24. PENCARIAN

34 3 0
                                    

"Ketika penyesalan itu hadir ternyata datangnya sudah sangat terlambat. Dirimu takkan pernah pernah kembali lagi"

Nadira segera memberitahu Nayla tentang rencana keberangkatannya ke Tarakan. Sebenarnya Nadyla ingin menemani, tetapi suaminya sedang sakit. Akhirnya Nadira pergi sendirian dan segera mencari tahu keberadaan papanya. Harapannya bahwa itu bukanlah papanya melainkan orang lain, tetapi hati kecilnya tidak bisa dibohongi.
Papanya ada diantara penumpang-penumpang speed boat tersebut.

Keesokan harinya Nadira berangkat dari Nunukan sekitar pukul 07.40 wite dan sampai Tarakan pukul 10.55 wite. Ia tiba di Pelabuhan Tengkayu dan segera mencari tahu keberadaan para penumpang speed boat Tri Dharma. Ia mendatangi rumah sakit Tarakan. Ketika diberitahu bahwa salah satu penumpang perlu segera dirujuk, Nadira segera menemui penumpang tersebut dan dugaannya benar bahwa itu papanya. Melihat kondisi papanya, Nadira segera memeluknya dengan berurai airmata.

"Papa, apa yang terjadi? Papa kenapa datang kemari?" tanya Nadira panik dan airmatanya semakin tak terbendung lagi.

"Sayang. Akhirnya kamu datang menemui Papa. Rakamu, sayang. Raka," gumam Prasetyo seperti kehilangan kata.

Ucapannya menjadi tidak menentu. Seorang dokter menarik lengan Nadira dan menjelaskan kondisi sebenarnya.

"Ia selalu menyebut nama itu. Saya juga tidak tahu siapa nama itu, tetapi di manifest penumpang tidak ada nama seperti itu. Saya sudah mengklarifikasi dengan tim yang membawa Papamu kemari," jelas dokter Marry pada Nadira.

"Nama itu adalah mantan suami saya, dok. Saya juga tidak tahu mengapa ia teringat padanya, padahal kami sudah berpisah lama sekali. Jadi sekarang apa yang harus saya lakukan?" tanya Nadira berusaha menghapus airmata dan menatap dokter Marry dengan wajah serius.

"Kemarin Papamu sempat kondisinya drop dan saya khawatir dengan beban traumatik seperti ini akan memperberat kondisinya. Jika memungkinkan hari ini harus segera dirujuk ke Surabaya untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut. Saya dengar kebetulan asalnya juga dari Surabaya. Apakah benar?" Dokter Marry balas bertanya. Nadira menganggukkan kepala.

'Apakah sudah waktunya aku harus pulang?' Nadira berpikir kembali, tetapi ia tidak ingin papanya terus memikirkan orang yang tidak ada. Ia harus membawanya kembali agar dekat dengan rumahnya.

"Baiklah. Saya bersedia, dok."
Nadira kembali memegang tangan sang papa dan mencium dahinya. Papa harus sembuh. Papa harus memberitahu Nadira semuanya. Nadira memegang tangan keriput itu dan kembali menciumnya. Dokter Marry memanggil seorang perawat untuk segera menyiapkan adminsitrasi rujukan. Ia akan menandatanganinya.

***

Prasetyo membuka mata dan menatap sekelilingnya. Ia merasa familiar dengan ruangan ini dan ia melihat seorang wanita tertidur di samping tempat tidur denagn wajah telungkup. Perlahan ia membelai rambut panjang itu, sehingga membangunkannya.

"Papa sudah sadar. Nad akan membertahu dokter," wajahnya berubah riang dan segera bangkit. Belum sempat ia menahan, Nadira sudah menjauh.

"Sayangku. Akhirnya aku menemukanmu juga," gumam Prasetyo, tetapi ucapan tidak terdengar oleh Nadira.

Tak lama kemudian Nadira kembali bersama dokter yang merawat.
"Syukurlah kondisi Papamu sudah mulai membaik, Nona."

Dokter Wahyu melakukan pemeriksaan ulang terhadap Prasetyo untuk lebih memastikan. Iapun tersenyum bahagia melihat perbaikan kondisi Prasetyo.

"Saya akan melakukan pemeriksaan penunjang dulu. Insyaalah Papamu sudah melewati masa krisisnya, Nona." Nadira hanya menganggukkan kepala dan segera meraih tangan papanya.

The License of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang