Pagi tadi Laura menghubungiku. Dia meminta tolong kepadaku jika sedang tidak sibuk dan bertugas untuk menemani Kabiru pergi ke acara ulang tahun salah seorang teman sekolahnya dikarenakan Laura yang sedang sakit dan tidak bisa pergi menemani.
Karena aku adalah pria yang baik tentu saja aku menyetujuinya dan disinilah aku dengan bocah berkacamata ini, berjalan dengan saling bergandengan tangan di tengah keramaian mall di salah satu pusat ibukota.
"Om Papa." panggil Kabiru kepadaku saat kami sedang menaiki eskalator menuju lantai 3 tempat acara ulang tahun di selenggarakan di salah satu restauran cepat saji di dalam mall.
"Kenapa?" bukannya menjawab Kabiru justru hanya menatapku dan setelahnya tersenyum menampilkan giginya yang ompong di bagian depan.
"Biru mau sesuatu?" tanyaku kembali
"Mau." jawabnya cepat
"Mau apa?"
"Gendong."
Astaga, anak ini suka sekali membuatku berolahraga.
Setelah sampai di lantai yang kami tuju, aku pun langsung menggendong Kabiru dan berjalan menuju tempat acara berlangsung. Kabiru memeluk erat leherku sambil terus tersenyum manis. Setibanya kami di tujuan, sudah banyak teman-teman Kabiru yang hadir dan sepertinya acaranya juga akan segera dimulai. Aku langsung menurunkan Kabiru dan bocah itu pun langsung berlari menuju teman-temannya yang sudah duduk manis sambil menunggu acara ulang tahun di mulai.
"Mas siapanya Kabiru?" tanya seorang perempuannya seksi yang aku yakini jika dia adalah ibu salah satu anak di sini.
"Om-nya." jawabku singkat.
Astaga kepo sekali.
"Oh, kirain calon papanya Kabiru." jawab perempuan lainnya. Aku hanya diam dan enggan menanggapi ucapan mereka.
"Lagian tumben banget Kabiru diantar selain sama bundanya. Memang bundanya kemana?" belum sempat aku menjawab pertanyaannya namun perempuan lainnya langsung menyela dan berkata,
"Lagi jaga toko kue kali jeng. Maklum janda." jawabnya sok tahu.
"Iya sih. Kadang kasihan mana masih muda tetapi sudah jadi janda." dan setelahnya mereka mengatakan hal-hal yang sebenarnya tidak ingin aku dengar sama sekali.
"Eh maaf loh mas. Bukannya bermaksud ngegosipin soal bundanya Kabiru, kita cuman khawatir dan ikut prihatin saja. Iya kan jeng." elak salah satu dari gerombolan perempuan kurang kerjaan ini.
Aku hanya tersenyum demi kesopanan dan menghindari permasalahan. Bisa saja sih sebenarnya aku balas semua perkataan mereka barusan soal Laura secara jiwa nyinyirku masih ada dan belum pergi, tetapi aku berusaha menahan diri karena bisa-bisa harga diriku jatuh jika harus adu mulut dengan ibu-ibu ini.
Acara ulang tahun teman Kabiru berlangsung dengan sangat meriah. Anak-anak tengah menyanyikan lagu selamat ulang tahun dengan sang bintang utama yang berdiri di depan dan bersiap meniup lilin dengan didampingi oleh kedua orangtuanya di sebelah kanan dan kiri.
Kabiru duduk di kursi agak belakang dan dengan sangat jelas aku dapat melihatnya namun apa yang kulihat membuatku seketika menjadi bingung. Kabiru terlihat tidak seperti teman-temannya yang tengah asyik mernyanyikan lagu selamat ulang tahun sambil bertepuk tangan. Kabiru hanya terdiam dan menatap ke depan dengan tatapan yang terlihat sedih.
30 menit kemudian acara telah selesai dan para tamu undangan mulai membubarkan diri. Aku masih memandangi Kabiru yang sejak awal acara terlihat tidak senang berbeda sekali saat sebelum berangkat dimana dia terlihat antusias dan tidak sabar sampai di tempat acara.
Kabiru berjalan ke arahku masih dengan tatapan yang sedih. Entah apa yang membuatnya seperti itu hingga salah satu teman Kabiru mengatakan sesuatu yang dapat aku dengar.
"Tuh, kalau ulang tahun ada papa sama mamanya. Memang Kabiru kalau ulang tahun cuman punya mama." ledek salah satu anak kepada Kabiru.
"Iya, Kabiru kan enggak punya papa. Kasihan ya." ucap anak lainnya. Tidak lama Kabiru pun menangis dan berlari ke arahku. Reflek aku berjongkok dan merentangkan tangan untuk segera mengendongnya.
Kabiru menangis dalam gendonganku. Ucapan anak-anak tadi benar-benar sudah keterlaluan. Aku yang tidak terima karena mereka telah membuat Kabiru menangis tentu saja merasa kesal karena sikap dan perkataan mereka yang menyakitkan. Saat ingin mendekati mereka dengan maksud untuk menasehati, salah satu ibu dari anak-anak tadi justru menghadangku dan berkata bahwa apa yang dikatakan anak-anak mereka barusan memang sebuah kenyataan dan tidak sepatutnya aku merasa marah.
Astaga, buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pantas saja anaknya begitu karena sikap ibunya saja jauh lebih buruk, ucapku dalam hati.
"Tolong ya ibu-ibu, kalau punya anak didik dengan ajaran yang baik." ucapku sedikit kesal. Tentu saja ucapanku tadi tidak diterima oleh mereka dan aku pun langsung dihadiahi kata-kata mutiara lainnya. Dengan perasaan kesal dan malas kembali berdebat aku segera memilih untuk pergi dari sana sambil menggendong Kabiru yang masih saja menangis.
"Sudah jangan nangis lagi ya. Nanti Om Papa jadi sedih." ucapku sambil mengelus rambut tebalnya.
Aku menggendongnya sampai ke dalam mobil setelahnya aku masih terus memperhatikan wajah dan keadaan Kabiru yang saat ini masih sesegukan karena menangis. Wajah dan mata bocah ini sudah memerah bahkan hidung dan telinganya juga.
Mereka semua keterlaluan, geramku dalam hati.
"Biru mau ice cream enggak?" tanyaku mencoba menghibur dan membuatnya berhenti menangis namun sayang usahaku tidak direspon apa pun olehnya.
"Biru mau mainan?" rayuku kembali dan dia tetap saja diam.
Astaga apa lagi yang harus aku tawarkan sekarang?
"Biru jangan diam saja. Om Papa jadi bingung nih. Biru mau sesuatu? Bilang sama Om Papa nanti Om Papa kasih." dan seketika dia menatapku dan berkata,
"Biru mau kaya teman-teman. Pas ulang tahun ada papa sama mamanya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Re-Tied (Complete)
RomanceBahar dan Laura adalah musuh bebuyutan sejak mereka masih kanak-kanak. Keduanya kerap kali memperebutkan hal yang sama. Entah itu peralatan make-up, posisi ketua cheerleaders, bahkan gebetan. Bahar dan Laura saling membenci namun keduanya justru dij...