4: IMPIAN KABIRU

2K 188 7
                                    

Sejak mengantarkan Laura dan Kabiru pulang dari rumah sakit, aku menjadi lumayan sering bertemu keduanya beberapa hari terakhir.

Alasan utamanya tentu karena Kabiru yang selalu meminta kepada bundanya agar aku menemui mereka. Kedua, entah mengapa mendengar kisah Laura tempo hari membuatku merasa ingin melindunginya dan ketiga, jujur aku juga merasa jika aku mempunyai tanggung jawab atas semuanya yang menimpa Laura.

Bagaimanapun aku kembali memikirkannya, selalu berakhir dengan pemikiran bahwa semua yang menimpa Laura di masa lalu secara tidak langsung berkaitan dengan dan karena diriku. Seperti, andai dahulu aku mempunyai keberanian untuk menolak perjodohan itu maka Laura tidak akan kabur dan dia tidak akan pernah diperkosa, hamil, dan dipaksa menikah dengan mantan suaminya. Atau lebih jauh lagi, jika seandainya aku tidak berpenampilan atau bersikap seperti dahulu maka orangtuaku tidak akan khawatir dan tidak akan mempunyai ide untuk menjodohkanku dengan Laura. Entahlah aku hanya merasa jika aku mempunyai andil dalam kesengsaraan yang dialami Laura beberapa tahun ini.

Laura sedang memasak makan malam untukku dan Kabiru di dapur. Seharian ini kami bertiga pergi ke kebun binatang untuk melihat beberapa satwa kesukaan bocah berkacamata tersebut. Kabiru sangat menyukai binatang khususnya singa. Andai dia sadar jika hewan tersebut dapat memakannya hidup-hidup tetapi aku tidak mungkin mengatakan demikian. Biarlah anak-anak hidup dalam dunianya sendiri selama masih dijalan yang benar, tidak seperti diriku dulu.

"Ayo, makanannya sudah siap."

Laura datang dan menyuruh kami berdua untuk makan. Satu lagi yang membuatku kembali terkejut atas perubahan dirinya, Laura yang sekarang pandai memasak padahal jangankan memasak untuk membedakan mana kunyit dan jahe saja aku rasa dia tidak bisa dulu. Namun sekarang? Ada sayur sup, ayam goreng, tumis cumi hitam, dan perkedel jagung yang terhidang di atas meja makan. Wow amazing!

"Ayo Bahar jangan sungkan. Makan yang banyak karena kamu pasti capek setelah seharian gendong Biru kan?"

Tentu saja. Aku hampir 5 jam lebih membawa beban sekitar 30 kg kemana-mana tetapi aku enggan mengakui kelelahanku kepada Laura. Malu.

"Enggak kok. Enggak capek sama sekali." dustaku.

"Bunda, Biru enggak mau makan cumi. cuminya jelek, warnanya hitam."

Waduh ini bocah kecil-kecil sudah pandai body shamming kaya emaknya dulu. Bedanya emaknya dulu body shamming ke aku tapi anaknya ke si cumi yang sudah berkorban nyawa dan kehidupannya demi bisa mengenyangkan bocah yang justru menghinanya.

"Enak kok sayang. Coba dulu ya."

"Enggak mau. Jelek!"

"Enak loh Biru. Om Papa saja suka." ucapku kepadanya dan benar saja, melihatku yang lahap memakan si cumi jelek itu Kabiru pun akhirnya terbujuk dan ikut memakannya.

"Oh iya Har, bagaimana kabar Stevan?"

Apa-apaan ini? Masih berharap sama mantan gebetan?

"Kenapa? Elo masih suka sama dia?" entah mengapa aku menjadi sedikit kesal. Aku yang seharian menemani dia dan anaknya malah pria lain yang ditanya.

Eits tunggu, kenapa aku kesal coba?

"Sudah lama enggak ketemu dia. Seingatku dia pindah ke Amerika untuk melanjut kuliahnya kan? Kemarin di acara reuni sempat dengar dari anak-anak dan ngeliat dia duduk sama kamu tetapi enggak sempat dan berani nyapa. Oh iya, apa dia juga sudah kembali ke Indonesia untuk menetap atau bagaimana?"

"Sudah balik. Mau nikah kayanya" jawabku kembali berdusta.

Astaghfirullah semakin banyak saja dosaku sekarang. Lagi pula jangankan mau menikah, calon saja dia enggak punya. Stevan kan masih belum bisa move on dari istri orang.

Re-Tied (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang