“Terungkapnya rahasia itu bukan berarti kebahagiaan untuk kita, tetapi perpisahan kita untuk selamanya”
Nadira mulai sadar dan membuka mata. Ruangan berwarna putih yang ditempatinya saat ini sangat asing. Ia mengangkat tangan kanan yang terpasang infus. Apa yang terjadi? Mengapa aku bisa ada disini? Nadira berusaha mengingat semua yang terjadi, tetapi kepalanya masih terasa sakit. Tiba-tiba seorang perawat datang memeriksa keadaannya.
“Suster, kenapa saya bisa ada disini? Ini dimana ya, Sus?” tanya Nadira masih bingung.
“Kamu tadi pingsan di ruang tunggu, Mbak. Makanya langsung kami observasi di ruang IGD. Gimana perasaan Mbak sekarang?” tanya Perawat Aini sambil memeriksa vital sign lalu mencatatnya di buku.
“Sudah agak baikan, cuma kepala masih terasa sakit,” jawab Nadira dan berusaha duduk dibantu Aini.
“Bagaimana dengan Papa saya, Sus?”
“Namanya siapa, Mbak?” tanya Aini yag merupakan perawat shift jaga sore.“Pak Prasetyo, Sus. Seingat saya tadi sedang menjalani operasi,” sahut Nadira. Perawat Aini berusaha engijgat pasien-pasien yang sudah diseraterimakan dari shif jaga pagi, tetapi rasanya tidak ada nama tersebut.
“Sebetar saya cek dulu ya, Mbak sekalian untuk melaporkan perkembangan kondisi Mbak dengan Dokter Ilham,” ucap Aini.
“Iya, Sus. Terima kasih,” tukas Nadira sambil mengatur duduknya supaya lebih nyaman. Ia ingin tahu perkembangan kondisi papanya.
Tak lama kemudian Perawat Aini kembali bersama seorang lelaki dengan postur tubuh tinggi besar dengan mengenakan jas dokter yang tertera namanya, Ilham Zain. Ia mendekati nadia samba tersenyum.“Bagaimana kabarnya, Bu?” tanyanya ramah.
“Baik, Dok. Apakah saya bisa pulag ya, Dok?” Nadira balik bertanya.
“Boleh. Sekarang saya periksa dulu ya,” ucapnya.
Perawat Aini mengatur posisi Nadira agar kembali berbaring. Kemudian Dokter Ilham melakukan pemeriksaan padanya. Setelah selesai, ia kembali menatap Nadira denganw ajah serius.
“Ibu tidak boleh terlalu stress. Semua akan berdampak pada bayi yang ada dalam kandungan. Saya sudah diceritakan Dokter Haikal tadi tentang orangtua Ibu. Tapi kalau boleh saya sarankan minta bantuan keluarga Ibu yang lain untuk menjaga orangtua Ibu,” nasihatnya.
“Baik, Dok. Bagaimana kondisi Papa saya sekarang?” tanyanya penasaran.
“Sekarang Pak Prasetyo sedang dirawat di ruang ICU. Insyaallah jika bisa melewati waktu kkritisnya, maka kondisinya tidak dalam bahaya lagi. Ibu bisa berdoa utuk keselamatannya. Ingat, jangan terlalu lelah,” nasihat Dokter Ilham.
“Baik, Dok. Terima kasih,” tukas Nadira sambil memegang perutnya.
“Suami Ibu tidak datang?” tanya Dokter Ilham. Nadira terkejut dengan pertanyaan ini, tetapi ia tidak bisa menjelaskan semuanya.“Lagi di luar kota, dok,” sahutnya cepat. Hanya alasan itu saja yang bisa digunakannya saat ini.
“Baiklah. Kami pamit dulu, Bu,” pugkas dojter Ilham lalu berjalan diikuti Aini. Nadira hanya menatap kepergian keduanya.
‘Aku harus melihat kondisi Papa. Aku tidak akan bisa tenang jika Papa belum melewati masa kritisnya dan tidak mungkin aku tinggalkan’ pikirnya.
Setelah infusnya dilepas dan menyelesaikan administrasi, Nadira segera menuju ruang ICU untuk mengetahui kondisi papanya. Melalui kaca besar yang berada di ruang tunggu, Nadira bisa melihat papanya dengan kepala diperban dan dipasangi beberapa alat kesehatan pada tubuhnya. Beberapa petugas sedang melakukan pemeriksaan.

KAMU SEDANG MEMBACA
The License of Love
RomanceBerawal dari keinginan sang mama ingin melihat Nadira menikah sebelum meninggal dunia. Keinginan itu dipenuhi Nadira dengan Raka, kekasihnya. Pernikahan pun dilakukan secara sederhana. Prasetyo terpaksa menyetujui juga, meskipun sebenarnya tidak. ...