9: SAKITNYA KABIRU

1.2K 142 0
                                    

Tadi pagi aku mendapatkan kabar jika Kabiru jatuh sakit saat ingin mengunjunginya sepulang bertugas untuk memberikan oleh-oleh kepada bocah berkacamata tersebut. Laura mengatakan jika Kabiru terserang gejala tipes dan harus di rawat di rumah sakit selama beberapa hari.

Sesampainya di rumah aku langsung mandi dan berganti pakaian dan setelahnya langsung menuju rumah sakit tempat Kabiru di rawat dengan tentunya membawa sesuatu yang disukai bocah tersebut.

Aku masuk ke dalam ruangan Kabiru di rawat dan melihatnya tengah tertidur nyenyak dengan Laura yang duduk di sisi ranjang yang membelakangi pintu.

"La." panggilku pelan sambil menepuk pundaknya. Laura menoleh dan berusaha tersenyum kepadaku namun aku bisa melihat jejak kesedihan di wajahnya. Sepertinya Laura habis menangis.

Kutaruh bingkisan yang kubawa tadi di nakas sebelah ranjang dan mengelus rambut Kabiru perlahan.

"Gimana keadaan Biru?"

"Sudah lebih baik dibandingkan kemarin. Kamu langsung kesini sepulang bertugas?"

"Enggak, pulang sebentar buat mandi dan ganti baju. Kenapa baru ngabarin tadi pagi kalau sudah dua hari dirawat?"

"Aku enggak mau ganggu kamu atau siapapun."

"Astaga La, elo kaya sama siapa saja. Lagian tuh gw enggak merasa keberatan apalagi ini soal Kabiru. Pas tadi elo bilang dia sakit tuh gw tadinya mau langsung kesini tetapi berhubung gw belum mandi dan ganti baju selama dua hari makanya pulang dulu ke rumah."

"Kamu jangan merepotkan dirimu sendiri Bahar, apalagi untuk kami. Aku enggak enak sama kamunya."

"Apaan sih La. Elo tuh temen gw, itu juga kalau elo mau anggap gw demikian jadi enggak mungkinlah gw merasa direpotkan. Lagian kalau repot yang repot juga gw sendiri."

Laura hanya diam dan kembali menatap Kabiru.

"Lo nangis lagi ya?" tanyaku sembari duduk di sofa. Berhubung Kabiru di rawat di ruang VIP jadi ada sofanya, lumayan untuk rebahan sebentar karena sejujurnya aku merasa kelelahan saat ini tetapi entah mengapa bukannya istirahat di kamarku yang nyaman aku justru langsung menuju ke sini. Bahar dan kepeduliannya.

"Kelihatan banget ya?" jawabnya sambil melihat ke cermin yang dia ambil di dalam tas miliknya.

"Bengkak gitu. Elo nangis kenapa? Karena khawatir Kabiru di rawat atau apa?" Laura menoleh ke arahku dan setelahnya dia berdiri.

"Kamu kalau capek enggak usah ke sini Har. Aku beneran enggak apa-apa kok." ucapnya sambil menyerahkan bantal kecil untukku.

"Cuman rebahan sebentar lagian kalau gw enggak kesini nantinya lebih kepikiran. Elo belum jawab pertanyaan gw tadi. Elo nangis kenapa?"

Laura kembali duduk namun saat ini dia duduk bukannya mengarah ke Kabiru melainkan ke arahku.

"Aku mikirin Kabiru. Setiap dia sakit aku selalu ngerasa gagal jadi seorang ibu. Terlebih kalau..." ucapnya terhenti

"Kalau apa?"

"Enggak apa-apa."

"Kalau mau ngomong tuh jangan setengah-setengah. Bikin kepo tahu enggak?"

"Beneran enggak apa-apa. Aku cuman merasa enggak becus saja jadi orang tua." jawab Laura sambil berusaha meyakinkanku namun aku yakin ada yang dia sembunyikan dariku saat ini, entah apa dan mengapa.

Aku bangun dari kegiatan rebahanku. Selain badanku yang terasa pegal-pegal karena ukuran sofa yang tidak sampai setengah dari ukuran tubuhku, aku juga enggak ingin Laura semakin merasa tidak enak hati jika melihatku seperti ini.

"La, elo istirahat dulu sana biar Kabiru gw yang jaga. Elo sudah makan? Sorry gw sangking buru-buru ke sini enggak sempet mampir beli makanan tetapi kalau elo mau gw bisa beliin sekarang. Elo mau makan apa?"

"Aku enggak lapar."

"Elo mau sakit juga? Kalau elo sakit nanti siapa yang jaga Kabiru? Gw sih enggak keberatan tetapi gw yakin elo-nya yang enggak mau."

"Kamu sudah makan?"

Eh, dia bukannya jawab malah nanya balik.

"Belum. Makanya gw sekalian mau beli makan jadi enggak usah merasa enggak enakkan. Kan gw juga mau beli buat diri gw sendiri."

"Sebelumnya makasih ya Har. Aku makan apa saja."

"Ya sudah, gw ke kantin dulu bentar. Nasi goreng enggak apa-apa kan? Sama minumnya jus dan air mineral?"

"Iya, makasih ya Bahar dan maaf kalau merepotkan kamu lagi."

Setelahnya aku pun keluar dari kamar inap Kabiru dan berjalan menuju kantin. Sepanjang berjalan di lorong rumah sakit aku masih merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Laura. Mau bertanya aku yakin dia enggak akan menjawab. Enggak bertanya malah akunya yang kepikiran.

Entah mengapa firasat dan feeling kepo-ku tuh mengatakan ada yang disembunyikan Laura kepadaku, tetapi apa?

Aku membeli makanan untukku dan Laura di kantin dan setelah membayar aku kembali menuju kamar Kabiru.

Disana. Didepan pintu kamar Kabiru ada dua orang dewasa selain Laura yang baru saja keluar. Entah siapa karena tidak terlalu jelas oleh pandanganku saat ini. Setelah berusaha melihat dari jarak lumayan dekat dan aman dapat kulihat jika mereka adalah dua ibu-ibu tukang nyinyir teman Kabiru di sekolah yang kutemui minggu lalu di saat mengantarkan Kabiru ke acara ulang tahun.

Mau apa mereka? Menjenguk atau mau nyinyir lagi?

Keduanya kemudian pergi dari hadapan Laura setelah melakukan adegan cipika-cipiki.

Dasar munafik. Kemarin saja ngomongin Laura, sekarang sok baik dan dekat gitu. Ish menyebalkan.

Eits, aku bukannya belain Laura ya. Aku akan melakukan atau berfikir yang sama jika menghadapi orang-orang munafik macam mereka. Manis di depan busuk di belakang. Jadi sikapku ini bukan bentuk kepedulianku kepada Laura saja melainkan ke yang lainnya juga kok, beneran deh.

"Itu bukannya ibunya teman Kabiru? Yang baru saja keluar." tanyaku saat masuk dan menyerahkan bungkusan berisi makanan dan minuman milik kami berdua.

"Mereka mau jenguk Kabiru sebagai perwakilan orangtua murid lainnya. Sekalian ngabarin kalau ada acara di sekolah akhir bulan nanti."

"Jangan deket-deket mereka La. Auranya negatif."

"Maksudnya?"

"Mereka tuh manusia munafik. Inget kan minggu lalu sepulang dari acara ulang tahun temen sekolahnya Kabiru malah nangis? Ya itu salah satunya akibat ucapan mereka. Makanya elo jangan terlalu deket sama manusia toxid kaya begitu."

"Kamu tahu dong?" tanya Laura cepat.

Aku yang sedang merapikan makanan untuk kami di meja langsung menatap laura heran, tahu apaan?

"Jadi kamu tau soal..." belum selesai Laura bicara, tiba-tiba saja pintu kamar Kabiru terbuka dan datang seorang suster yang ingin mengecek slang infus Kabiru.

"Ini infusnya mau habis. Saya ganti yang baru ya bu, sekalian mau kabarin kalau dokternya agak siangan melakukan pemeriksaan soalnya ada pasien darurat tadi." ucap suster tersebut.

Setelah selesai dengan kegiatannya, sang suster kembali keluar kamar. Laura duduk di sebelahku dan makan makanan yang telah aku beli tadi. Aku hanya menatapnya sambil mengunyah makananku dalam diam.

Dia belum selesai ngomong loh tadi, kesalku dalam hati.

"La, tadi elo belum selesai ngomong."

"Ngomong apa?" tanyanya kembali antara lupa atau pura-pura lupa aku tidak tahu. Wajah sok innocent-nya itu loh kadang bikin aku kesal cuman aku tahan.

"Tadi sebelum si suter datang elo mau ngomong apaan?"

"Lupa." jawabnya singkat, padat, dan menyebalkan. Sungguh rasanya ingin marah tetapi tidak bisa.

Re-Tied (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang