19. PENYESALAN

44 2 0
                                    

“Ketika kisah kita semakin samar dalam ingatan, rasanya diriku belum siap untuk mengakhiri semua cerita indah kita”

Raka masih berusaha mencari keberadaan Nadira, tetapi wanita itu benar-benar seperti hilang di telan bumi. Benar-benar raib tanpa meninggalkan jejak sama sekali. Hanya sebuah syal yang ditinggalkan dan kini berada di tangannya.

Perlahan Raka mencium syal itu dan parfum Nadira menguar pada penciumannya. Parfum yang sama.
‘Sial! Mengapa aku bisa kehilangan dirinya kembali?’ Raka membatin.
Keesokan harinya ia kembali ke kantor untuk melaporkan hasil kesepakatan dan kontrak kerjasama yang telah diperolehnya semalam pada Tommy.

“Bos tidak ada, Ka. Sepertinya Bos sibuk dengan anak rekan bisnisnya. Hey, kemana kamu semalam? Aku mencarimu, tapi tidak ketemu,” tanya Mario sambil menyerahkan berkas kontrak kerjasama yang ditinggalkan Raka di meja semalam.

Raka mengambil kontrak tersebut dan memeriksanya kembali.

“Aku merasa pusing jadi lebih memilih kembali ke hotel. Sebenarnya aku ingin melaporkan hasil kesepakatan kita semalam, tetapi karena dia tidak masuk kerja, maka amplop ini tolong serahkan padanya, ya. Rencananya hari ini aku akan kembali ke Jakarta,” jelas Raka.

“What! Beneran kamu akan pulang hari ini. Jam berapa? Apakah Tommy sudah mengetahuinya?” tanya Mario terkejut.

“Semua sudah kujelaskan di amplop itu termasuk surat pengunduran diri. Terima kasih ya atas bantuanmu selama ini. Tolong bantu Tommy untuk menyelesaikan proyek yang sudah kuperoleh ini. Jangan sampai bermasalah.”

“Aku tidak yakin jika bos kita masih seperti ini,” balas Mario dengan nada pesimis.

“Hei, selama ini kamu sudah membuktikan kemampuanmu sendiri. Aku yakin dengan adanya bantuanmu, maka proyek ini pasti berhasil,” sahut Raka cepat samba menepuk pundak Mario.

Kemudian ia mulai mengambil barangnya dan menyerahkan beberapa dokumen penting pada Mario. Ia juga menjelaskan tentang isi dokumen-dokumen tersebut padanya. Seteah Mario mengerti, maka dokumen itu dimasukkan dalam kotak terpisah  dan diserahkan pada Mario.

Pemuda tampan ini tidak mampu mengungkapkan isi hatinya. Sebenarnya ia merasa lebih nyaman bekerjasama dengan Raka daripada Tommy yang hanya bersenang-senang. Namun, tetap saja mereka hanyalah karyawan perusahaan dan ia tidak punya pilihan lain.

“Aku pamit dulu. Sebentar lagi sudah waktunya check in.”

Raka melihat arloji di tangan kanan dan kembali menatap Mario.

“Sampaikan salam dan permintaan maaf pada Tommy karena tidak bisa pamitan langsung. Selamat bekerja ya,” tukas Raka dan meraih kotak barangnya.

Namun, sebelum ia sempat melangkah, Mario lalu meletakkan kotak yang dibawanya kembali ke meja dan segera memeluk Raka. Gerakan Mario yang tiba-tiba ini benar-benar tidak diduganya sama sekali.

“Aku benar-benar akan kehilangan teman terbaik seperti dirimu, Ka. Maafkan aku jika sleama ini selalu membuatmu kesal atau ada perkataan yang menyakitmu seperti semalam. Maafkan aku ya, Ka,” sesalnya. Raka hanya tersenyum dan menepuk pundak rekannya ini.

“Iya, tidak masalah. Aku juga senang bekerjasama denganmu,” ucap Raka sambil tersenyum.

Keduanya lalu berjabat tangan. Aka kemudian mengambil kotaknya kembali  dan Mario menawarkan untuk mengantar hingga ke bandara. Selama perjalanan menuju bandara, keduanya lebih banyak diam. Raka yang mengemudikan mobil juga larut dalam pikirannya.

Setelah tiba di Bandara Juanda, Raka mengeluarkan koper yang ada dibagasi mobil dan menyerahkan kunci mobil kantor tersebut pada Mario.

“Sampai ketemu lagi,” ucap Raka dan mulai berjalan menjauh.

The License of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang