Chap 06

581 74 3
                                    

"Aku hanya merasa kesepian..." Sepenggal kalimat yang ku ucapkan itu terhenti ketika suara wanita yang asing bagi ku terdengar memanggil nama kak Arley. Aku langsung menutup rapat mulut ku dan tak berani menatap wajah orang tersebut yang sudah ku tebak bahwa dia adalah pacar kak Arley.
"Arley, maaf aku terlambat tadi jalanan macet..." Ucap wanita itu.
"Tidak apa. Oh ya Vanesa, kenalkan ini adik bungsu ku yang sering ku ceritakan. Namanya Junior." Seru kak Arley.

"Aaah imutnya... Tidak kalah tampan seperti mu Arley. Hai Junior, kenalkan aku Vanesa."

Ku coba untuk menaikkan pandangan ku ke arahnya, pertama yang ku lihat adalah tangannya yang putih mulus terulur ke arah ku. Kemudian ku alihkan pandangan ku menuju wajahnya. 'Cantik.' Kata itu yang langsung keluar dari dalam hati ku. Apa lagi senyumannya sangat manis. Aku merasa wanita ini sangat cocok sekali dengan kak Arley. "Jangan cuma bengong Jun, ayo kenalan sama kak Vanesa." Saut kak Arley.

Kemudian aku mengulurkan tangan ku dan berjabat tangan dengan wanita tersebut. "Junior." Ucap ku pelan. Setelah berkenalan lalu kita mulai acara makan malam ini. Aku merasa sangat canggung dan tidak nyaman, aku ingin segera pulang. Terlebih lagi, penyakit ku akan keramaian orang sudah berada di puncak. Keringat ku mulai bercucuran, dan kak Arley sadar akan hal tersebut. "Kau baik baik saja?" Suara kak Arley terdengar sangat cemas. Rasanya menyenangkan, sudah lama aku tidak dengar suara kak Arley yang cemas karena ku. Lalu aku pun hanya menggelengkan kepala karena sudah tidak bisa untuk mengeluarkan kata kata.

"Arley, ku rasa lebih baik kamu bawa adik kamu pulang deh." Kak Vanesa memegang kening ku. "Junior demam." Lanjutnya.
"Maaf ya Vanesa aku harus pulang mengantar Junior, aku tidak bisa mengantar mu pulang." Ucap kak Arley.
"Tidak apa... Aku bisa pulang menggunakan taxi, Junior lebih penting."

Kemudian kak Arley menggendong ku di punggungnya, karena kedua kaki ku lemas tidak lagi memiliki tenaga untuk berjalan, berdiri saja tidak kuasa. Kak Arley menancapkan gas mobilnya, melaju sangat pesat agar segera tiba di rumah. Di dalam perjalanan kak Arley segera menghubungi dokter keluarga agar setibanya di rumah aku segera di periksa.


Lalu, satu tahun berlalu. Aku kini sudah naik kelas dan kak Arley sudah bertunangan dengan kak Vanesa. Aku jadi merasa semakin kesepian saja. Dan di sekolah aku masih saja di rundung oleh Fernando, namun kali ini aku sudah merasa sangat lelah. Dulu aku yang berpikir tidak masalah akan hal tersebut, karena merasa ada yang memerhatikan ku, beberapa bulan yang lalu, aku tidak lagi berpikir demikian. Terlebih lagi, Fernando lebih sering bermain fisik, dan itu sangat sangat menyakitkan. Hampir sekujur tubuhku memiliki luka dan lebam. Naasnya, tidak ada satu pun keluarga ku yang mengetahui hal ini atau melihat keadaan ku saat ini.

Mereka terlalu sibuk dengan pekerjaannya masing masing, mereka nyaris tidak ada di rumah, bahkan mereka tidak mencoba untuk menghubungi ku untuk menanyakan kabar atau pun apa yang sedang ku lakukan sekarang. Rasa kesepian yang mendalam, semakin menyiksa ku. Aku terluka secara fisik dan mental. Karena hal itu aku lebih sering mengurung diri di kamar, dan juga membolos sekolah. Aku tau hal ini buruk, aku tidak boleh lemah apa lagi aku ini laki laki, tapi aku merasa itu lebih baik dari pada melakukan hal hal negatif untuk melampiaskan kekosongan ini.
Dan ketika aku mulai masuk sekolah lagi setelah satu minggu aku membolos, aku menyadari ada murid baru di kelas ku. Tentu saja aku menyadarinya, karena orang itu duduk di sebelah bangku ku yang selama ini kosong.

Orang itu memperkenalkan namanya, namun aku mengabaikannya. Aku yakin dia pasti sudah tau nama ku dari murid lain di kelas ini, atau mungkin saja Fernando yang setiap jam istirahat datang ke kelas dan berteriak memanggil ku. Fernando beserta teman temannya memang sudah di kenal sebagai preman dari sekolah ku, jadi siapa pun lebih memilih untuk menghindari kontak mata dengannya. Sehingga tidak ada satu pun yang berani untuk menghentikan Fernando yang sedang merundung ku. Mereka semua memilih melindungi diri mereka sendiri dengan menutup matanya. Namun hari ini berbeda, ketika Fernando datang dengan angkuhnya berjalan menghampiri ku dan memukul keras meja ku yang saat ini aku sedang tiduran. Fernando menarik rambut ku dengan sangat kuat yang kemudian menampar ku hingga sudut bibir ku berdarah.

"Apa yang kau lakukan?! Kau tidak boleh melakukan hal seperti ini!" Seru murid baru itu membela ku.

"Kau diam saja! Kau hanya anak baru di sini, jangan bersikap sok pahlawan! Lihat mereka..." Fernando menggerakkan tangannya untuk memberi arah penglihatan murid baru itu ke seisi kelas. "...mereka semua hanya diam tidak ikut campur dalam urusan ku, belajarlah kau dari mereka jika kau mau tetap aman berada di sekolah ini."

Kemudian Fernando menarik ku keluar kelas, murid baru itu hendak menahan ku, namun yang ku lihat dari ekor mata ku ia telah di hadang oleh teman temannya Fernando. Aku di bawa ke atap sekolah, di sinilah tempat biasa mereka menyiksa ku. Fernando berjalan mendekatiku, dan aku hanya berjalan mundur selangkah demi selangkah hingga punggung ku menabrak tembok dan aku tidak bisa kemana mana.
"Plaaak..." Sebuah pukulan mengarah ke kepala ku. "Hebat, masih berani melarikan diri..." "Plaaaak..." Fernando kembali memukul kepala ku. "Sudah ku katakan untuk masuk sekolah setiap hari dan jangan pernah sekali pun kau membolos, tidak perduli jika kau sedang sakit. Gara gara kau, kita semua kelaparan!" Fernando kembali memukuli ku, entah itu di kepala, wajah, perut, atau lengan ku yang sedang berusaha untuk melindungi kepala.

"Kau harus mengganti rugi uang yang sudah ku keluarkan untuk membeli makan selama satu minggu ini. Hmmm... Total semuanya tiga juta, besok tidak perduli kau dapat dari mana, kau harus membawanya!" Setelah mengatakan hal itu, Fernando bersama dua temannya pergi meninggalkan ku. Sedangkan aku hanya memilih untuk merebahkan diri di atas atap yang begitu panas akibat teriknya sinar matahari.

"Jika aku melakukan hal negatif untuk melampiaskan kekosongan ini, pasti akan sama buruknya seperti Fernando. Aku pernah mendengar isu tentangnya, ke dua orang tuanya bercerai saat masuk sekolah menengah pertama, dan tidak ada satu pun orang tuanya yang memperhatikannya. Dia sama seperti ku. Anak anak yang mengalami masalah di keluarganya, tidak ada yang bisa bersikap normal layaknya anak yang tak bermasalah. Jadi, yang ku lakukan lebih baik kan dari pada Fernando? Meski pun aku benci diri ini yang sangat lemah dan mudah di tindas."


















































Cerita ini untuk soal penyakitnya, murni dari karangan aku aja tanpa mencari tau kebenarannya terlebih dahulu
Jadi maaf ya kalau tidak benar 😊

Junior (Ended)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang