"Hoiii... APA YANG SUDAH KAU LAKUKAN, HAH?!!!" Suara itu, suara yang sangat aku kenali. Terdengar bahwa si pemilik suara sedang marah. Aku segera menolehkan pandangan ku ke sumber suara, begitu melihat pemilik suara yang sedang berjalan ke arah kami beserta dua orang lainnya yang ku kenali, aku tanpa sadar tersenyum senang ke pada mereka bertiga.
"Maaf pak Arley sudah membuat keributan, begini pak, kurir ini ingin mengantar tas ke pak Darwin, dan saya memintanya untuk menyerahkannya kepada saya agar saya berikan ke pak Darwin. Tapi anak ini bersikeras ingin mengantarkannya ke pak Darwin. Saya sudah katakan kalau pak Darwin sedang sibuk, jadi lebih baik di titipkan saja kan ke saya. Selain itu anak ini sungguh tidak sopan memanggil pak Darwin dengan sebutan kakak. Jadi saya memberinya nasihat, namun kurir ini tidak mau menerima apa yang saya nasihati." Tutur si wanita itu menjelaskan ke kak Arley."Lalu tamparan itu? Apa seperti itu cara mu memberi nasihat kepada orang yang jauh lebih muda dari mu? Anak ini masih berusia empat belas tahun, dan apakah tamparan itu di benarkan? Memangnya kau siapa berhak menamparnya?" Ucap kak Arley dengan dinginnya namun saat ku lihat ia sangat tenang menanggapi kekacauan yang ku buat ini.
'Kak Arley sungguh keren, dewasa sekali.' Kagum ku di dalam hati."Maafkan saya pak, saya sudah keterlaluan. Saya terbawa emosi dengan perkataan kurir ini. Sekali lagi maafkan saya pak." Ucap wanita itu sambil menundukkan kepalanya dalam dalam.
"Pecat saja kak, dia sudah menampar ku sampai terasa seperih ini. Dia bahkan tidak melayani ku dengan baik, bagaimana bisa dia bekerja di kantor papa? Bisa bisa banyak orang yang kecewa nantinya." Seru ku sambil memandang kak Arley, lalu aku menyerahkan tas kerja ke kak Darwin. "Ini kak tasnya, map punya kak Delvin juga ada di dalamnya. Karena aku tau ini penting, jadi aku tidak mau menyerahkan tas kakak ke sembarangan orang, lebih baik aku mengantarkannya sendiri kan." Lanjut ku sambil menatap wanita itu yang nampak terkejut. Ku lihat dia menaikkan kepalanya dan menatap ku dengan mulut sedikit terbuka.
"Asal kau tau, anak yang kau bilang kurir ini merupakan anak bungsu keluarga Albern pemilik perusahaan ini. Dan kau dengan ringan tangannya menampar? Bahkan kami satu keluarga tidak ada yang pernah menamparnya, jangankan menampar, mencubitnya saja tidak pernah. Kita bahkan tidak pernah meninggikan suara kita ke adik bungsu kita ini. Lalu kau siapa? Ada hak apa kau menampar adik ku? Hanya karena permasalahan sepele itu? Seharusnya kau tanyakan terlebih dahulu dia siapa, bukan seperti ini! Kau sungguh mengecewakan sekali, aku tunggu surat pengunduran diri mu hari ini di ruangan ku, atau kau lebih suka jika aku memecat mu sekarang juga?"
Wanita itu menarik tangan kak Arley, air matanya mulai berjatuhan. "Tolong pak, beri saya kesempatan, biarkan saya tetap bekerja disini, saya mohon pak." Wanita itu memelas memohon ke kak Arley, namun tangan wanita itu di tepis. Aku lihat kak Arley menatap wanita itu dengan sangat tajam, tanpa berkata apa apa kak Arley memegang tangan ku dan membawa ku pergi dari lobby tersebut.
"Kak Arley menyeramkan kalau lagi marah." Seru kak Darwin dan mengikuti ku di belakang bersama dengan kak Delvin.
Aku di bawa masuk ke ruangan yang ku duga itu adalah ruangan kak Arley. Kak Darwin dan kak Delvin juga turut memasuki ruangan ini dan keduanya langsung duduk di sofa.
Kak Arley melihat jam tangannya lalu ia melihat ku. "Sekarang sudah jam sepuluh, kau bolos sekolah? Dan kenapa muka sama tangan mu ada lebam?" Tanya kak Arley."Aku diskors selama tiga hari, ini surat panggilan dari wali kelas ku. Kemarin mama sama papa tidak menjawab panggilan dari guru, jadi aku serahkan surat ini ke kak Arley." Ucap ku sambil memberikan surat yang ku keluarkan dari tas kecil ku itu.
"Diskors? Tadi kau bilang katanya sekolah libur karena gurunya rapat." Saut kak Delvin.
"Hehe maaf aku bohong." Aku berucap sambil menggaruk pipi ku yang tak gatal.
Kak Arley selesai membaca surat tersebut, ia kini menatap ku. "Memangnya apa yang kau lakukan sampai diskors begini, hmm?"
"Sedikit bertengkar dengan Fernando." Jawab ku sedikit acuh.
"Wow, tidak terduga." Seru kak Delvin.
"Kakak akan menemui wali kelas mu nanti, jadi apa alasan mu bertengkar dengannya? Kau tau, kau anak pertama yang membuat hal seperti ini. Semua kakak kakak mu tidak ada satu pun yang melakukan perkelahian, apa lagi sampai di panggil guru seperti ini. Memalukan."
Entah kenapa ucapan kak Arley seperti menusuk jauh di dalam hatiku, rasanya sakit sekali. Padahal aku hanya mencoba membela diri dan ini yang ku terima dari kakak pertama ku? Bagaimana jika aku mengambil pilihan seperti Fernando? Bagaimana sikap kak Arley dan kakak kakak yang lain, serta mama dan papa? Aku tidak bisa membayangkannya.
"Kalau kau punya waktu untuk berkelahi, lebih baik gunakan waktu mu untuk belajar dan perbaiki semua nilai nilai mu yang hancur. Lakukan apa pun yang bisa membuat bangga, setidaknya kau harus bisa masuk peringkat sepuluh besar di kelas mu. Ini terakhir kalinya kakak menerima panggilan dari guru, kakak tidak mau lagi hal seperti ini terjadi lagi, mengerti?!" Tanya kak Arley dengan raut wajah yang kesal, membuat ku sedikit takut.
"Sudahlah kak... Tidak ada salahnya melakukan sedikit kesalahan seperti ini, jangan memarahinya lagi." Kak Delvin berusaha membela ku.
"Anak ini terlalu di manja dan di bebaskan, kalau tidak di marahi dia tidak akan jera! Apa kau lupa bagaimana mama dan papa mendidik kita dengan keras? Dan lihat sekarang, semua itu membuahkan hasil bukan? Lalu sekarang lihat Junior, dia terlalu di manja sejak kecil dan di bebaskan, dan apa hasilnya? Tidak pernah mendapatkan peringkat kelas, lalu sekarang aku harus datang ke sekolahnya karena dia berkelahi." Seru kak Arley.
"Sudahlah kak, Jun nanti juga bisa kok mendapatkan peringkat. Berhenti memarahinya." Saut kak Darwin.
"Nah lihat ini, sejak dulu kalian berdua terlalu memanjakannya." Kesal kak Arley.
"Maafkan aku kak." Cicit ku.
"Ingat, kakak tidak mau hal seperti ini terulang lagi, mengerti!"
"Mengerti kak."
Keadaan hening untuk sesaat, hingga akhirnya kak Arley memelukku sambil mengusap lembut surai rambut ku seraya berkata. "Maaf kakak sudah marah marah, apa kau sudah obati luka mu?" Aku hanya menganggukan kepala ku di dalam pelukannya. Kemudian kak Arley melepaskan pelukannya. "Sudah sana pulang, sampai rumah jangan lupa untuk belajar."
"Iya kak, aku pulang dulu." Ucap ku dengan lesu, bukan karena amarah kak Arley saja penyebab aku lesu, tetapi di saat bersamaan aku merasa energi ku habis berkat wanita tadi yang membuat ku banyak bicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Junior (Ended)
Short Story"Kalau kau slalu berada di sisiku, kau hanya akan membuat hidup ku terasa aneh. Pergilah, aku sudah sangat nyaman dengan kesendirian ini, walau pun itu menyakitkan." Itu adalah perkataan ku ke pada murid baru yang slalu mencoba mendekati ku dan ingi...