnya?" Tanya ku.

"Semua laci di meja mu sudah kakak buka, dan tidak ada ponsel mu."

"Oh mungkin ada di dalam tas." Kak Arley segera meraih tas dan membukanya, dan benar, ponsel ku berada di dalam tas dalam keadaan mati. Kak Arley dengan sergapnya segera mengisi daya ke ponsel ku lalu ia duduk di tepi ranjang dekat dengan ku.
"Pastikan untuk selalu mengisi daya ponsel mu kalau sudah habis, jadi kakak kalau menghubungi mu tidak kesulitan seperti ini, dan perhatikan juga di mana kamu menyimpannya, jangan sampai kamu kehilangannya." Ujar kak Arley.

"Jika hilang kakak kan bisa membelikan ku ponsel lagi, tidak perlu mengoceh seperti itu lah kak." Ledek ku dengan tersenyum.

"Tapi jika kakak ingin menghubungi mu, akan sulit seperti ini."

'Biasanya juga gak ada seorang pun yang menghubungi ku, jadi aku mengabaikan ponsel itu. Buat apa aku perduli jika tidak ada yang mencari ku?' Batin ku.

"Sudahlah kak cuma masalah ponsel aja jangan di besar besarkan. Bagaimana jika aku yang hilang? Dan tidak ada seorang pun di rumah ini yang sadar? Apakah masalah ini akan di besarkan melebihi ponsel?" Seru ku.

"Bicara apa kamu ini, hmm... Jika si bungsu yang tampan ini menghilang, jelas kita semua akan tahu dan akan sangat panik untuk mencari mu. Jangan bicara yang aneh aneh, lebih baik kita ganti topik saja. Tadi kakak menghubungi mu untuk mengajak mu makan di restoran, kakak akan memperkenalkan pacar kakak ke kamu. Jadi sekarang sana pergi mandi dan bersiap siap."

"Aku tidak mau pergi. Kalau kita makan malamnya hanya berdua aku baru mau pergi, aku tidak mau bertemu dengan orang asing." Ujar ku sambil menundukkan kepala .

"Jangan seperti itu, pacar kakak bukanlah orang asing, karena dia akan menjadi bagian dari keluarga kita kelak. Cepat sana siap siap."

"Gak mau kak, kalau nanti kakak nikah sama dia ya udah nikah aja. Yang jelas aku gak mau pergi." Aku tetap bersikerah, kak Arley membuang nafasnya dengan kasar.

"Tidak ada makan malam kalau kamu tidak mau ikut kakak pergi."

"Aku bisa pergi ke toserba dan beli makan malam ku sendiri."

"Anak ini benar benar... Sudah sana cepat bersiap, kakak tidak mau mendengar penolakan!" Tegas kak Arley dan dia keluar dari kamar ku. Kalau seperti ini aku tidak bisa menolaknya.

Setibanya di restoran, kita berdua menunggu kedatangan pacar kak Arley.
"Kenapa kamu kurus sekali sih? Apa kamu tidak makan dengan benar?" Tanya kak Arley.

"Aku makan dengan benar kok, aku hanya ngebatin aja makanya aku gak bisa besar." Jawab ku dengan acuh.

"Masih kecil udah ngebatin aja, gimana besar nanti? Ada ada aja kamu tuh."

"Kalau besar nanti yaa aku udah gak ada karena gak kuat ngebatin."

"Hussh kalau bicara..." Kak Arley menyentil kening ku, dia tidak marah dengan ucapan ku yang aneh ini, dia juga tidak terlihat menanggapi serius perkataan ku, sudahlah, biarkan saja, aku tidak perduli.

Beberapa menit berlalu, namun kekasihnya kak Arley belum datang, membuat ku harus menunggu lebih lama lagi untuk memesan makanan. Pada saat ini, aku mencoba mengalihkan pandangan ku dari orang orang yang berada di sekitar. Aku mengabaikan suara suara mereka yang berbicara dengan pelan, namun bagi ku suara mereka sangatlah keras.
"Kakak perhatikan, kenapa kamu tidak tambah tinggi Jun? Badan mu juga kurus sekali seperti kurang gizi." Ujar kak Arley.

"Aku memang kurang makan makanan bergizi jadinya seperti ini, di tambah lagi aku juga ngebatin."

Aku kira kali ini kak Arley akan menanggapinya dengan ledekan dan tidak menganggap serius perkataan ku, namun kali ini berbeda. Dia memandang ku dengan tatapan yang serius. "Apa ada masalah yang terjadi? Sejak tadi kau berkata kalau kau ngebatin, apa yang sudah menyiksa mu? Coba ceritakan pada kakak, biar kakak bisa bantu cari jalan keluarnya."

"Tidak ada kok kak, tidak ada masalah apa pun. Aku hanya bercanda saja." Jawab ku sambil tersenyum paksa.

"Junior, kakak tidak suka bercanda seperti itu. Kamu tau, kakak merasa kamu berubah tidak seperti dulu lagi. Apa karena pertengkaran mama dan papa dulu? Bagaimana kehidupan mu saat itu? Kakak selalu memikirkan mu Jun, dan kakak setiap hari menghubungi mama untuk menanyakan kabar mu dan ingin bicara sama kamu. Tapi, setiap kali kakak telpon, mama slalu berada di kantor jadi kakak tidak berhasil untuk bicara sama kamu. Bahkan kakak meminta nomer telpon appartemen tempat kamu tinggal, tapi mama bilang di sana mama tidak memasang telpon. Bahkan kakak meminta alamat apartementnya, mama slalu bilang nanti nanti dan nanti karena mama sibuk.
Jun... Maaf jika kakak sangat telat menanyakan hal ini, apa kamu hidup bahagia saat itu? Apa ada masalah yang terjadi? Tolong ceritakan sama kakak, kak Arley, Erlan, Darwin, dan juga Delvin, slama ini mencemaskan mu dan slalu merindukan mu. Kak Arley tidak ingin adik kecil kakak berubah seperti ini..."

Junior (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang