2. PERGI (1)

112 13 5
                                        

“Ketika hadirmu menjadi penyuluh dalam hidupku, aura kegelapan kembali menghadang langkahku”

Setelah acara berakhir dan mengantar Bu Nuraini ke terminal, Nadira ingin menemui mamanya ditemani kekasih yang telah menjadi suaminya. Impiannya telah terwujud. Hatinya berbunga penuh keriangan. Tidak ada salahnya bahagia, ‘kan. Beberapa perawat memberi ucapan selamat ketika melihat keduanya. Ada sedikit rasa canggung bagi Raka untuk menggandeng Nadira, meskipun ia menyadari bahwa gadis ini telah menjadi miliknya.

“Kurasa Mama pasti sangat bahagia melihat kita,” ucap Nadira dengan wajah ceria.

“Insyaallah, tetapi papamu kemana ya? Aku tidak melihatnya setelah acara ijab qabul selesai. Padahal ada beberapa keluarga yang ingin menemuinya,” sahut Raka.

Tampak Nadira tidak peduli dan hanya tersenyum senang.

“Entah, Papa selalu gitu, Mas. Mungkin tadi ada telepon dari kantor, jadi pergi dulu. Sudahlah, kita temui Mama dulu,” pungkas Nadira dan menarik tangan suaminya menuju ruang perawatan mamanya.

Raka masih terpana dengan panggilan baru Nadira terhadap dirinya. Selama ini Nadira terbiasa memanggilnya dengan nama, tidak ada embel-embel “sayang” atau “baby” seperti pasangan muda lainnya. Kata mas terdengar lebih akrab dan sedikit intim di telinga Raka. tanpa sadar senyum terukir di bibirnya sambil mengikuti langkah sang istri yang cepat.

‘Sepertinya aku juga harus menyiapkan panggilan khusus untuknya’ pikirnya.

Sebuah ide tiba-tiba muncul dan ia akan mencobanya hari ini. Langkahya menjadi lebih ringan dan mantap saat mendampingi Nadira menemui ibunya. Ketika memasuki ruang tersebut, beberapa perawat ruang menyambutnya dan mengucapkan selamat.

“Kami menyaksikan acara di bawah tadi, lho. Selamat ya.”

“Iya, Sus. Makasih. Bagaimana Mama saya? Apakah Mama menyaksikannya juga?” tanya Nadira semakin bahagia.

“Tentu saja. Bu Winarsih lebih antusias menyaksikan sampai menangis tadi karena terharu banget. Kami bersama mamamu sampai prosesi selesai,” sahut perawat Nina.

“Apakah kami boleh menemuinya?” tanya Raka merasa salah tingkah saat menerima ucapan selamat dari perawat-perawat ini.

“Sepertinya sekarang tidak boleh. Bu Winarsih baru saja istirahat setelah minum obat,” cegah perawat Andini.

Wajah Nadira berubah muram karena tidak diperbolehkan menemui mamanya. Melihat wajah istrinya yang manyun, Raka hanya tersenyum . Ia segera memegang tangan Nadira dan mengajaknya pergi.

“Kita keluar aja dulu. Nanti baru kita temui Mamamu lagi,” usul Raka.

Ketika keduanya keluar dari ruang perawatan tersebut Nadira menarik tangannya. Ia merasa kesal sekali padahal banyak yang ingin diceritakannya pada sang mama. Raka berusaha membujuk dan dengan sabar menenangkannya.

“Tunggu dong. Jalan pelan-pelan aja,” ucap Raka berusaha menyamakan langkah.

“Ini semua gara-gara kamu sih. Jika kita tidak mengantar tante Nur ke terminal, mungkin kita masih bisa menemui Mama,” semburnya kesal.

Wajahnya menjadi lucu saat marah karena pipinya yang chubby sangat menggemaskan bagi Raka.

“Oalah, gadisku lagi merajuk ya,” goda Raka, “wajahmu makin imut kalau lagi merajuk. Aku suka.”

Mendengar ucapan suaminya, wajah Nadira bersemu merah.

“Kamu ya! Udahan ahh… malas ladeni kamu,” ucapnya kesal sambil berlari.

“Tunggu suamimu, dong. Kita masih pengantin baru, lho. Kok udah berantem sih,” Raka berusaha mengejar Nadira.

‘Gadis ini larinya cepat juga’ batin Raka sambil terus berusaha mengejarnya.

Tingkah mereka yang masih kekanakan menjadi perhatian beberapa pengunjung rumah sakit. Ada rasa bahagia menyertai tatapan mereka ketika melihat pancaran kebahagiaan di wajah pasangan ini.

Semua orang dapat melihat rasa sayang yang ditunjukkan Raka pada Nadira. Semua orang juga bisa melihat rasa cinta yang tulus dari wajah Nadira yang cantik. Namun, apakah kebahagian itu dirasakan oleh Prasetyo juga yang kini berada di ruang perawatan istrinya.

Setelah kepergiaan putrinya, ia memilih untuk bersama istrinya dalam diam. Tubuhnya sangat lelah sekali setelah berjuang mengendalikan diri tadi. Ia sengaja meminta perawat jaga agar tidak menganggu istrinya karena ia juga ingin melepaskan lelah di ruangan tersebut. Wajahya tampak letih dan perlahan tubuhnya berbaring di sofa. Tiba-tiba rasa kantuk menyerang dan akhirnya tertidur pulas.

Ketika istrinya terjaga hanya senyum bahagia yag terukir di wajah wanita ini. Winarish merasakan kelelahan yang sama karena berdebar-debar menyaksikan acara ijab qabul hari ini. Ternyata semua berjalan sesuai rencana dan ia bahgia sekali sang suami telah memenuhi keinginan terakhirnya.

Winarsih menyadari bahwa selama ini sang suami tidak pernah menunjukkan rasa cintanya secara terang-terangan, tetapi melalui sikap dan perbuatannya. Prasetyo selalu berusaha memenuhi semua keinginan istri dan anaknya. Apabila belum terpenuhi, maka ia akan berusaha lebih giat lagi bekerja.

Tiba-tiba seorang perawat datang dan memeriksa tanda-tanda vitalnya sambil melirik Pak Prasetyo yang tengah beristirahat di sofa.

“Bu, tadi putri Ibu datang bersama suaminya,” lapor perawat Kinkan.

“Benarkah? Lalu kenapa tidak masuk ke mari?” tanyanya heran.

“Ibu sedang tidur lelap sekali, jadi saya nggak tega bangunin. Lagipula mereka langsung pergi, Bu.” Perawat Kinkan menyelesaikan pemeriksaannya dan segera mencatat.

Matanya melihat peralatan yang terpasang pada tubuh Bu Winarsih dengan teliti. Kadang-kadang jika tidak diperhatikan ada saja masalah timbul, misalnya cairan habis, jarum infus terlepas atau tidak menetes. Semua harus menjadi perhatian mereka apalagi Bu Winarsih adalah pasien VVIP. Jika ada kesalahan bisa berakibat fatal dan bisa langsung menghadap komite etik nanti.

“Aku yakin mereka kini sedang berbahagia. Biarkan saja, nanti pasti kemari,” ujar Winarsih sambil tersenyum.

Perlahan perawat itu undur diri. Sebeum pergi ia merapikan selimut pasiennya sambil tersenyum. Perlahan perawat Kinkan keluar dan menutup pintu kembali.

Winarsih balas tersenyum dan setelah perawat Kinkan berlalu, ia kembali menatap sang suami. Pikirannya hanya tertuju pada kebahagian putrinya saat ini dan semnyum kembali mengembang di bibirnya.

‘Berbahagiaah sayangku. Mama merasa sangat lega telah menyerahkanmu dengan orang yang tepat. Rasanya tidak ada penyesalan lagi dalam hati Mama’ batinnya.

Seandainya hari ini waktunya telah tiba, maka ia yakin dapat pergi dengan damai. Namun, ketika mengingat sang suami hatinya kembali sedih. Pengabdiannya terasa belum cukup, tetapi siapa yang bisa menolak takdir Allah SWT. Tidak seorang pun termasuk dirinya.

💕💕💕💕💕

Akhirnya bisa kelar juga untuk hari ini. Maafkan diriku ya karena partnya hari ini tidak tuntas,  tetapi jangan khawatir pasti ada lanjutannya.

Hari ini sangat melelahkan. Aktivitas mulai subuh wara wiri di jalan ternyata menguras tenaga. Namun,  saya bersyukur sekali masih bisa corat coret sedikit demi kalian, my readers.

So.. Jangan lupa vote like and commemtnya boar author tambah semangat. Okay...  🤗❤

Thank you so much.

💕💕💕💕💕

The License of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang