1. DUSTA

222 22 14
                                    

“Ketika hari yang kunanti telah tiba, maka cinta ini akan semakin semarak di dalam hati”


Ada yang berbeda dengan suasana di ruang pertemuan lantai satu sebuah rumah sakit terbesar di Surabaya. Mulai dari ruang masuk hingga ruang pertemuan sudah tersedia bunga-bunga indah berwarna warni yang diletakkan di dalam pot-pot besar yang tersusun rapi dengan jarak tertentu. 

Beberapa petugas keamanan ditempatkan di sepanjang koridor untuk memantau kehadiran orang-orang yang tidak berkepentingan dan mengatur alur masuk pasien dan keluarga. Hari ini salah seorang pemegang saham terbesar di rumah sakit tersebut akan melangsungkan pernikahan putrinya.

Pernikahan ini diadakan untuk memenuhi keinginan pasien yang dirawat di ruang VVIP yang teah didiagnosa menderita Ca Servix Stadium IV. Beberapa hari ini kondisinya sempat menurun dan mengharuskannya di rawat kembali.

Sebelumnya pasien yang bernama Winarsih ini menjalani rawat jalan di Poliklinik Onkologi dan rutin memeriksakan diri. Namun, dua hari terakhir ini kondisinya tidak memungkinkan rawat jalan. Seorang pria dengan tubuh tambun tampak mondar mandir sambil mengawasi pekerjaan karyawan rumah sakit yang ditugaskan untuk mempersiapkan ruang pertemuan tersebut. Dari arah berlawanan tampak kursi-kursi yang diangkut beberapa laki-laki dan diletakkan di dalam ruangan.

Beberapa wanita menata kursi, sedangkan yang lain menyusun makanan di sebuah meja yang berada di ruang terpisah. Kesibukan ini sesekali menjadi perhatian beberapa pengunjung rumah sakit. Tidak biasanya ada acara seperti ini di rumah sakit. Terlihat pula tiga orang petugas rumah sakit sedang mengatur kamera dan CCTV agar bisa fokus pada tempat ijab qabul akan dilaksanakan. Kabel panjang diatur sedemikian rupa agar tidak menghalangi tamu yang datang. Pria tambun ini sesekali mengelap keringat karena gugup. Acara ini adalah tanggungjawabnya dan semua harus berjalan sesuai rencana.

“Ayo … cepetan. Sebentar lagi acara akan segera dimulai! Rida, jangan letak di sana! Pindahkan ke lain karena menganggu sekali,” perintahnya pada seorang wanita yang akan meletakkan meja kecil di samping meja yang akan digunakan nanti.

Wanita mungil ini tidak berani membantah dan segera memindahkan meja tersebut ke tempat lain. Sedangkan di sebuah kamar yang berada tidak jauh dari tempat acara disulap menjadi ruang rias bagi pengantin.

Nadira sedang mematut diri di depan cermin dan sesekali menatap sahabatnya yang tampak gelisah. Sesekali matanya melirik ke arah jendela dan setelah itu kembali menghela napas panjang.

“Nay, udahan dong gelisahnya. Bentar juga Pak Penghulu akan segera datang. Mungkin saat ini terjebak macet di jalan.” Nadira berusaha membujuk Nayla agar kembali membantunya merapikan riasan di wajahnya.

“Nad, udah 30 menit lho. Kenapa kamu nggak khawatir sama sekali sih. Siapa tahu ada yang berniat menyabotase acara bahagia kamu hari ini?” tanyanya sambil bercanda.

“Nggaklah. Semua sudah menyetujui pernikahan ini, kok. Papa udah setuju dan Mama lebih setuju banget. Apalagi saat Mama melihat calon suamiku. Wuihhh … raut wajah Mama berubah ceria. Aku jamin acara hari ini akan berjalan dengan lancar. Udahan ahh … mikirin yang nggak penting,” jawab Nadira sambil sesekali membenahi baju kebaya yang dikenakannya.

Hatinya sangat bahagia sekaligus sedih. Bahagia karena akan menikah dengan kekasih yang sangat diimpikan sekaligus sedih mengingat kondisi mamanya yang sedang sakit. Nadira belum mengetahui perkembangan penyakitnya karena sang mama minta dirahasiakan.

Dokter hanya menyampaikan kabar ini kepada papa Nadira. Mengetahui kondisi istrinya yang semakin memburuk, Prasetyo berjanji akan memenuhi semua permintaannya. Mendengar itu Winarsih sangat terharu. Ia tidak pernah menyangka sang suami yang berwatak keras akan memenuhi keinginan terakhirnya.

The License of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang