"Cinta yang kubingkai dengan keindahan, lamban laun akan membakar diri dan melenyapkan asa yang tersisa"
Nadira dan Meilan sudah menikmati keindahan Kota Dubai sebelum pertemuan dimulai. Keindahan kota dengan arsitektur gedung-gedung tinggi seperti Burj Khalifa atau Burj Al-Arab dan masih banyak lagi yang sangat indah dan memiliki pesona tersendiri bagi turis yang mengunjungi seperti dirinya.
Namun, Nadira tidak merasa begitu tertarik. Kota yang sangat padat di Uni Emirat Arab ini seakan tidak pernah tidur. Kesibukan warga kota dengan segala kesibukannya membuatnya teringat dengan kota kelahirannya. Dubai adalah kota yang terletak di sepanjang pantai selatan Teluk Persia di Jazirah Arab.
Nadira suka melamun sendiri dan sesekali masih terlintas peristiwa malam itu di pikirannya. Tommy dan Meilan sudah berusaha menghiburnya, tetapi hanya sebentar saja dan apabila ia kembali sendiri, maka Nadira kembali larut dalam pikirannya. Apa sih yang dipikirkan Nad? Pikir Meilan ketika mendekati Nadira yang menatap jauh dengan pandangan kosong. Seolah-olah jiwanya berada di dunia lain.
"Ini jadwal acaranya, Nad," ucap Mei dan menyerahkan selembar kertas pada Nadira. Mendengar suara Mei, ia terlonjak kaget.
"Melamun siapa sih, Nad?" tanya Meilan ingin tahu.
Nadira hanya membalasnya dengan senyuman dan segera membuka kertas yang diserahkan Meilan. Ia terkejut melihat jadwal yang diatur panitia begitu padat. Meskipun acaranya hanya dua hari untuk pertemuan, tetapi akan dilanjutkan dengan acara pembahasan proyek-proyek secara berkelompok. Mungkinkah ia harus mengikuti acara ini sampai selesai? Rasanya ia tidak akan sanggup, apalagi tidak ada hiburan yang membuatnya ingin bertahan di sini. Namun, saat mengingat pesan papanya terpaksan ia bertahan. Lalu bagaimana dengan Tommy? Pemuda itu berjanji akan mengajaknya jalan-jalan jika acara selesai.
"Benar-benar melelahkan," gumam Nadira tak sadar sambil menyerahkan kartas itu pada Meilan.
"Apakah kita jadi mengikut rencana Pak Tommy, Nad?" tanya Meilan.
Nadira hanya menggelengkan kepala.
"Papa menaruh harapan besar pada kita melalui pertemuan tahunan ini.Banyak pebisnis yang berhasil saat mengikuti pertemuan FIABCI ini dan aku tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Sebisa mungkin kita bisa meraih salah satu proyek tersebut. Aku tidak ingin Papa kecewa," ucap Nadira.
"Apa kamu yakin, Nad. Melihat pesertanya aja sudah membuatku gugup," ucap Meilan pesimis. Nadira menganggukkan kepala penuh percaya diri.
"Baiklah. Terserah Anda saja. Saya akan menanyakan dengan panitia bagaimana caranya agar kita bisa diatur bersama dengan pebisnis terkenal," ucap Meilan.
Nadira kembali menganggukkan kepala dan mengacungkan jempol tanda setuju.
"Atur saja. Aku akan tetap disini," ucap Nadira dan masih duduk di pojok ruang makan hotel menikmati sarapannya. Tiba-tiba Tommy datang mendekat.
"Hei cantik ... Bagaimana tidurmu semalam? Nyenyak," tanyanya basa basi. Nadira menatapnya dan menganggukkan kepala.
"Mengapa tidak ikut party semalam. Acaranya di ruang dansa yang ada di hotel ini, lho," ucap Tommy.
"Maaf, kepalaku masih sakit. Apa rencana kamu hari ini? Rencana pertemuan baru dimulai besok," tanya Nadira.
"Terserah kalian. Kalau aku sih tidak terlalu peduli dengan pertemuan itu. Jika kalian siap utuk menjelajah kota ini aku siap mencari guard untuk kita. Bagaimana?" Tommy baik bertanya.
"Tom, sebenarnya kamu serius nggak menjalankan bisnis ayahmu. Aku melihat kamu terlalu santai dan sibuk dengan hal lain. Kalau aku menjadi ayahmu, pasti merasa sedih sekali," tukas Nadira melihat kelakuan Tommy. Pemuda di depannya hanya tersenyum.
![](https://img.wattpad.com/cover/274276958-288-k159933.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
The License of Love
Любовные романыBerawal dari keinginan sang mama ingin melihat Nadira menikah sebelum meninggal dunia. Keinginan itu dipenuhi Nadira dengan Raka, kekasihnya. Pernikahan pun dilakukan secara sederhana. Prasetyo terpaksa menyetujui juga, meskipun sebenarnya tidak. ...